Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Supaya Pulogadung tetap berasap

Untuk melindungi penduduk dan bahaya pencemaran industri, kini sedang dipersiapkan rancangan undang-undang tentang lingkungan hidup. hukum lingkungan mensejajarkan perkembangan industri & mutu lingkungan.

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari 20 tahun silam penduduk Kampung Rao di Tebingtinggi Deli tiba-tiha merasa bahagia karena berdirinya sebuah kilang pengasapan karet di sisi timur sungai Bahilang. Dari anak-anak muda, laki perempuan, hingga orang dewasa dan nenek-nenek terserap dalam perputaran kerja pabrik. Produksi pabrik itu terus meningkat seirama dengan gemilangnya pasaran karet saat itu. Lambat laun ada juga keluhan masyarakat sekitar, yang memakai air sungai bukan hanya untuk mandi dan cuci, tapi juga jamban dan minum. Pabrik itu mulai memasukkan aroma baru ke kali -- lewat limbah pembersihan karet yang dikeluarkannya. Untunglah tak sempat ada protes keras dan merusak. Maklumlah, banyak perut tertolong oleh pabrik milik seorang tauke Cina itu. Sarana industri ibarat energi bagi sebuah mobil. Lebihlebih sekarang, saat industri mulai di-Pelita-kan. Tapi pembangunan nasional, setidak-tidaknya sejak Pelita 11, tidak hanya ingin menyajikan kue pembangunan untuk rakyat kini. Pandangan baru mulai diapungkan: bumi ini bukan lagi warisan nenek moyang, tapi pinjaman dari anak cucu kita. Karena itu lingkungan hidup beserta sumber yang terkandung di dalamnya harus dilestarikan. Pengisi lingkungan termasuk manusia, tak hanya butuh nasi, tapi juga daya tahan tubuh untuk hidup sehat dan nyaman. Dari itu lingkungan tidak boleh tercemar. Orang mulai kritis terhadap pabrik-pabrik yang mengeluarkan satuan pencemar, yang mengganggu masyarakat seputar. Pemerintah secara aktif ikut pula berperan serta menyebarluaskan aksi perlindungan lingkungan. Media massa turut menyebarkan misi lingkungan ini. Misalnya berita-berita tentang protes penduduk terhadap pabrik Anu. Bahkan di Tulungagung, untuk mengambil contoh, beberapa penduduk telah merusak pabrik yang seenaknya membuang air limbah dan udara beracun. Akan dibiarkankah penyaluran keluhan dilakukan seperti itu? Atau akan dipendam sajakah persoalan itu? Tentu saja tidak. Tapi secara baik-baik, adakah cara penyelesaian yang wajar? Ada: perundingan langsung. Kalau buntu, siapkah hakim menerima perkara-perkara pencemaran sebangsa itu? Siap, dan harus, karena hakim memang tak boleh menolak perkara. Hukumnya soal belakang, dan biasanya akan terpantul lewat kepala pemberi keadilan itu. Karena memang, secara terpadu belum ada dasar hukum tertulis yang menata masalah lingkungan -- baru di sana-sini terpencar dalam beberapa peraturan sektoral. Emil Salim & Bahaya Abnormal Menteri Emil Salim di samping dengan gesit mengumbar persoalan lingkungan hidup ke segenap lapisan sosial, juga ada perhatian terhadap masalah hukum lingkungan ini. Seperangkat peraturan sedang digarapnya, adanya sebuah Rancangan Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup (RUULH). Di samping persoalan baru yang menantangnya, RUULH menjadi menarik karena ia memperkenalkan suatu sistem ganti rugi berdasarkan tanggungjawab mutlak dan langsung (strict-liability). Prinsip ini dapat diterapkan untuk kegiatan-kegiatan industri yang sifatnya berbahaya secara luar biasa (abnornally dangerous activities). Di sini, seorang korban pencemaran, apabila ia menggugat di pengadilan, tak usah harus membuktikan adanya unsur salah si pencemar. Cukup dibuktikan telah terjadi peristiwa pencemaran, dan penggugat terkena akibatnya. Jadi salah atau tidak, si pencemar harus menanggung beban tanggung jawab untuk membayar ganti rugi kepada si.penderita. Tampak yang pokok adalah sifat dari kegiatan itu (nature of the activity). Ini tentu agak aneh, bahkan bertentangan dengan tradisi hukum yang sudah berakar di mana-mana. Hukum kita bilang, tanggung jawab baru muncul pada pelaku perbuatan, apabila dalam melakukan perbuatannya, pihak ini berbuat salah. Tapi begitulah prinsip baru ini, yang sudah mulai dianut di negara-negara berteknologi maju serta berkesadaran lingkungan yang tinggi -- bahkan dalam beberapa perjanjian internasional. Bagaimana itu kegiatan yang bahayanya abnormal? Di negara-negara sana ada beberapa pengukur untuk menentukan suatu industri masuk kelompok ini, antaranya:  apakah kegiatan itu mengandung risiko bahaya yang amat tinggi terhadap manusia, tanah, binatang dan sebagainya  apakah risiko tersebut tak dapat dihindarkan dengan upa ya biasa  apakah kegiatan itu tak merupakan aktivitas biasa  apakah lokasi kegiatan itu cukup tepat dan  bagaimana nilai kegiatan termaksud bagi masyarakat se tempat. Maka di seberang lautan sana kegiatan-kegiatan pengeboran minyak, pabrik-pabrik yang mengandung unsur kimia, penyemprotan bibit tanaman tertentu dan penggunaan jenis-jenis pesawat terbang tertentu, adalah dari sekian aktivitas yang bahayanya diperkirakan abnormal atau ultra. Prinsip ini bermula datang ketika suatu pengadilan Inggris dalam perkara Rylands v. Fletcher di abad l9 memutuskan: seorang pemilik tanah bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi lantaran air yang meluap dari reservoir di tanahnya, setelah melalui sebuah tempat penggalian batubara yang tak terpakai lagi, merembes ke wilayah tetangga. Padahal sang pemilik tanah sama sekali tak mengetahui, dan karena itu ia tak salah, akan akibat yang mungkin terjadi dari pengunaan tanahnya. Tapi itu tak soal, kata pengadilan. Yang penting, barangsiapa membawa, mengumpulkan, serta menyimpan di tanahnya sesuatu yang berbahaya bila terjadi kerusakan, bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan kejadian itu: Mulailah diperkenalkan pengertian penggunaan tidak alamiah (non natural use) dari tanah. Para ahli hukum kemudian menimpali keputusan ini dengan pandangan bahwa tanggungjawab mutlak inilah yang kiranya tepat untuk menjawab dampak negatif dari industri yang memiliki teknologi tinggi. Prinsip ini akan menolong korban yang umumnya tak memiliki teknologi-tanding untuk menunjukkan ada tidaknya unsur salah dalam tingkah pencemar. RUU-LH menawarkan kemungkinan penggunaan sistem ganti rugi ini --yang kelak akan dilaksanakan lewat peraturan perundang-undangan sektoral. Tujuannya adalah agar supaya industri lebih mawas diri untuk menggunakan teknologi, bukan hanya untuk produksi, tapi juga mencegah atau mengurangi polusi. Keharusan memakai teknologi yang tersedia untuk perlindungan lingkungan sudah umum di negara-negara maju -- sehingga mereka akan bahagia bisa masuk ke suatu negara yang pengaturan lingkungannya belum ketat. Dengan demikian, mudah-mudahan, tak akan terjadi ledakan dari kegiatan minyak lepas pantai seperti di Santa Barbara yang terkenal itu. Ikan-ikan dan nelayan di Laut Jawa tak harus lagi khawatir dengan banyaknya instalasi-instalasi minyak di laut. Penduduk di sekitar daerah industri tak harus was-was bahwa paru-paru mereka akan kotor dan rusak, sejalan dengan berobahnya cat rumah dari putih ke abu-abu. Hukum lingkungan secara luas mencoba mensejajarkan perkembangan pesat industri dan penjagaan mutu lingkungan. Hukum lingkungan akan menyalurkan keluhan masyarakat secara yuridis, dan mengharamkan main hakim sendiri terhadap pabrik. Industri harus dilindungi. Bak kata seorang hakim di AS dalam kasus Versailles Borough v. Mc Keesport Coal, 1935, yang memeriksa tuntutan masyarakat untuk menutup sebuah pabrik di Pittsburgh: "Tanpa asap, Pittsburgh hanya tinggal sebuah desa yang mungil." Artinya di Indonesia: Tanpa asap, kawasan industri semacam Pulogadung, hanya berupa rawa sarang nyamuk, atau tumpukan rumah mewah tok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus