HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
Oleh: Victor Immanuel Tanja
Terjemah: Hersri
Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta
Tahun: 1982
Tebal: 181 halaman
PIMPUNAN Mahasiswa Islam (HMI), boleh dikatakan satu-satunya
organisasi mahasiswa yang terlibat dalam pergumulan pemikiran
keagamaan. Paling tidak sebagian tokohnya -terutama sekitar
akhir 1960-an dan awal 1970-an.
Tidak mengherankan bila organisasi mahasiswa tertua ini cukup
beroleh perhatian, dalam studi mengenai perkembangan Islam
mutakhir di Indonesia.
Misalnya dari Dr. B.J. Boland, dengan disertasinya The Struggle
of Islam in Modern Indonesia, 1971. Atau Dr. Kamal Hasan dengan
disertasinya Contemporary Muslim Religion-Political Thought in
Indonesia: Response to 'New Order'Modernization, 1975.
Tapi berbeda dengan kedua buku di atas, karya Victor Tanja
ini--berasal dari disertasinya pada Hartford Seminary Foundation
di Hartford, Connecticut, Amerika Serikat, 1979--lebih
menumpukan sorotannya pada HMI sendiri.
Seperti dikatakan penulisnya, buku ini memang "suatu telaah
menyejarah yang berusaha untuk memberikan gambaran tentang
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), tentang lahirnya dan
perkembangannya, kegiatannya, kedudukan ideologis dan tempamya
di tengah-tengah dan di dalam hubungannya dengan
gerakan-gerakan pembaruan Muslim di Indonesia" (hal. 9).
Selintas pandang, buku ini memang cukup berhasil memberikan
informasi mendalam tentang HMI. Dalam bagianbagian permulaan
dikemukakan latar belakang historis dan ideologis yang, mungkin,
dimaksudkan untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang tempat
organisasi mahasiswa terbesar ini dalam peta pergerakan Islam di
Indonesia. Juga tentang peranannya dalam perjuangan kemerdekaan
dan perjuangan Orde Baru, dan tentang posisinya dalam gerakan
kemahasiswaan.
Yang pertama-tama layak dicatat di sini adalah pengungkapannya,
bahwa HMI sejak semula tidak mempunyai hubungan organisasi
dengan Masyumi. Kaitan HMI dengan Masyumi memang pernah
ditiupkan dengan gencar oleh kalangan PKI. Ini penting dicatat,
sebab dari kenyataan ini bisa dimengerti mengapa HMI merupakan
kalangan yan tidak (terlalu) mempunyai hambatan psikologis
untuk mengadakan kritik tajam terhadap Masyumi. Bukan saja dalam
hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, melainkan
juga yang berkaitan dengan aspek-aspek ideologi.
Perkara ideologi memang banyak disorot: banyak dibahas masalah
dan ide-ide pembaruan. Hanya bila terasa ada sesuatu yang kurang
kena, itu mungkin diakibatkan oleh dua sebab. Pertama, penulis
nampaknya bertolak dari anggapan, bahwa HMI adalah organisasi
pembaru di kalangan Islam. Kedua, penulis--setidaknya menurut
kesan saya-agak menjumbuhkan ide-ide Nurcholish Madjid dengan
apa yang disebumya 'ideologi' HMI.
Tiada Penerus
Anggapan bahwa HMI organisasi pembaru, sukar dibuktikan. HMI
bukan organisasi keagamaan semacam Muhammadiyah, Persatuan Islam
(Persis) dan AL-Irsyad, misalnya. Yang terakhir itu --yang
biasanya digolongkan ke dalam gerakan pembaru -- memang
mempunyai dan mengembangkan paham keagamaan tersendiri. Paham
itulah yang memberikan identitas--yang mengikat para anggotanya
dan membedakan mereka dari kelompok-kelompok lain.
HMI sebaliknya, tidak mempunyai-apalagi mengembangkan--paham
keagamaan tertentu. Paham keagamaan para anggotanya
bermacam-macam, mungkin satu sama lain berbeda atau bahkan
berlawanan. HMI pada dasarnya hanya organisasi persinggahan
sementara. Para anggota bergantian datang dan pergi.
Karena anggapan bahwa HMI organisasi pembaru itulah, mungkin,
penulis buku ini mengidentikkan ide-ide Nurcholish Madjid dengan
ideologi HMI. Satusatunya pemikiran Nurcholish yang secara
formal diakui sebagai landasan ideologis HMI, adalah Nilai-nilai
Dasar Perjuangan -- biasa disebut NDP. Tapi NDP tidak. merupakan
ide yang kontroversial di kalangan HMI. Berbeda dengan ide
Nurcholish yang lain, 'sekularisasi' misalnya.
Sebagai tambahan bisa dikemukakan, NDP adalah pemikiran
Nurcholish yang dikokohkan Kongres HMI di Malang. Namun
finalisasi NDP sendiri, oleh Kongres Malang diamanatkan kepada
Nurcholish Madjid, Endang Saifuddin Anshari dan Sakib Mahmud.
Sengaja nama Endang Saifuddin disebut di sini, sebab terhadap
ide-ide Nurcholish, terutama masalah sekularisasinya, ia salah
seorang penentang.
Catatan lain mereka yang mendukung getol ide-ide Nurcholish
tentang sekularisasi justru tokoh-tokoh non-HMI. Misalnya saja
Utomo Dananjaya dan Usep Fathuddien, dua tokoh Pelajar Islam
Indonesia (Pll) kala itu. Nama lain: almarhum Ahmad Wahib, yang
waktu itu sudah bukan anggota HMI. Sedang HMI sendiri sebagai
organisasi tidak pernah menunjukkan sikap yang jelas terhadap
ide-ide Nurcholish yang kontraversial. Hatta sekarang.
Catatan-catatan di atas sama sekali tidak menafikan
keterlibatan--bahkan peranan -- HMI dalam pergumulan dengan
ide-ide pembaruan, terutama yang dilontarkan Nurcholish Madjid.
Kebanggaan terhadap Nurcholish, sebagai tokoh HMI yang sangat
menonjol dalam lingkungan organisasi yang dipimpinnva dan Juga
generasi sebayanya, membuat ide-idenya lebih didengar tinimbang
kritik-kritik para penentang. Bekas itu masih ada, cuma makin
kabur. Para pengganti Nurcholish hanya mewarisi keketuaannya.
Sedang kepembaruannnya ikut pergi bersama dia.
Sayang sekali hal itu tidak tersorot dalam buku Victor
ini--meskipun Victor Tanja telah memberi sumbangan sangat
berharga untuk menambah informasi tentang HMI. Bagi para anggota
IIMI sendiri tentu merupakan suatu kebanggaan. Sebuah
nostalgia, mungkin.
Djohan Effendi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini