Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dansa di Jalur Sutra

Kelompok tari Danstheater, Belanda, mementaskan Silk, lakon tentang denyut kehidupan budaya di sepanjang Jalur Sutra.

12 Mei 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepintal sutra berwarna putih sebesar kepalan tangan menyembul dari rambut seorang penari perempuan. Karena ia dikejar-kejar oleh penari laki-laki, pintalan sutra itu jatuh dari kepalanya. Sang putri segera menyambar dan menangkap pintalan itu agar tak direbut penari laki-laki. Pintalan itu seharusnya dirahasiakan. Membawa keluar sutra dari Cina pada saat itu adalah hal terlarang.

Kedua penari itu kejar-kejaran memperebutkan pintalan sutra. Benang sutra itu meliuk-liuk mengikuti raga sang penari. Berpindah tangan berkali-kali dan akhirnya kembali ke tangan sang putri. Putri yang kelak menjadi istri Raja Khotam itu menyembunyikan kembali sutra ke dalam rambutnya, lantas berlari pergi.

Silk adalah sebuah lakon interpretasi International Danstheater atas cerita Jalur Sutra. Danstheater—kelompok tari tertua di Belanda, dibentuk pada 1961—menggabungkan dua legenda sutra, perihal penemuan dan perjalurannya keluar dari Cina. Lakon itu dituturkan bukan melalui percakapan, melainkan lewat koreografi. Silk dipentaskan oleh 11 penari Danstheater di Gedung Kesenian Jakarta pada Jumat malam dua pekan lalu. "Lakon ini mengangkat budaya yang hidup di sepanjang Jalur Sutra," ujar koreografer Jan Linkens.

Linkens punya dua alasan mengangkat tema Jalur Sutra. Pertama, dengan Jalur Sutra, ia bisa mengangkat cerita banyak budaya dalam satu pementasan. Kedua, ia ingin mengangkat cerita masa awal pertemuan budaya Timur dengan Barat, dan Jalur Sutra mewakili itu.

Koreografi Linkens terinspirasi dari dua legenda beda zaman: legenda penemuan sutra oleh dewi Hsi Ling Shih, yang hidup tahun 3000 sebelum Masehi, dan legenda permaisuri Cina yang menyelundupkan sutra ke Kerajaan Khotam yang hidup pada tahun 440 Masehi. Sang permaisuri Cina, dikisahkan Linkens, berjalan dari Timur ke Barat menyusuri Gurun Taklamakan, Kazakstan, Uzbekistan, Persia, dan Irak. Konon di Khotam inilah pertama kali industri sutra berkembang dan seterusnya dikirim ke negara-negara Barat.

Untuk menampilkan kebudayaan Persia, para penari mengenakan kostum kaftan. Dalam beberapa adegan, mereka mengenakan baju sari, yang berkembang di India. Suatu kali juga muncul naga barongsai mewakili Cina.

Dalam Silk, Linkens tidak menuturkan tentang penelusuran jalur itu dengan runtut sebagaimana ditulis literasi sejarah. Bahkan yang pertama kali ditampilkan adalah pencarian sutra yang dilakukan oleh "orang-orang Barat", ketika sembilan penari berjubah abu-abu laksana zirah bertemu dengan serombongan penari berkostum silat hitam-hitam. "Kalau menampilkan secara runtut, bisa-bisa pementasan berlangsung enam jam," ujar Linkens.

Ada sedikitnya sepuluh tema kostum yang dikenakan para penari dalam lakon yang berdurasi sekitar satu jam itu. Kostum itu berganti-ganti sesuai dengan pergantian lokasi.

Gaya koreografi yang disuguhkan Danstheater tak lepas dari latar belakang Jan Linkens yang menekuni balet di National Ballet Amsterdam selama 17 tahun. "Bisa dibilang gaya yang dibawakan adalah balet modern. Namun saya menyebutnya kontemporer. Sepenuhnya kontemporer," katanya.

Komitmen Linkens pada dansa kontemporer inilah yang membuat Danstheater menjauhi tari tradisional. Maka, pada pementasan Jumat dua pekan lalu, tak tampak sedikit pun tarian tradisional. Yang disebut oleh Linkens sebagai "budaya-budaya sepanjang Jalur Sutra" justru tampak hanya melalui kostum dan musik latar yang dimainkan oleh grup Göksel Yilmaz Ensemble.

Adapun gaya tari yang ditampilkan para penari dari awal hingga selesai pementasan hampir tak berubah. Seandainya Danstheater juga mengeksplorasi koreografi tari-tarian yang hidup di Jalur Sutra, pasti pementasan akan jadi jauh lebih menarik.

Ananda Badudu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus