Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Turah membawa Slamet Ambari ke dunia film nasional. Aktingnya dalam film itu begitu mengesankan: tegas, lugas, dan sangat natural. Dalam Turah, ia memerankan tokoh Jadag, yang digambarkan sebagai pria kurus dekil, rambut dan jenggot awut-awutan, mata selalu melotot, dan jari menunjuk-nunjuk. Jadag kecewa terhadap kondisi yang dihadapinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak mengherankan jika ia kemudian terpilih sebagai aktor utama terbaik dalam Festival Film Tempo 2017. "Ini beneran, aku ikhlas akting. Tidak diberi apa-apa enggak apa-apa. Tapi, karena sudah disediakan, ya saya terima," ujarnya dalam dialek ngapak yang kental dan disambut tawa hadirin pada malam penghargaan festival itu di Jakarta, 27 November 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecintaannya pada seni peran tak terperi hingga akhir hayatnya. Slamet Ambari meninggal karena sakit di RS Kariadi Semarang kemarin pagi. Ia meninggalkan lima anak. Jenazah dimakamkan di Pemakaman Cinde, Tegal Barat, Kota Tegal, kemarin.
"Bapak mengalami penyumbatan pembuluh darah arteri di paha kiri. Masuk Rumah Sakit Harapan Anda pada Selasa malam, lalu dirujuk ke RSUP Kariadi pada Sabtu malam," ujar Kamandhanu, anak kedua Slamet.
Slamet lahir di Tegal, Jawa Tengah, 31 Maret 1964. Pria lulusan STM ini mulai aktif berteater sejak 1983. Ia mendirikan Teater Ding Dong. "Dia aktor sejati, mengabdikan diri untuk seni peran secara total sejak muda sampai akhir hayat. Segala peran yang dimainkan selalu menarik, berjiwa utuh," ujar Ubaidillah, pemeran Turah, dalam film itu.
Ubaidillah, yang juga teman berteaternya selama 15 tahun di Tegal, bercerita, bahkan saat sakit tak jarang ia abaikan demi peran yang dimainkan. "Peran baginya adalah tugas suci yang harus dilakukan."
Hal serupa disampaikan sineas Ifa Isfansyah, yang juga produser film Turah. "Slamet Ambari, kecintaannya terhadap dunia akting begitu besar. Hidupnya meredup seiring lampu panggung teater di Tegal. Pelan-pelan ia kehilangan hal yang dicintainya, seni peran," tulis Ifa Isfansyah di akun Instagram-nya.
Peran Jadag dalam film yang disutradarai Wicaksono Wisnu Legowo itu seakan-akan menjadi pelecut hidupnya. Saat itu, menurut Ifa, Slamet hampir dua bulan tergolek di rumah sakit karena kekurangan kalsium yang membuat tulangnya tak mampu menahan tubuh. Saat Wisnu bercerita tentang karakter itu, bagai obat ampuh, Slamet langsung bangun dan minta keluar rumah sakit. Ia merasa peran Jadag cocok untuknya. "Ia benar-benar menjadi Jadag. Ia tanggalkan baju dan tidak mandi selama seminggu demi menjadi Jadag," ujar Ifa.
Turah bercerita tentang keluarga di Kampung Tirang yang terisolasi selama bertahun-tahun dengan segala persoalan yang senantiasa berkelindan. Nah, Jadag adalah tokoh miskin yang menuntut keadilan atas hidupnya. Lelaki yang be-kerja serabutan di tambak di Kampung Tirang yang dikuasai seorang juragan itu selalu mengeluh soal hidupnya, protes hingga memprovokasi warga Tirang untuk melawan sang keadilan yang mereka terima dari sang juragan.
Karakter tokoh ini unik sekaligus menyebalkan orang. Sudah kerja serabutan, masih juga doyan mabuk dan berjudi, tak peduli kesulitan keluarganya. Tak hanya ke panggung film nasional, Turah juga mengantar Slamet menjadi nomine di Piala Popcorn Asia 2018. Film ini pun meraih banyak penghargaan di berbagai festival film di dalam dan luar negeri.
Setelah film Turah, menurut Wicaksono Wisnu Legowo, Slamet cukup aktif berakting di dunia layar lebar. Tak kurang dari 10 film bergenre horor dan komedi situasi diperaninya. Wisnu pun sempat bekerja sama de-ngan Slamet membintangi sebuah film pendek untuk Pemerintah Kabupaten Tegal pada November lalu. Seminggu lalu, Wisnu sempat meminta biodata Slamet untuk urusan data profil pengajar untuk kelas akting yang akan dibentuknya.
Pada Sabtu lalu, Wisnu secara tak sengaja bertemu dengan Slamet Ambari di rumah sakit. Saat itu Slamet baru keluar dari ruang radiologi hendak mencari kamar untuk opname. Wisnu sempat diperlihatkan paha kiri Slamet yang bengkak. Setelah itu, malamnya ia dikabari Slamet hendak dirawat di RS Kariadi Semarang. "Beliau aktor gigih. Proses berkeseniannya seumur hidup. Saya bangga menjadi perjalanan kehidupan dan capaian beliau," ujar Wisnu kepada Tempo.
Wisnu pun mengingat kejadian berkesan saat mereka hadir dalam sebuah festival film di Singapura. Selama acara, ia duduk di kursi roda yang didorong Ubaidillah. Namun, begitu diumumkan bahwa film itu mendapat penghargaan, Slamet langsung beranjak dari kursi dan berjalan dengan penuh percaya diri ke panggung. "Saya dan Om Ubaidillah tertawa saja lihat itu." DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo