TEPUK tangan gemuruh menyambut diumumkannya harian Kedaulatan
Rakyat (Yogyakarta) sebagai pemenang hadiah Kalam Kencana untuk
layout tahun 1978 dalam suatu upacara di Surabaya dua pekan yang
lalu.
Sambutan meriah itu mungkin disebabkan karena Kedaulatan Rakyat
merupakan satu-satunya koran daerah yang memenangkan hadiah.
Hadiah lain dimenangkan oleh Sinar Harapan (tajuk rencana) dan
Kompas (foto dan karikatur).
Tradisi pemberian hadiah Kalam Kencana yang merupakan keputusan
Dewan Pers dimulai tahun 1974. Tapi waktu itu tidak ada yang
mencapai standar yang ditentukan, sehingga yang diberikan hanya
sekedar tanda penghargaan. Tahun 1976 Sinar Harapan menjadi
pemenang tunggal untuk tajuk rencananya. Tahun inipun baru 4
bidang yang dinilai. Reportase, Feature dan berita belum
terjamah untuk dinilai, karena "kemampuan belum memungkinkan,"
kata Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, Sukarno, pekan lalu.
Saat ini Kalam Kencana merupakan satu-satunya lembaga hadiah
pers yang bersifat nasional (ada lagi hadiah Adinegoro yang
terbatas untuk anggota PWI Jaya). Tujuan diadakannya hadiah pers
adalah untuk memberi penghargaan pada karya-karya pers yang
dianggap terbaik. "Dengan demikian akan meningkatkan antusiasme
wartawan dalam melaksanakan tugasnya. Dan lebih lanjut aspirasi
terhadap hidup dan penghidupan pers akan meningkat pula," kata
Tjuk Atmadi, Direktur Bina Pers Deppen yang tahun ini bertindak
sebagai Sekretaris Panitia Hadiah Pers.
Walau hadiahnya tidak terlalu besar uang Rp 250 ribu tambah
piala dan piagam, Kalam Kencana tampaknya merangsang banyak
penerbitan untuk berlomba memenangkan hadiah tersebut.
Ketua Dewan Juri Kalam Kencana Ny. Astrid S. Susanto mengatakan
bahwa juri menerima bahan-bahan yang harus dinilai dari Deppen
tanpa tahu sama sekali bahan-bahan itu berasal dari penerbitan
mana, kecuali untuk lay-out. Ciri-ciri yang menunjukkan asal
penerbitan dihilangkan sehingga juri hanya menilai apa yang
disajikan saja. Walau diakuinya bahwa tidak bisa dihindari kalau
juri bisa mengenal bahan dari penerbitan yang tiap hari dibaca.
Paling berat menurut Astrid adalah untuk menilai tajuk, yang
tahun ini jumlah yang dinilai lebih dari 100. Ia cenderung untuk
menganjurkan agar pemenang di bawah nomer 1 pun diberi hadiah,
karena sebetulnya nilai yang diperoleh tidak berbeda banyak.
Hadiahnya tidak perlu uang dan piala, cukup tanda penghargaan
saja. Menurut Astrid, ini akan sangat membantu pihak yang
bersangkutan karena dengan pemberian penghargaan itu mereka akan
tahu di mana kedudukannya.
Proses penilaian Kalam Kencana sendiri bisa mengundang kritik.
Sekarang ini Komisi Hadiah Pers mengumumkan pada para penerbit
pers untuk mengirimkan karya-karya terbaiknya. Pengumuman itu
disebarluaskan lewat Kantor Wilayah Deppen. Berbeda dengan
tahun-tahun yang lalu, mulai tahun ini ditunjuk suatu Dewan Juri
yang bersifat independen, yang terdiri dari bukan wartawan atau
ahli publisistik yang aktif. Alasannya, menurut Jakob Oetama
yang menjabat Ketua Komisi Hadiah Pers, "agar penilaiannya lebih
fair."
Banyak yang berpendapat sebaiknya penelitian dilakukan secara
diam-diam sepanjang tahun tanpa penerbit pers harus mengirimkan
karya-karya terbaiknya. "Sehingga dapat dihindarkan kesan
penulisan karya jurnalistik khusus untuk memburu hadiah," kata
seorang wartawan muda Kompas. Ia sendiri mengakui tidak pernah
tertarik untuk mengikuti lomba penulisan karya jurnalistik
akhir-akhir ini yang banyak di antaranya dianggapnya bisa
menjurus pada "pelacuran jurnalistik". Sebuah koran yang baik
menurutnya tentu akan mencoba menyajikan tulisan sebaik mungkin,
termasuk menulis ulasan tentang hal-hal atau peristiwa tertentu
tanpa harus disayembarakan.
Pulitzer
Kekurangan ini disadari oleh penyelenggara. Sukarno dan Tjuk
Atmadi menganggap ideal sistim di mana panitia mengumpulkan
sendiri bahan-bahan untuk dinilai, tanpa para penerbit harus
mengirimkan sendiri karya-karyanya seperti yang dilakukan
penyelenggara hadiah Pulitzer. "Kalau orang kurang suka dengan
sistim sekarang, sistim bisa dirubah. Tapi Dewan Pers kekurangan
tenaga dan biaya," kata Jakob Oetama yang juga setuju pada
perubahan cara penilaian.
Saat ini penilaian untuk hadiah Kalam Kencana baru terbatas pada
suratkabar harian. Sukarno mengatakan di waktu mendatang majalah
juga akan dinilai karena sama-sama pers. Ia juga berpendapat
bahwa sebaiknya juga diberikan penghargaan pada orang yang
dengan pengelolaannya yang baik berhasil membuat penerbitan
persnya berkembang. Tapi penghargaan itu bukan dalam bentuk
Kalam Kencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini