TATIK Tito, bekas penyiar televisi itu, sejak tahun lalu rajin
mengumpulkan orang cacat -- khususnya yang bisa main musik.
Untuk menghibur orang-orang yang makan siang di Presiden Hotel,
Jakarta, tiap tengah bulan.
Tujuannya bagus juga cari dana bagi para cacat. Hasilnya setiap
main bisa terkumpul Rp 350 - Rp 400 ribu - yang lantas
disalurkan ke Badan Pembina Koordinasi Kegiatan Sosial (BPKKS)
pimpinan Ny. A.EI. Nasution.
"Mula-mula," ujar Tatik, "acara itu sulit diterima. Tak
mengenakkan makan mereka. Tapi akhirnya pengunjung yang teharu
itu tergugah merogoh kocek. "Bahkan sering ada yang mengeluarkan
cek khusus," lanjut Direktris PT Tatra Enterprise itu. Mungkin
karena, betapa pun, bukan musiknya yang cacat.
Pemusik cacat -- apa lagi yang 'hanya' buta -- memang bukan hal
baru. Tersohor di manca negara misalnya Stevie Wonder, Ray
Charles, Jose Feliciano. Di Bandung juga ada: Supeno, pemain
kecapi dan harmonika yang terkenal dengan nama 'Braga Stone'
itu. Grup Tongkat Putih dari Jakarta juga sudah lama dikenal,
bahkan sudah punya kaset rekaman. Di televisi, Zulkarnaen
beberapa kali muncul dengan gitar dan mulutnya yang mahir
memainkan berbaai bunyi.
Tapi grup 'Rock 'n Chair' dari Wisma Cheshire, Cilandak, Jakarta
Selatan bukan golongan mereka. Dipimpin Jajang Lukman, 27 tahun,
grup itu didirikan 1977. Beranggotakan -- di samping Jajang pada
gitar bas --Cliff Hutagalung (gitar melodi), Sunarto (dram --
tanpa pedal kaki), Suparno (organ. Penyanyinya Wiwik Jainun --
pernah jadi Bintang Radio Padang.
Pemusik Kursi Roda
Mereka adalah 'pemusik kursi roda'. Sejak muncul di televisi
1979, diminta main di banyak tempat -- antara lain Hotel Hilton
dan Presiden llotel. "Kami menyukai musik jazz," tutur Jajang
--selain lagu-lagu ciptaan sendiri.
Sekali main mereka dibayar Rp 50 100 ribu. Jumlah 40% dari situ
dipakai untuk kas dan pemeliharaan peralatan -- yang disediakan
Rehabilitasi Center Rumah Sakit Fatmawati.
Jajang sendiri karyawan RS Fatmawati. Juga Sunarto dan Suparno.
Sedang Cliff di Bangkok Bank. Wiwik di Hotel Hilton. Dan
semuanya menginap di Wisma Cheshire, yang disediakan RS
Fatmawati bagi para cacat berkursi roda.
Seperti grup Rock 'n Chair, grup Orff Gamelan Therapi Musik YPAC
(Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat) juga pernah diajak main Tatik
Tito. Bedanya, yan ini beranotakan kanak-kanak. Instrumen yang
digunakan adalah yang disebut 'gamelan Barat'.
Grup itu didirikan 1967 oleh Ruth Bardach, anggota staf Kedubes
AS. Orff adalah nama keluarga Karel Orff, penemu therapi musik
melalui instrumen pentatonis yang mirip kolintan itu. Alat-alat
itu semula hanya pinjaman Goethe Institut. YPAC kemudian
mengumpulkan uang selama setahun 1978 - 1979. Kini, dengan Rp 6
juta grup itu sudah memiliki alat-alat terse but, berjumlah 17
buah: melodi rhythm dan bas. Juga satu set dram seharga Rp 1
juta. Semuanya merk Suzuki
"Itu satu-satunya di Indonesia," ujar Andik Sumarno, 28 tahun.
Ia pelatih musik anak-anak itu -- bersama'Slamet Riadi, 30
tahun. Di Gedung YPAC di Jalan Hang Lekiu Kebayoran Baru itu,
ditampung anak-anak hampir dari semua bentuk cacat. Tentu saja
tak semuanya bisa diajari main. Latihan menabuh -- meski diakui
Andik berguna untuk merangsang aktivitas organ tubuh yang
kurang sempurna -- juga tak bisa diselenggarakan tiap hari.
"Takut mengganggu pelajaran lainnya," katanya.
Musik Polio
Grup mereka, kata Andik, "sama sekali tidak komersial." Orangtua
mereka tak akan rela anaknya dikomersialkan. Bisa dimaklumi,
hampir semuanya berasal dari keluarga mampu.
Di Rehabilitasi Centrum Sala -- yang merupakan RC (untuk orang
dewasa) pertama di negeri ini, dan jadi Pusat YPAC -- ternyata
tak ada grup musik.
Tapi di YPAC-nya, yang merawat anak-anak, ada. Yakni Grup Musik
Kolintang SLBD YPAC Surakarta, dipimpin Darmadi, 46 tahun, guru
P & K yang diperbantukan di sana. Grup itu didirikan 1977,
beranggotakan 15 orang, terdiri dari anak 12-18 tahun. "Bagi
anak-anak di sini, musik sangat diperlukan," kata Darmadi yang
telah menulis buku tentang musik sebagai therapi.
Semua anggotanya penderita sakit polio. Rata-rata cacat kakinya,
sehingga kedua tangannya masih bisa bekerja. Pipil, yang
memegang alto mengatakan, "Main kulintang merupakan kegemaran
pokok." Sementara, menurut Turiyah, penyanyinya, "bernyanyi bisa
menghilangkan susah."
Dl YPAC Surabaya, yang ikut grup kulintang, karawitan dan paduan
suara juga anak-anak polio. Selebihnya, para penderita kerusakan
otak, memang "mustahil dapat dibina dalam bidang musik," seperti
kata Yusak, guru musiknya. Menurut rencana, bulan ini akan
dibentuk sebuah grup band. Kulintang nya sendiri beberapa kali
nongol di TVRI Stasiun Surabaya. Dan berkat penampilan tersebut,
mengalir banyak sumbangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini