Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Cerita Pembalasan di Tengah Badai Salju

Film kedelapan Tarantino yang masih saja mengejutkan dan menegangkan. Masih tentang pembalasan pada masa pasca-Perang Saudara.

1 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

The Hateful Eight
Sutradara: Quentin Tarantino
Skenario: Quentin Tarantino
Pemain: Kurt Russell, Samuel L. Jackson, Jennifer Jason Leigh, Tim Roth, Bruce Dern, Michael Madsen, Channing Tatum

Quentin Tarantino adalah pencerita ulung. Master of storyteller. Tak ada yang lebih asyik daripada menyaksikan dan mendengarkan tokoh-tokoh ciptaan Tarantino beraksi. Gambar dan kata sama-sama penting, dan di dalam dunia Tarantino, keduanya sudah pasti akan menimbulkan ketegangan sekaligus kegairahan.

Di dalam filmnya yang kedelapan, kita dibawa ke periode awal pemerintahan Abraham Lincoln, di sebuah padang luas di Wyoming yang baru saja digedor badai salju. Rekaman panorama ini untuk beberapa detik pertama memberikan suasana penuh tanda tanya: seorang Afro-Amerika, Mayor Marquis Warren (Samuel L. Jackson), bekas tentara yang berperang dalam Perang Saudara, terjebak di tengah badai salju. Sebuah kereta berisi John Ruth (Kurt Russell), sang Eksekutor—mereka menyebutnya The Hangman, karena hukuman mati sering dijalankan dengan menggantung. Di tangan Ruth, terdapat borgol yang mengikat lengan Daisy Domergue (Jennifer Jason Leigh), perempuan galak yang lebih dikenal sebagai pembunuh bayaran jitu. Setelah tawar-menawar yang rewel, John Ruth merelakan Mayor Warren nebeng kereta mereka di tengah gempuran salju.

Meski adegan perbincangan antara Ruth dan Mayor Warren cukup panjang dan sesekali dramatis—melibatkan tabok sana-sini kepada Daisy Domergue yang melemparkan ucapan rasis kepada Warren—seperti biasa Tarantino hanya memberi info secukupnya tentang tokoh-tokohnya. Apalagi ada satu penumpang baru bernama Mannix (Walton Goggins), yang mengaku calon sheriff di Red Rock. Maka perbincangan semakin seru dan sama sekali tak bisa dilewatkan karena semuanya membangun plot cerita yang penuh kejutan.

Seperti film Kill Bill dan Inglourious Basterds, film Tarantino ini dibagi-bagi per babak seperti sebuah novel. Babak berikutnya adalah keputusan mereka beristirahat di warung Minnie karena badai salju semakin parah. Di warung tersebut, mereka tak bertemu dengan pemiliknya, Ibu Minnie, tapi dengan tokoh-tokoh baru yang tak dikenal, yakni koboi Meksiko bernama Bob (Demián Bichir), pensiunan jenderal Konfederasi (Bruce Dern), koboi raksasa yang malas berbicara (Michael Madsen), serta lelaki Inggris yang ceriwis bernama Oswaldo Mobray (Tim Roth). Begitu Mayor Warren menyadari si pemilik warung Minnie "menghilang", kita semua sudah merasakan ada sesuatu yang salah. Suasana tegang karena setiap orang tampak memiliki rahasia dan misi di dalam warung itu.

Mereka yang belum pernah menyentuh dunia Tarantino sebaiknya paham bahwa dia adalah sutradara yang sangat tidak mementingkan sikap politically correct. Dia bukan sutradara yang peduli akan reaksi penonton terhadap tokoh-tokoh yang mengeluarkan sumpah-serapah dengan kata-kata kasar, misoginistik, atau memuncratkan berliter-liter darah seperti yang dia gambarkan dalam film Reservoir Dogs, Inglourious Basterds, dan Django Unchained. Bagi Tarantino, karena dia percaya plot harus dibentuk oleh karakter, semua karakter dalam film-filmnya, termasuk film terbarunya ini, kuat, saling mengisi, serta memiliki misi dan tujuan.

Ada elemen detektif gaya bercerita Agatha Christie: ada beberapa orang yang "dikurung" di dalam satu ruangan tertutup dan saling mencurigai siapa yang ingin membunuh dan siapa yang akan segera mati.

Ciri khas Tarantino dalam plotnya adalah pembalasan dendam. Bahwa pembalasan dendam itu terasa pembalikan sejarah seperti dalam film Inglourious Basterds dan Django Unchained, Tarantino tak peduli, karena dia justru tengah mempermainkan mereka yang tertindas dalam sejarah. Di dalam film ini, para karakter tak diperkenankan menjadi orang baik. Perbudakan baru saja dihapus, tapi bukan berarti rasisme juga ikut-ikutan menguap. Ditambah pembunuh bayaran dan pelaku kriminal yang sudah tak jelas batasnya, dua jam sama sekali tak terasa karena delapan tokoh penuh dendam dan benci itu sungguh menimbulkan ketegangan demi ketegangan hingga puncak yang berdarah. Yang agak unik, setelah beberapa babak, Tarantino memberikan sebuah babak kilas balik yang membutuhkan seorang pencerita. Dan khusus untuk babak kilas balik itu, suara Tarantino mendadak muncul sebagai si pendongeng.

Semua pemain tampil prima. Jennifer Jason Leigh dan Samuel Jackson sangat menonjol dalam film ini. Tapi yang tak boleh dilupakan adalah panorama Wyoming yang seolah-olah ditutup selimut putih bersih itu, dengan komposisi musik megah Ennio Morricone. Film The Hateful Eight adalah salah satu dongeng Tarantino yang mencekam. Tarantino akan melengkapinya dengan kejutan demi kejutan pada setiap babak dan tentu saja babak akhir akan menjadi kejutan terbesar.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus