Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Dari kaba turun ke navis

Pengarang: a.a navis jakarta: grafiti pers, 1984 resensi oleh: mochtar naim. (bk)

17 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALAM TERKEMBANG JADI GURU: ADAT DAN KEBUDAYAAN MINANGKABAU Oleh: A.A. Navis Penerbit: PT Grafiti Pers, Jakarta, 1984, 298 halaman JIKA belakangan ini buku atau tulisan mengenai manusia dan kebudayaan Java datang seperti bertimpas-timpas, maka bagai gendang peningkah ditukas oleh tulisan mengenai manusia dan kebudayaan Minang. Sejak akhir 1960-an, dimulai dengan Seminar Adat dan Harta Pusaka (Padang, 1968), Seminar Masuk dan Berkembangnya Islam di Minangkabau (Padang, 1969) sampai Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau (Batusangkar, 1970) sudah cukup banyak juga tulisan mengenai berbagai aspek kebudayaan Minang. Dari gendang peningkah itu, buku Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau keluar. Untuk dicatat, Navis juga penyunting buku Dialektika Minangkabau dalam Kemelut Sosial dan Politik (Penerbit: Genta Singgalang Press, Padang, 1983,186 halaman) - kumpulan terpilih hasil Seminar Internasional mengenai Kesusasteraan, Kemasyarakatan dan Kebudayaan Minangkabau di Bukittinggi, 1980. Navis memang orang yang tepat untuk menulis buku yang memberikan informas tentang adat dan kebudayaan Minangkabau. Sejak seperempat abad lalu, ia, dari jumlah yang relatif sedikit, terus-menerus secara tekun mendalami segi-segi kebudayaan Minang itu. Keistimewaan Navis adalah selalu mempertanyakan apa-apa, walau dia, setahu saya, tidak tergolong yang suka bertanya kalaupun bertanya, biasanya akan dijawab sendiri. Kebiasaan Navis menulis cerpen dan novel, yang hampir semuanya berlatar-belakang masyarakat dan kebudayaan Minangkabau, dengan metodik yang praktis sama, telah memperlancar dia menulis masalah-masalah yang selama ini ditekuninya. Dengan kekuatan selalu mempertanyakan sesuatu, maka dia pun menjadi pembaca yang rajin - kelihatannya tidak ada satu pun buku, dalam bahasa yang dikuasainya, mengenai Minangkabau yang tidak dia baca. Maka, bahasan utama Alam Terkembang Jadi Guru dan bahasan sumber dalam catatan kaki menjadi sejalan, bahkan dalam halaman tertentu berjujutan sama panjangnya. Jika catatan kaki akan berpanjang-panjang, sebaiknyalah digusur ke belakang, sehingga tidak mengganggu kelancaran membaca. Bagi yang imgin mengecek sumber atau ulasan tambahan lebih jauh, silakan melihat ke halaman belakang. Mengenai isinya, buku ini hampir secara komprehensif menyajikan topik-topik pokok tentang adat dan kebudayaan Minang itu - mulai dari sejarah dan falsafah, undang-undang dan norma-norma adat, struktur sosial dan kebudayaan, sampai kepada kesusastraan, kesenian dan permainan rakyatnya. Dan semua itu diungkapkan secara relatif ringkas-ringkas dan dalam bahasa yang lancar. Karena semuanya mengena pokok persoalan, dan dijelaskan secara ringkas, orang tentu tidak akan mengharapkan uraian yang berdalam-dalam, dengan gaya dialektik dan polemik seperti kebiasaan Navis selama ini. Yang menarik adalah melihat Navis mencoba keluar-masuk dalam permasalahan Yan diaraDnva. Di satu segi. dia ingin memperlihatkan Navis "baru", yang scholar dan ingin melihat secara apa adanya secara "dingin" dan tidak terlibat, tapi karena kebiasaan selama ini, bagaimanapun kelihatan juga Navis yang "lama", yang melihat apa-apa secara hangat dan terlibat. Letak Alam Terkembang Jadi Guru, menurut saya, antara "Pak Datuk" dan Taufik Abdullah - penulis Kata Pengantar buku ini. Atau katakanlah, buku ini menjelaskan dalam bahasa sekarang apa yang selama ini dituliskan secara ber-kaba oleh para ahli adat sebelumnya dengan bahasa yang penuh pepatah dan petitih, serta timjauan yang sepenuhnya dari dalam. Apa yang dituliskan oleh Taufik, dan orang-orang seperti dia, awam hampir-hampir tidak paham apa sebenarnya yang dia bicarakan itu, yang ditinjau dari luar. Antara "Pak Datuk", Navis, dan Taufik, bagaimanapun, tentu ada benang halus yang mempertemukan, betapapun berbedanya cara mereka membawakan permasalahan, yaitu keinginan hendak memperkenalkan sesuatu yang mereka miliki. "Pak Datuk" melihat dari dalam ke dalam, Navis dari dalam ke luar, sedang Taufik dan sebangsanya dari luar ke dalam. Kritik saya terhadap Kata Pengantar Taufik adalah terlalu tinggi untuk mengantarkan buku yang pada dasarnya ditujukan buat bacaan semua orang. Dan bacaan untuk semua orang inilah, yang memberikan gambaran segala sedikit tentang adat dan kebudayaan Minangkabau, yang ditunggu-tunggu selama ini. Mochtar Naim * Sosiolog dan staf pengajar pada Universitas Andalas, Padang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus