Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Jika Manusia Laba-laba Melawan Tiga Penjahat

Sekuel manusia laba-laba dengan sang kekasih yang terlalu padat dengan subplot dan berbagai penjahat. Akhir film yang menyedihkan bagi penggemarnya.

12 Mei 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

The Amazing Spider Man 2
Sutradara: Marc Webb
Skenario: Roberto Orci, Alex Kurtzman, dan Jeff Pinkner (Diambil dari karya Stan Lee dan Steve Ditko)
Pemain: Andrew Garfield, Emma Stone, Jamie Foxx, Dane DeHaan, Paul Giamatti, Sally Fields

Peter Parker dan Gwen Stacy.

Mereka berdua berlari di tengah kekacauan Kota New York yang mendadak hitam dan gelap. Electro (Jamie Foxx)-lah, penjahat baru, monster baru musuh Spider-Man, yang mematikan seluruh listrik New York. Kekuatan listrik dalam tubuhnya itu sungguh berbahaya. Hanya Spider-Man (Andrew Garfield) dan kekasihnya yang jenius, Gwen, yang paham bagaimana mengendalikan kekuatan listrik itu. "Aku ikut, aku ikut!" Gwen (Emma Stone) memaksa ikut membantu kekasihnya yang ingin menyelamatkan dunia. Peter Parker alias Spider-Man alias Spidey dengan wajah bandel mengeluarkan jaring laba-labanya, melesat, dan mengikat lengan Gwen ke pucuk mobil. "Maaf, saya mencintaimu, tapi saya harus melakukan ini sendirian."

"Peter!" Gwen berteriak jengkel, lantas buru-buru menutup mulutnya karena dia teringat publik tak boleh mengetahui identitas Spider-Man.

Ini adegan yang lucu dan hangat. Bara asmara pasangan Peter dan Gwen memercik melampaui layar lebar Anda hingga kita jauh lebih tertarik melihat rangkaian pingpong dialog yang tangkas dan cerdas di antara kedua tokoh itu daripada adegan laga yang biasanya menjadi jualan film-film yang diangkat dari komik superhero ciptaan Stan Lee ini.

Padahal sutradara Marc Webb (500 Days of Summer, 2009, dan The Amazing Spider-Man, 2013) mencoba menaikkan kelas sekuel ini menjadi film yang lebih megah, lebih dahsyat, dan penuh dengan adegan laga.

Celakanya, "menaikkan kelas" bagi Webb adalah mengubah tim penulis skenario. Pada film pertama, tim penulis skenario terdiri atas James Vanderbilt, Alvin Sargent, dan Steve Kloves, yang langsung meruntuhkan ejekan dan keraguan orang-orang yang menganggap hanya Tobey Maguire yang layak menjadi Spider-Man. Webb, lengkap dengan tim penulis skenario dan casting pasangan Andrew Garfield dan Emma Stone, ternyata berhasil menggugurkan cibiran yang meremehkan itu. Garfield, meski wajahnya terlalu keren untuk seorang Peter Parker yang digambarkan sebagai seorang pelajar penggila ilmu pengetahuan dan penggemar fotografi, berhasil menampilkan Peter yang gugup, pemalu, sensitif, sekaligus lucu dan agak nakal. Hasil arahan Webb adalah dua gunduk emas: pertama, ledakan box-office, dan kedua, Andrew Garfield dan Emma Stone menjadi pasangan paling populer dan hip di layar lebar dan di luar film.

Dalam sekuel Spidey, Webb bergabung dengan penulis skenario Alex Kurtzman, Roberto Orci, dan Jeff Pinkner, yang menulis seperti orang panik: banyak cerita, banyak telikungan, seabrek komplikasi, dan penjahat yang muncul di setiap sudut. Ada Max Dillon yang berubah menjadi Electro; ada Harry Osborne (Dane DeHaan) yang kemudian berubah menjadi Green Goblin; lantas masih ada mafioso Rusia, Aleksei Sytsevich, yang menjadi Rhino.

Peter dan Gwen sama-sama baru lulus SMA. Gwen tengah berburu beasiswa ke Oxford University, Inggris, sehingga Peter menjadi galau, apalagi bayangan ayah Gwen almarhum dengan pesan agar tak membahayakan hidup Gwen itu terus saja menghantuinya. Persoalan jadi rumit karena kegalauan Peter membuat hubungan mereka tarik-ulur, putus-sambung, tak keruan. Maklum, masih muda belia. Usia sedini itu, kehilangan orang tua, dan tugas menyelamatkan dunia dari tiga penjahat dijejalkan dalam satu film sepanjang 142 menit. Repot.

Mungkin karena terlalu banyak plot dan subplot serta kebanyakan penjahat, tim penulis skenario jadi kurang kreatif. Tokoh Max Dillon meniru sosok Jim Carrey dalam film Batman Forever (Joel Schumacher, 1995), sebagai ilmuwan dan fan fanatik Spider-Man yang berubah menjadi Electro yang dendam kepadanya.

Lantas subplot latar belakang orang tua Peter Parker yang "hilang" serta (arwah) Gwen Stacy yang masih saja mengikuti gerak-gerik Peter semakin membuat 142 menit itu penuh sesak dan tak memberi para karakternya ruang menjelajahi perkembangan emosi. Ah, belum lagi kawan lama Peter, si Harry Osborne, yang mau tak mau kita bandingkan dengan Harry Osborne versi Sam Raimi yang diperankan James Franco.

Dane DeHaan adalah aktor yang namanya melejit setelah film Kill Your Darlings (John Krokidas, 2013). Dalam film itu, dia berperan sebagai Lucien Carr, mahasiswa Columbia University yang luar biasa berbakat dan cerdas, yang bersahabat dengan penyair Allen Ginsberg, William Burroughs, dan Jack Kerouac. Lucien terlibat dalam pembunuhan David Kammerer, bekas dosennya yang terobsesi olehnya. DeHaan berhasil mencuri perhatian penonton karena sosok Lucien Carr yang dingin, seksi, dan magnetik. Perhatian kita tak bisa lepas dari karisma DeHaan yang menguasai layar.

Dalam film ini, DeHaan tampak ingin mengulang gaya keren, dingin, seksi, dan "oh, so cool" versi Lucien Carr yang diproyeksikan pada sosok Harry Osborne, yang sama sekali tidak pas. Harry, sama seperti Lucien, memang anak muda Amerika dari keluarga kelas atas. Tapi Harry adalah putra seorang konglomerat yang berada di bawah bayang-bayang ayahnya yang kemudian mempunyai hubungan bromance dengan Peter Parker. Persahabatan Harry dan Peter tak mendapat ruang yang luas dalam film ini. Karisma Harry yang diterjemahkan James Franco dengan kehadirannya belaka kini diubah oleh DeHaan sebagai hipster anti-kemapanan masa kini yang mendadak ngambek karena Spider-Man menolak menyumbang darah.

Daya tarik The Amazing Spider-Man 2 arahan Webb memang tetap pada pasangan Andrew Garfield dan Emma Stone, yang daya setrum listriknya jauh lebih mencekat daripada kekuatan listrik Electro.

Dengan pilihan sutradara Marc Webb mengambil episode kelam Gwen Stacy yang bakal mematahkan hati penonton sejagat ini, kita harus ingat kembali pada cerita sesungguhnya: Marvel memang sudah menentukan sejak dulu bahwa cinta abadi Peter Parker aka Spider-Man sesungguhnya untuk Mary Jane.

Tapi, karena percikan listrik yang terjadi antara Peter Parker dan Gwen Stacy yang tak terduga itu membuat penonton terjerat, sutradara pun bersedia membuang adegan Mary Jane dalam film ini (semula diperankan Shailene Woodley). Menurut pengakuan Webb, "Hubungan Peter dan Gwen begitu keramat, sehingga saya tak ingin menambahkannya dengan komplikasi kehadiran Mary Jane."

Keputusan itu memang tepat lebih karena plot film ini sudah terlalu sesak, meski akhirnya di kemudian hari tampaknya sosok Gwen akan terasa lebih penting daripada Mary Jane.

Film kedua Marc Webb dalam jagat superhero ini sebetulnya berhasil dari sisi romansa. Webb gagal menarik perhatian ketika dia mulai memasukkan tiga penjahat sekaligus yang tidak disusun dengan cerdas. Juga adegan laga dan penghancuran Kota New York yang terjadi terus-menerus dan hubungan Parker-Osborne yang kurang dijelajahi lebih dalam.

Akhir film yang memang bersetia pada komik Spider-Man tentu tetap mengejutkan bagi mereka yang tidak membacanya lebih dulu. Bagi para penggemar komik Marvel, ini cerita yang sudah kita pahami nasibnya.

Tapi, apa pun kritik kita terhadap film versi baru manusia laba-laba ini, tampaknya penggemarnya tak akan peduli. Film ini masih saja merajai bioskop di seluruh dunia.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus