Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Bumi Manusia Difilmkan, Ini Pesan Keluarga Pramoedya Ananta Toer

Terkait dengan rencana pembuatan film Bumi Manusia, keluarga besar Pramoedya Ananta Toer pun menitipkan pesan kepada para sineas dan penonton.

26 Mei 2018 | 09.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anak ketiga Pramoedya Ananta Toers dan cucunya, Astuti Anaanta Toer dan Angga Okta Rahma berfoto bersama di Studio Alam Gamplong, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Kamis, 24 Mei 2018 malam. TEMPO/Pito Agustin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Novel Bumi Manusia karya sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer akan difilmkan. Film produksi Falcon Pictures ini rencananya digarap sutradara Hanung Bramantyo dan Salman Aristo sebagai penulis skenario.

Baca: Bumi Manusia, Banyak Dilamar Sutradara Tapi Tak Kunjung Difilmkan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terkait dengan rencana pembuatan film Bumi Manusia tersebut, keluarga besar Pramoedya Ananta Toer pun menitipkan pesan kepada para sineas dan penonton.

“Setelah Bumi Manusia naik ke layar lebar, sutradara dan penulis skenario jangan bikin asal-asalan,” kata anak ketiga Pram, Astuti Ananta Toer, saat ditemui Tempo di Studio Alam Gamplong, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Kamis, 24 Mei 2018.

Astuti merasa perlu menyampaikan pesan tersebut lantaran Pram menulis buku-bukunya berdasarkan hasil riset bertahun-tahun. Dia meminta filmnya tidak dibuat sembarangan karena film yang akan ditayangkan nanti merupakan film sejarah.

Lewat film ini, dia ingin anak-anak muda bisa menangkap sejarah yang disampaikan. “Karena sejarah masa 1890-1918 itu enggak ada yang ditulis dalam sastra Indonesia,” kata Astuti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dampak dari tak tertulisnya sejarah di masa itu antara lain tak munculnya sosok besar yang merupakan Bapak Jurnalis Indonesia, Raden Mas Tirto Adisuryo. Padahal dia adalah pendiri media massa Medan Prijaji dan menulis di sejumlah media lainnya masa itu. Sejarah tentang Tirto baru diketahui setelah Pram menulis. Tapi kenapa enggak masuk dalam pendidikan bangsa ini,” kata Astuti.

Sutradara, penulis naskah, para pemain Bumi Manusia serta putri dan cucu sastrawan Pramoedya Ananta Toer (ANTARA)

Astuti meyakini sosok Minke yang ditulis ayahnya dalam Bumi Manusia adalah gambaran Tirto saat masih muda. Kemudian novel-novel lainnya dalam tetralogi Pulau Buru itu, Tirto digambarkan sudah matang dan dewasa. “Ini roman sejarah bumi manusia,” kata Astuti.

Sementara cucu Pram, Angga Okta Rahma, mengisahkan sisi lain di balik penulisan novel Bumi Manusia di Pulau Buru. Sekitar akhir 1960 hingga awal 1970, banyak tahanan di sana yang depresi.

Mereka ada yang bunuh diri, ada yang mencari-cari masalah agar dibunuh. Kemudian pada 1973, Pram melisankan karya Bumi Manusia-nya yang ditulis di atas kertas semen. “Tujuannya agar tahanan lebih berani, lebih kuat menjadi manusia seutuhnya,” kata Angga.

Dalam mengisahkan karya yang ditulisnya itu, Pram mengambil sosok tokoh Nyai Ontosoroh. Seorang perempuan yang hidup dari nol dan tumbuh menjadi sosok yang kuat. Pram bilang kepada teman-temannya. “Lihat itu Nyai Ontosoroh. Dia perempuan, betapa kuatnya dia. Dan kau laki-laki, apa mau kalah?” kata Angga menirukan.

Dari film Bumi Manusia, keluarganya pun berharap penonton dapat menguatkan dirinya, dapat menjadi lebih berani, serta mencintai keadilan, kebenaran, dan seni budaya.

Pito Agustin Rudiana

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus