Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Banyak Nama Menuju Komik

18 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa istilah mutakhir seputar komik berformat buku telah mampir di Indonesia. Ada yang telah populer di sini, ada yang hanya dikenal oleh kalangan tertentu. Semua, tentu, komik juga, tapi masing-masing mengandaikan ciri khas.

Novel Grafis Art Spiegelman (Maus dan In The Shadow of No Towers) membenci istilah ini. Menurut dia, ini istilah gampangan untuk memberi kesan terhormat pada komik: istilah "grafis" lebih terhormat daripada komik, dan istilah "novel" demikian pula—dan… bam! istilah "novel grafis" adalah dua kali lipat lebih terhormat daripada komik. Memang, banyak dari kalangan industri komik Amerika gandrung pada istilah ini karena alasan tersebut. Entah apakah Will Eisner, saat melontarkan istilah ini pertama kali untuk karyanya, A Contract With God, punya maksud plastik demikian.

Sebagaimana novel biasa, novel grafis merupakan sebuah semesta cerita yang lengkap dan tuntas. Kelengkapan dan ketuntasan ini mengandaikan paling tidak dua hal: cerita yang panjang; dan adanya sebuah semesta cerita yang koheren (bukan gabungan dari pecahan, seperti antologi cerpen).

Di Amerika, novel grafis mendapat identitasnya dari pembedaan dengan bentuk buku komik lainnya. Novel Grafis bukan komik dalam format majalah seperti seri Superman atau Action Comics yang terbit bulanan, biasanya 32 halaman, dan mengandung iklan. Ia juga bukan komik strip yang dimuat di koran atau majalah umum. Dan ia bukan trade paperback (TPB).

Soal panjang cerita, novel grafis amat beragam. Ada yang menunjuk seri Asterix (48 halaman) dan Tintin (64 halaman) sebagai novel grafis. Batas paling banyak tak ada. Saat ini ada beberapa karya "gajah", lebih dari 500 halaman, dalam industri komik Amerika. Bisa disebut di sini: Blankets (Craig Thompson), kurang lebih 600 halaman; From Hell (Alan Moore dan Eddie Campbell), sekitar 500 halaman; Cages (Dave McKean), sekitar 600 halaman. Edisi lengkap Bone (Jeff Smith) malah mencapai 1.300 halaman! Rata-rata novel grafis panjangnya 150-200 halaman.

Jadi, ketebalan dan keutuhan semesta cerita menjadi ciri utama novel grafis. Bentuk ini tak berhubungan dengan ukuran buku, genre cerita, tema, berwarna atau tidak, atau gaya gambar. Salah satu variasi istilah novel grafis adalah dari komikus Kanada, Seth. Ia menyebut karyanya, It's A Good Life, If You Don't Weaken (1996), sebagai picture-novella atau novela-gambar.

Novel Komik (Nomik) Istilah ini pertama kali ditabalkan untuk seri Olan terbitan DAR!Mizan. Karya … (novel) dan … (komik) ini memang secara harfiah merupakan "nomik": gabungan antara novel dan komik. Komik dalam Olan bukan ilustrasi, bukan pula dimaksud sebagai sisipan, tapi bagian integral dari cerita. Dalam bentuk ini, sebuah adegan yang berbentuk prosa langsung berlanjut dengan adegan yang berbentuk komik. Rupanya formula ini laris manis, sehingga kemudian DAR!Mizan banyak memproduksi nomik hingga kini.

DAR!Mizan boleh merasa bahwa produknya unik dan baru. Tapi mereka bukan satu-satunya, dan bukan yang pertama, menerbitkan produk jenis ini. Dari segi istilah, pada 1980-an, penerbit Cypress yang banyak menerjemahkan komik-komik DC Comics pernah mengeluarkan produk yang dinamai komik novel. Rupanya Cypress lebih mengacu pada ukuran buku (ukuran buku saku, seperti lazimnya novel) daripada isi yang tak lain kumpulan cerita pendek komik DC.

Penerbit Gramedia juga pernah mengeluarkan seri Lima Sekawan pasca-Enid Blyton yang menyisipkan komik yang merupakan bagian dari cerita pada novel remaja tersebut. Tapi gejala menarik justru datang dari dunia "sastra".

Pada 1996, novelis Mexico Laura Esquivel (Like Water for Chocolate) bereksperimen dengan membuat novel yang mengandung komik. Ada enam bab yang berbentuk komik, yang langsung terkait dengan cerita pada bab sebelumnya. Bagian komik novel ini dilukis oleh komikus papan atas Spanyol, Miguelanxo Prado. Novel ini lebih dari sekadar hibrida prosa dan seni grafis, tapi juga sebuah percobaan multimedia: novel ini dilengkapi CD berisi 11 lagu, yang menjadi soundtrack beberapa bab cerita.

Sastrawan kita pun mencoba juga bentuk yang mirip. Seno Gumira Ajidarma menulis kumpulan "cerita remaja" Kematian Donny Osmond (2001), yang membaurkan prosa dan komik (oleh Zacky), yang teracik dengan seni grafis (khususnya seni huruf), esai, bahkan kliping koran.

Trade Paperback (TPB) BentuknyA Mirip novel grafis. Bahkan di toko buku Kinokuniya Plaza Senayan, jenis komik ini memang ditempatkan di rak Graphic Novels. Ini salah kaprah yang lazim. Beda TPB dan novel grafis memang sedikit (tapi penting).

TPB adalah fenomena khas Amerika. Industri komik di sana terutama disangga oleh format majalah kecil yang terbit bulanan. Nah, pada dasarnya TPB adalah kumpulan beberapa nomor dari komik bulanan tersebut. Walau tren mutakhir komik Amerika adalah cerita miniseri yang jika dikumpulkan dalam satu TPB memenuhi syarat untuk disebut novel grafis, TPB tetap berbeda.

Pertama, tiap sebuah cerita akan terpecah jadi bab-bab dengan jumlah halaman tetap (biasanya 22 halaman). Memang kadang ada halaman tambahan khusus pada TPB, tapi cerita pada dasarnya mengikuti struktur tetap komik bulanan. Kedua, selalu ada kemungkinan menyisipkan kisah lepas/tunggal. Misalnya, TPB Saga of Swamp Thing: Love & Death. Sering juga TPB merupakan kumpulan kisah lepas yang tak terikat kontinuitas. Misalnya, TPB Greatest Batman Stories Ever Told.

Album Walau belakangan ada yang menyebut seri Tintin atau Asterix sebagai novel grafis, lebih banyak orang menyebutnya sebagai "album". Ini terutama sebutan di Eropa sendiri terhadap format komik ini. Ciri utama format ini menggambarkan modus produksi mainstream industri komik segi tiga emas Belgia, Belanda, Prancis: sebuah judul terbit dulu dalam format komik strip di majalah-majalah umum atau khusus komik, lalu dikumpulkan jadi satu buku dengan jumlah halaman yang biasanya tetap per seri. Dengan konsep album ini pula, komikus bisa bekerja seperti para musisi menyiapkan album: mereka tak mengejar target terbit bulanan, tapi terbit manakala sebuah cerita memang sudah siap. Akibatnya, standar mutu sebuah judul dalam mekanisme ini biasanya memang tinggi—baik dari segi seni visualnya, ceritanya, maupun mutu cetaknya.

Antologi Di seluruh negeri yang punya industri komik yang mapan, yang oplahnya bisa mencapai jutaan eksemplar per bulan, selalu ada format antologi komik sebagai back up industri komik mereka. Malah di Jepang dan Eropa, antologi merupakan batu loncatan sebelum sebuah komik menjadi buku. Antologi merupakan kumpulan komik. Di Jepang dan di Eropa biasanya berbentuk majalah. Isinya bisa komik strip pendek, komik bersambung yang nantinya bisa menjadi novel grafis, atau komik-komik pendek. Di Amerika, pasar tak terlalu menerima konsep antologi. Tapi format terbitan komik ini biasanya menjadi ajang bakat baru unjuk kebolehan, dan dibidik oleh penerbit besar. Antologi di Jepang biasanya dicetak dengan mutu yang buruk, tapi setebal buku telepon. Lazim terjadi, sehabis dibaca, antologi ini akan dibuang (ditinggal di KRL, misalnya). Di sini, penerbit Elex Media sudah menerbitkan dua judul antologi komik Jepang: Shonen dan Inoyasha.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus