Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO, Jakarta - Center for Systems Science and Engineering (CSSE) dari Universitas John Hopkins membuat situs daring yang menampilkan peta informasi mengenai kasus virus corona misterius, 2019-nCoV. CSSE mengolah data yang diambil dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pusat pengendalian penyakit di Amerika Serikat, Cina dan Eropa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam situs bernama gisanddata.maps.arcgis.com itu menampilkan peta dunia dengan titik merah jika negara tersebut terdeteksi atau terkonfirmasi ada kasus terinfeksi virus corona. Saat ini virus asal Wuhan, Cina, itu sudah merenggut nyawa sebanyak 56 orang, dan diselamatkan sebanyak 49 orang, demikian ditampilkan dalam situs, lengkap dengan data masing kota di Cina dan data di beberapa negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Virus yang dianggap mirip dengan Severe Acute Respiratory System (SARS) pertama kali dilaporkan ke WHO pada 31 Desember 2019. Dengan para ilmuwan China menghubungkan penyakit ini dengan keluarga virus corona, mencakup SARS dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS), demikian dikutip lama Cnet, akhir pekan lalu.
Selain itu, situs itu per Ahad, 26 Januari 2020, melaporkan bahwa terdapat kasus 1.979 di Cina, Thailand ada 7, Hong Kong 5, Australia 4, Prancis 3, Malaysia 3, Singapura 3, Korea Selatan 3, Taiwan 3, Jepang 2, Macau 2, Amerika 2, Vietnam 2, dan Nepal 1. Dasbor ini dimaksudkan untuk memberi masyarakat pemahaman tentang situasi wabah saat terungkap, dengan sumber data yang transparan.
Gejala yang ditimbulkan saat terjangkit virus tersebut antara lain batuk, demam, dan sesak napas. Bahkan, virus dapat menyebabkan pneumonia berat, gagal napas, gagal ginjal, hingga kematian.
Berdasarkan hasil dari analisis genetik yang dilakukan ilmuwan yang dipimpin Wei Ji Universitas Peking, virus titu kemungkinan ditularkan oleh ular yang menangkap virus dari kelelawar di pasar makanan di mana keduanya dijual. Wei Ji membandingkan genom dari lima sampel virus baru dengan 217 virus serupa yang dikumpulkan dari berbagai spesies.
Sumber infeksi diduga adalah pasar makanan di Wuhan yang dikunjungi oleh beberapa dari mereka yang pertama kali terinfeksi virus. Pasar itu dikenal menjual berbagai hewan liar dan ternak yang masih hidup, termasuk marmut, burung, kelinci, kelelawar dan ular.
Analisis tim menunjukkan bahwa virus corona terlihat mirip dengan yang ditemukan pada kelelawar, tapi kebanyakan seperti virus yang terlihat pada ular, secara genetik. "Hasil yang diperoleh dari analisis urutan kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa ular adalah reservoir hewan liar yang paling mungkin," tulis tim peneliti, seperti dikutip laman New Scientist, Rabu, 22 Januari 2020.
CNET | GISANDDATA | NEW SCIENTIST