Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

<font face=arial size=2 color=#ff9900>Dieter Kosslick:</font><br />Saya Kira Tahun Mendatang Banyak Film Indonesia

27 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

9 Februari. Berlinale dimulai dengan film pembuka, Les Adieux À La Reine (Salam Perpisahan bagi Sang Ratu), karya sutradara Prancis, Benoît Jacquot. Para bintang, antara lain Diane Kruger, Léa Seydoux, dan Virginie Ledoyen, hadir pada malam gala di Berlinale Palast. Dieter Kosslick, Direktur Berlinale sejak Mei 2001, terlihat di antara mereka.

Baru beberapa langkah para bintang itu berjalan di karpet merah, tiba-tiba terjadi keributan kecil. Klaus Remke, sutradara 71 tahun asal Hamburg, datang didampingi rombongan berpakaian lucu-lucu. Mereka berteriak-teriak mengacungkan poster kecil: "Kosslick Raus, Helden Rein", atau "Kosslick Enyah, Helden Masuk".

Remke memprotes Kosslick karena film terbarunya, Helden fuer Berlin (Pahlawan untuk Berlin), ditolak oleh komite seleksi Berlinale 2012. Remke dan anggota rombongannya kemudian memelorotkan celana dan menunggingkan pantat. Remke menuduh, di bawah Kosslick, Berlinale telah menjadi terlalu komersial, terlampau konservatif, serta mengorbankan pencapaian dan penjelajahan artistik. Remke adalah sutradara Jerman yang dikenal sangat independen dan penuh penjelajahan estetik.

Di Berlinale selalu ada kontroversi. Ada yang berpendapat seperti Remke, ada yang seperti Dories Dörrie, sutradara perempuan Jerman, yang menganggap Berlinale justru terlalu dibebani eksperimentasi artistik. Menurut dia, film yang diseleksi Berlinale kelewat garda depan, dan kelewat berjarak dengan penonton umum. Film Dörrie sendiri, Gluck (Kebahagiaan), diterima di Berlinale tapi tidak masuk kategori Kompetisi, melainkan Berlinale Special.

Seolah-olah tidak lelah oleh kontroversi dan acara Berlinale yang padat sepanjang sepuluh hari, pada hari terakhir Berlinale, Dieter Kosslick menerima wartawan Tempo Ging Ginanjar di lantai 3 Berlinale Palast. Kelelahan terpancar jelas di wajahnya, tapi ia tetap berusaha tersenyum bercanda.

Seberapa puas Anda terhadap penyelenggaraan Berlinale 62 ini?

Kami sangat gembira. Ini merupakan Berlinale yang amat sangat besar. Begitu banyak bintang dunia yang datang, yang tak pernah terjadi sebelumnya.

Berapa jumlah pengunjung Berlinale sekarang?

Yang membeli karcis sekitar 300 ribu orang. Para pebisnis perfilman yang datang sekitar 20 ribu orang. Lalu ada sekitar 4.000 jurnalis. Para pebisnis serta jurnalis itu kan datang ke bioskop berulang kali. Jadi total jumlah pengunjung bioskop selama 10 hari Berlinale sekitar 500 ribu orang. Ini merupakan yang terbesar di dunia. Ini tak ada bandingannya dengan festival lain, jika menyangkut publik penonton.

Apa karakteristik utama Berlinale 62 kali ini?

Menurut saya, karakteristiknya adalah, kita punya begitu banyak film dengan subyek sangat serius tentang berbagai hal yang terjadi di dunia, tapi dalam satu garis merah bahwa dunia ini berubah. Dalam Berlinale ini ada seksi khusus tentang film politik. Ini yang sangat serius, dan publik membeli tiket untuk menontonnya.

Bagaimana dengan pandangan bahwa Berlinale sekadar pemanasan Festival Cannes?

Ha-ha-ha…. Saya tak tahu apakah kami merupakan pemanasan untuk Cannes. Nyatanya, Berlin sekarang kan cukup dingin. Jadi mungkin malah ini jadi peristiwa "penyejukan menuju Cannes", ha-ha-ha….

Begitu banyak film dengan tema seksualitas di Berlinale....

Kami suka seks, ha-ha-ha…. Bukan. Jadi begini. Berlinale merupakan festival yang memberi tempat besar pada orang-orang transgender. Gerakan transgender bermula dari sini, 30 tahunan lalu, dengan seksi Panorama. Pelopornya Manfred Salzgeber bersama Wieland Speck, yang sekarang mengelola sebuah kelompok sinema independen. Panorama merupakan tempat untuk sinema queer. Kami memelihara tradisi ini. Kami juga memberikan penghargaan khusus, hadiah untuk film queer, berupa Teddy Award.

Tahun ini untuk pertama kalinya ada film Indonesia masuk seksi Kompetisi dan film lesbian yang masuk seksi Panorama….

Ya, saya suka sekali film yang dikerjakan Edwin. Kebun Binatang sebuah film heart-warming. Kami tahu, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi gerakan dalam sinema Indonesia. Kami memantau perkembangan ini. Saya kira dalam tahun-tahun mendatang akan lebih banyak film Indonesia di Berlinale. Saya berharap akan memperoleh film-film lain selanjutnya dari Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus