Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kalam Dari Dewan Pers

Hadiah Kalam Kencana, diberikan dewan pers untuk bidang lay out, tajuk rencana, karikatur & foto. Tradisi ini akan ditingkatkan dengan menilai bidang reportase, feature & berita. Majalah diikut sertakan.(md)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPUK tangan gemuruh menyambut diumumkannya harian Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta) sebagai pemenang hadiah Kalam Kencana untuk layout tahun 1978 dalam suatu upacara di Surabaya dua pekan yang lalu. Sambutan meriah itu mungkin disebabkan karena Kedaulatan Rakyat merupakan satu-satunya koran daerah yang memenangkan hadiah. Hadiah lain dimenangkan oleh Sinar Harapan (tajuk rencana) dan Kompas (foto dan karikatur). Tradisi pemberian hadiah Kalam Kencana yang merupakan keputusan Dewan Pers dimulai tahun 1974. Tapi waktu itu tidak ada yang mencapai standar yang ditentukan, sehingga yang diberikan hanya sekedar tanda penghargaan. Tahun 1976 Sinar Harapan menjadi pemenang tunggal untuk tajuk rencananya. Tahun inipun baru 4 bidang yang dinilai. Reportase, Feature dan berita belum terjamah untuk dinilai, karena "kemampuan belum memungkinkan," kata Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, Sukarno, pekan lalu. Saat ini Kalam Kencana merupakan satu-satunya lembaga hadiah pers yang bersifat nasional (ada lagi hadiah Adinegoro yang terbatas untuk anggota PWI Jaya). Tujuan diadakannya hadiah pers adalah untuk memberi penghargaan pada karya-karya pers yang dianggap terbaik. "Dengan demikian akan meningkatkan antusiasme wartawan dalam melaksanakan tugasnya. Dan lebih lanjut aspirasi terhadap hidup dan penghidupan pers akan meningkat pula," kata Tjuk Atmadi, Direktur Bina Pers Deppen yang tahun ini bertindak sebagai Sekretaris Panitia Hadiah Pers. Walau hadiahnya tidak terlalu besar uang Rp 250 ribu tambah piala dan piagam, Kalam Kencana tampaknya merangsang banyak penerbitan untuk berlomba memenangkan hadiah tersebut. Ketua Dewan Juri Kalam Kencana Ny. Astrid S. Susanto mengatakan bahwa juri menerima bahan-bahan yang harus dinilai dari Deppen tanpa tahu sama sekali bahan-bahan itu berasal dari penerbitan mana, kecuali untuk lay-out. Ciri-ciri yang menunjukkan asal penerbitan dihilangkan sehingga juri hanya menilai apa yang disajikan saja. Walau diakuinya bahwa tidak bisa dihindari kalau juri bisa mengenal bahan dari penerbitan yang tiap hari dibaca. Paling berat menurut Astrid adalah untuk menilai tajuk, yang tahun ini jumlah yang dinilai lebih dari 100. Ia cenderung untuk menganjurkan agar pemenang di bawah nomer 1 pun diberi hadiah, karena sebetulnya nilai yang diperoleh tidak berbeda banyak. Hadiahnya tidak perlu uang dan piala, cukup tanda penghargaan saja. Menurut Astrid, ini akan sangat membantu pihak yang bersangkutan karena dengan pemberian penghargaan itu mereka akan tahu di mana kedudukannya. Proses penilaian Kalam Kencana sendiri bisa mengundang kritik. Sekarang ini Komisi Hadiah Pers mengumumkan pada para penerbit pers untuk mengirimkan karya-karya terbaiknya. Pengumuman itu disebarluaskan lewat Kantor Wilayah Deppen. Berbeda dengan tahun-tahun yang lalu, mulai tahun ini ditunjuk suatu Dewan Juri yang bersifat independen, yang terdiri dari bukan wartawan atau ahli publisistik yang aktif. Alasannya, menurut Jakob Oetama yang menjabat Ketua Komisi Hadiah Pers, "agar penilaiannya lebih fair." Banyak yang berpendapat sebaiknya penelitian dilakukan secara diam-diam sepanjang tahun tanpa penerbit pers harus mengirimkan karya-karya terbaiknya. "Sehingga dapat dihindarkan kesan penulisan karya jurnalistik khusus untuk memburu hadiah," kata seorang wartawan muda Kompas. Ia sendiri mengakui tidak pernah tertarik untuk mengikuti lomba penulisan karya jurnalistik akhir-akhir ini yang banyak di antaranya dianggapnya bisa menjurus pada "pelacuran jurnalistik". Sebuah koran yang baik menurutnya tentu akan mencoba menyajikan tulisan sebaik mungkin, termasuk menulis ulasan tentang hal-hal atau peristiwa tertentu tanpa harus disayembarakan. Pulitzer Kekurangan ini disadari oleh penyelenggara. Sukarno dan Tjuk Atmadi menganggap ideal sistim di mana panitia mengumpulkan sendiri bahan-bahan untuk dinilai, tanpa para penerbit harus mengirimkan sendiri karya-karyanya seperti yang dilakukan penyelenggara hadiah Pulitzer. "Kalau orang kurang suka dengan sistim sekarang, sistim bisa dirubah. Tapi Dewan Pers kekurangan tenaga dan biaya," kata Jakob Oetama yang juga setuju pada perubahan cara penilaian. Saat ini penilaian untuk hadiah Kalam Kencana baru terbatas pada suratkabar harian. Sukarno mengatakan di waktu mendatang majalah juga akan dinilai karena sama-sama pers. Ia juga berpendapat bahwa sebaiknya juga diberikan penghargaan pada orang yang dengan pengelolaannya yang baik berhasil membuat penerbitan persnya berkembang. Tapi penghargaan itu bukan dalam bentuk Kalam Kencana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus