Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Gebrakan Jenderal Wismoyo

Perwira TNI-AD yang ingin mengikuti suslapa ii dan seskoad wajib berijazah sarjana. kodam jaya menandatangani kerja sama dengan stia dan lan untuk menampung perwira mereka.

18 September 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KSAD Letjen Wismoyo Arismunandar melakukan terobosan baru di bidang pendidikan militer. Setiap perwira TNI-AD yang ingin melanjutkan pendidikan Suslapa II dan Seskoad wajib memiliki ijazah sarjana (S1). Artinya, bila para lulusan Akademi Militer (Akmil) ingin karier militer mereka meroket, mesti menjadi sarjana dulu. Ini sesuai dengan hasil rapat pimpinan TNI-AD di Magelang, pekan lalu. Wismoyo menandaskan masalah kualitas personel perlu mendapatkan perhatian khusus. Jika prajurit TNI-AD tidak mampu meningkatkan kualitas profesionalismenya, mereka hanya akan jadi alat pertahanan dan keamanan saja. Padahal, tambahnya, yang dimaksud dengan profesionalisme itu juga termasuk fungsi sosial politik. ''Nanti semua komandan kodim harus bergelar sarjana. Ini harus,'' ujar Wismoyo. ''Tanpa pendidikan semacam itu, tak mungkin seorang komandan kodim bisa menjalankan fungsi sospol dengan baik. Jadi, ini sudah tuntutan kebutuhan dalam melaksanakan tugas yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.'' Sejak KSAD Wismoyo mencanangkan kebijaksanaan baru itu, sekalipun mulai berlaku nanti pada 1997, sejumlah perwira telah mengambil ancang-ancang untuk kuliah. Di Medan, misalnya, pekan lampau sekitar 50 lulusan Akmil tampak sibuk mendaftarkan diri ke Universitas Terbuka. Ada yang mendaftar sebagai mahasiswa ekonomi, ada yang sospol, dan ada yang sebagai mahasiswa jurusan administrasi. Untuk mendapatkan gelar sarjana, karena sudah mendapat sejumlah mata kuliah yang sama semasa di Akmil, mereka cuma perlu mengambil kredit sekitar 80 SKS atau sekitar lima semester. Program wajib sarjana ini diam-diam rupanya sudah dicoba di Kodam Jaya. Sejumlah perwira telah dikuliahkan di Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM). Pekan silam, Pangdam Jaya, Mayjen A.M. Hendropriyono, menandatangani kerja sama pula dengan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kini, resminya ada 220 perwira Kodam Jaya yang berstatus mahasiswa: 120 orang terdaftar di Universitas Terbuka, 66 orang di Lembaga Administrasi negara, dan 34 orang lagi sebagai mahasiswa PTHM. Untuk biaya kuliah bagi perwira-perwira itu, Kodam Jaya menanggung separuhnya. Mereka yang mendaftar di Universitas Terbuka, misalnya, cukup membayar Rp 50.000 per semester. Untuk menyubsidi perwira-perwira mahasiswa tersebut kabarnya Kodam Jaya telah mengeluarkan dana Rp 19 juta. Adakah subsidi serupa akan berlaku umum? Buku Penerangan Pasukan terbitan Agustus 1993, yang memuat kebijaksanaan pendidikan di lingkungan TNI- AD, tak menyebut soal subsidi ini. Upaya meningkatkan kualitas personel ABRI melalui pendidikan sebenarnya sudah dirintis dengan meningkatkan kualitas pendidikan di Akmil, AAL, AAU, dan Akademi Kepolisian, sehingga lulusannya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi umum. Inilah yang kemudian dituangkan KSAD Wismoyo dalam bentuk kerja sama dengan Universitas Terbuka, Juni lalu, dan lantas keluar kebijaksanaan wajib sarjana tadi. Adapun mereka yang terkena program wajib sarjana itu mulai dari lulusan Akmil 1986. Mereka ini kelak harus melampirkan ijazah sarjana bila mau mengikuti Sekolah Staf dan Komando TNI- AD (Seskoad). Untuk jenjang lebih bawah, seperti Kursus Lanjutan Perwira (Suslapa) II, wajib memiliki ijazah sarjana diberlakukan pada perwira lulusan Akmil 1989. ''Syarat administrasi memiliki ijazah S1 itu sifatnya memang wajib,'' kata Kepala Dinas Penerangan TNI-AD, Brigjen A. Afifuddin Thaib, kepada TEMPO. Ia menambahkan, ketentuan memiliki ijazah sarjana itu juga diberlakukan pada perwira lulusan Sepamilwa yang mau mengikuti Suslapa dan Seskoad dengan pengecualian pada perwira tamatan Secapa 1989, yang mau mengikuti Suslapa II, cukup melampirkan ijazah program diploma (D3). Bagaimana perwira-perwira yang terkena wajib sarjana itu bisa kuliah, sementara tugas militer sehari-hari tak kalah berat? Seorang perwira menengah dari Kodam Jaya, yang kini tengah mengikuti kuliah di Universitas Terbuka, mengaku biasa belajar di mobil dalam perjalanan ke kantor. Untuk perwira yang bertugas di kota mungkin kendala mengikuti kuliah tak begitu berat. Bagi mereka yang terdaftar di Universitas Terbuka, misalnya, pengiriman bahan pelajaran tidak menjadi hambatan betul. Kalau mau duduk di bangku kuliah, terutama di universitas-universitas swasta, yang umumnya melakukan perkuliahan sore dan malam hari, juga bisa. Bagaimana dengan nasib perwira-perwira yang bertugas di pelosok terpencil? Mengingat kenaikan pangkat dan jabatan seorang perwira kelak akan mempertimbangkan gelar kesarjanaannya, menurut seorang perwira tinggi yang tak mau disebut namanya, harus ada kebijaksanaan pimpinan agar mereka yang kuliah ditempatkan di lokasi yang memungkinkan mereka mengikuti perkuliahan. Hambatan lain, belum tentu pula mereka yang terkena wajib sarjana itu, terutama yang sudah berkeluarga, bisa menyelesaikan masa perkuliahannya tepat waktu. Siapa yang dapat menjamin bahwa 80 SKS bisa diselesaikan dalam tempo 2 tahun 6 bulan? Sementara itu, mereka juga harus berpacu dengan umur agar bisa mengikuti Suslapa II (maksimal 35 tahun) dan Seskoad (42 tahun). Masalah yang tak gampang dipecahkan tentunya. Agus Basri dan Wahyu Muryadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus