SEBUAH atraksi spektakuler akan kembali dipertontonkan dari pangkalan rudal White Sand di New Mexico, Amerika, awal pekan ini. Pesawat Delta Clipper, yang bentuknya mirip piramida, buatan McDonnell Douglas Aerospace (MDA) Co., bakal kembali mengudara. McDonnell rupanya ingin mengulang sukses misi terdahulu, berlangsung 18 Agustus lalu, juga di padang tandus White Sand. Delta Clipper generasi pertama, yang dibangun hanya untuk serangkaian eksperimen manuver terbang itu, disebut DC-X. Debut pertamanya telah mengundang kekaguman. William J. Broad, penulis rubrik teknologi di New York Times menyebut DC-X ini sebagai tonggak revolusi teknologi roket. Dalam misi pertamanya, DC-X itu hanya melakukan manuver ringan. Begitu mesin berbahan bakar oksigen dan hidrogen cair itu menyala, api merah menyembur di pantatnya, piramida 20 ton setinggi 12 meter itu terangkat secara vertikal sampai 50 meter. Pada ketinggian itu ia diam, tak bergerak, selama beberapa detik. Kemudian, masih dalam keadaan vertikal, DC-X bergerak ke samping sejauh 107 meter. Dalam gerak horizontal, tubuhnya yang lancip itu nyaris tak mengalami goyangan. Lalu manuver terakhirnya adalah turun perlahan secara vertikal ke landasan yang tersedia. Semua gerakan itu dilakukan selama satu menit. Manuver yang sepertinya sederhana itu justru mengundang kekaguman tokoh semacam Kolonel Simon P. Worden, ahli roket dari Angkatan Udara Amerika Serikat. ''Belum pernah terjadi, sebuah roket berhenti di udara,'' tuturnya. Roket yang ada selama ini, begitu mesinnya menyala, tubuhnya kontan melesat dan tak pernah berhenti sampai tenaganya habis. Mereka tak punya rem. Manuver DC-X itu, kata Worden, menunjukkan kemampuan pengendalian yang istimewa. Delta Clipper seperti lahir dari perpaduan pesawat ulang-alik dan roket konvensional semacam Ariane atau Atlas, yang biasa digunakan untuk melontarkan satelit ke orbitnya. Seperti halnya Atlantis dan Endeavor (Amerika) serta Buran (pesawat ulang-alik Rusia), Delta Clipper juga bisa dipakai berkali-kali. Namun, tak seperti pesawat-pesawat ulang-alik lainnya, Delta Clipper tak membutuhkan roket raksasa untuk menggendongnya ke atas, dan tak perlu pula roket booster untuk start terbang. Tubuh Delta Clipper sendiri sudah merupakan roket. Hampir 90% ruang di tubuh pesawat itu terpakai untuk menempatkan sebuah tangki oksigen, sebuah tangki hidrogen, dan empat buah mesin pembakar. Dengan desain seperti itu, Delta Clipper disebut pula sebagai roket tunggal untuk membedakan dengan roket konvensional yang bertingkat-tingkat. Roket tunggal ini disepakati oleh para ahli sebagai wahana ruang angkasa yang efisien. Dengan bahan bakar yang sama, ia bisa membawa muatan lebih besar. Peluncuran satelit dengan Delta Clipper, misalnya, menurut kalkulasi MDA, jatuhnya sekitar 1/10 ongkos peluncuran bila memakai roket konvensional atau pesawat ulang-alik biasa. DC-X dibangun hanya sepertiga dari ukuran sesungguhnya. Generasi mendatang, DC-Y, yang akan rampung lima tahun lagi, tingginya sekitar 40 meter dan beratnya 640 ton. Dari bobot itu, 588 ton (91%) adalah bahan bakar oksigen dan hidrogen cair berikut tangkinya. Tubuh piramida terbang itu sendiri hanya menelan material seberat 42 ton ini termasuk kulit, rangka, fasilitas mekanik dan elektroniknya. Muatannya hanya 10 ton. Toh rasio itu dianggap lebih baik dibandingkan dengan pesawat ulang-alik yang beratnya 2.250 ton, termasuk roket-roketnya, dengan daya angkut 25 ton. Tubuh Delta Clipper ini bisa dibuat ringan karena McDonnell berhasil menemukan komposit yang ringan, tapi kuat dan tahan panas, untuk kulitnya. Komposit itu dibuat dari campuran serat grafit dan epoksi. Untuk DC-Y, yang pada awal tahun 2000 nanti akan sibuk keluar-masuk atmosfer menjelajah sampai ketinggian 400 km dari muka bumi, McDonnell hanya menyiapkan kulit pesawat setebal kartu kredit yang terbuat dari tujuh lapis lembaran serat grafit dan epoksi. Komputer pengendali pada DC-Y nantinya akan diperbarui. Selain itu, para ahli McDonnell mengaku juga belum puas dengan penampilan mesin roket Pratt & Whitney, yang kini terpasang di pantat DC-X. Untuk DC-Y nanti, mesin itu harus disempurnakan, antara lain dengan mengganti beberapa katupnya agar mencapai efisiensi pemakaian bahan bakar yang lebih tinggi. DC-Y nantinya bisa diterbangkan dengan awak pesawat atau tanpa awak. Ada awak atau tidak, ongkos penerbangannya sekitar Rp 2-4 juta per kg muatan, terpaut jauh dari tarif ulang-alik yang Rp 45 juta per kg, atau biaya angkutan dengan roket konvensional yang sekitar Rp 20 juta per kg. Kalau biaya angkut DC-Y ini murah memang bisa dipahami. Selain biaya pembuatannya tidak terlalu tinggi, untuk ukuran wahana ruang angkasa, pemakaian bahan bakar yang irit, DC-Y ini tak menuntut pelayanan masal dari awak darat, seperti halnya pesawat ulang-alik Atlantis, Endeavor, atau Buran. Untuk misi penerbangannya, seperti dikabarkan majalah Time akhir Agustus silam, DC-Y hanya membutuhkan tiga orang awak. Peluncuran pesawat ulang-alik konon harus melibatkan 17.000 orang. Murahnya biaya penerbangan dengan Delta Clipper itu, seperti disebut dalam New York Times, akan membuka misi-misi penerbangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya: wisata ke luar angkasa. PTH dan BHM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini