"YANG miskin bertambah miskin, yang kaya bertambah kaya". Ini bukan lirik lagu Rhoma Irama. Ini jeritan rakyat dari Argentina. Seiring dengan terpilihnya Carlos Saul Menem menggantikan Raul Alfonsin sebagai Presiden Argentina, minggu terakhir Mei silam negeri berbahasa Spanyol itu dilanda prahara. "Ini krisis ekonomi yang terparah dalam sejarah Argentina. Perlu kebijaksanaan baru mengatasi inflasi," kata Alfonsin. Ternyata, mengendalikan lonjakan harga bahan makanan di negeri berpenduduk 31 juta jiwa itu nihil adanya. Casa De La Moneda bekerja 24 jam mencetak uang, nilai austral (mata uang Argentina) melorot terus. "Pemerintah telah kehilangan kepercayaan rakyat," kata Menem tegas. Ini beban berat yang akan dipikul, bekas gubernur Provinsi La Rioja, yang juga keturunan Syria itu. Mei lalu inflasi melaju 70 persen. Ini lagi, 60 milyar dolar Amerika utang luar negeri. Tapi tokoh yang senang mengendarai mobil balap dan pesawat terbang akrobatik itu bersikukuh. "Saya akan mewujudkan pemerataan kesejahteraan secara adil," kata turunan petani anggur yang senang membaca Plato, Socrates, dan Aristoteles itu. Tapi perut rakyat Argentina tak bisa menunggu berbagai macam pernyataan bagai impian. Akhir bulan lalu ribuan penduduk di pelbagai kota melakukan unjuk rasa. Mereka berbondong-bondong menuntut turunnya harga kebutuhan bahan pokok yang semakin menggila dan pembagian jatah bahan makanan bisa lancar. Tapi toko-toko ditutup dan credit cards tak berlaku. Kemudian ribuan pemuda dan ibu-ibu menggasak toko dan gudang bahan makanan. Keadaan darurat diumumkan. Polisi dikerahkan dan korban berjatuhan di lebih dari sepuluh kota. Ternyata para perusuh bukan hanya merampok toko, tetapi juga rumah penduduk. Selama seminggu huru-hara itu lebih dari 2.000 penggarong ditahan, puluhan luka-luka, dan 14 orang mati ditembak polisi. "Orang merampok karena putus asa," kata Norma Zaragoza. Ibu lusuh penduduk daerah kumuh Buenos Aires itu mengeluh, "Aku tak dapat memburu naiknya harga roti. Suamiku sakit. Perlu makan. Juga enam anakku."Burhan Piliang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini