Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mimpi itu halal

Impian pemimpin Puri Matari membangun gedung sendiri jadi kenyataan. Impian yang dibarengi usaha adalah sah dan halal. Manajer yang baik harus dapat menggagas gambaran masa depan kepada karyawannya. (ki)

17 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

to dream the impossible dream to fight the unbeatable foe to bear with unbearable sorrow to run where the brave dare not go SUARA merdu Matt Monro itu mengalun di tengah upacara meresmikan penggunaan gedung Puri Matari beberapa waktu yang lalu. Tidak, bukan kesalahan teknis. Lagu itu memang sengaja diputar untuk mengingatkan para karyawan biro iklan itu bahwa dengan peresmian gedung bertingkat lima itu mereka telah mencapai satu dari apa yang dulu dianggap sebagai the unreachable star, the impossible dream. Ken Sudarto, pemimpin biro iklan itu, memang sudah lama bermimpi bahwa pada suatu ketika ia akan dapat membangun gedung sendiri untuk mengatapi 180 karyawannya. Ia pun tidak segan dan tidak malu untuk menyampaikan impiannya itu kepada seluruh karyawannya. "Berbahagialah mereka yang bisa bermimpi, dan bersedia membayar mahal untuk menjadikannya kenyataan," kata Ken. Bukan hanya Ken seorang yang bermimpi untuk meraih bintang nun jauh di langit. Bung Karno pun dulu pernah mengajak seluruh bangsa untuk menggantungkan cita-cita di langit. Leo Burnett, seorang tokoh legendaris periklanan di Amerika Serikat, adalah pemimpi besar yang bersedia menyiksa dirinya untuk menggapai bintang-bintang itu. Tidak heran kalau logo biro iklan Leo Burnett pun menggambarkan tangan yang sedang menjulur menggapai bintang-bintang. Leo pun berhasil memotivasi para karyawannya untuk bekerja lebih keras daripada orang lain. "Sukses kita adalah ditentukan oleh tlose lonely men. Mereka yang bekerja di belakang mesin ketik, di belakang meja gambar, atau sampai iarut malam masih mengotak-atik rencana pemasangan iklan. Terima kasih kepada Tuhan karena kita mempunyai orang-orang semacam ini, yang maslh terus bekerja ketika yang lain sudah pulang. Dan mereka inilah, karena bekerja lebih keras, yang pada suatu ketika akan mencapai bintang yang begitu jauh dan panas itu," tulis Leo Burnett. Konosuke Matsushita, pendiri industri alat-alat listrik Matsushita, dalam buku terbarunya yang berjudul Not for Bread Alone menulis: "Saya selalu ingin memberi kesempatan kepada para karyawan saya untuk memimpikan masa depan mereka. Saya ajak mereka untuk ikut menikmati impian saya. Dan saya yakin bahwa itu adalah hal yang baik dan benar untuk dilakukan oleh seorang manajer." Tidur pada jam kerja dilarang, tetapi mengapa bermimpi justru digalakkan? Mimpi yang satu ini memang tidak memerlukan tidur. Mimpi yang dimaksud di sini adalah memikirkan dan membayangkan suatu keadaan di masa depan. Lima tahun lagi, kalau kita bisa menaikkan volume penjualan sebesar 50% setahun, kita akan bisa menyewa kantor di Bumi Daya Plaza. Sepuluh tahun lagi mungkin kita sudah harus menyewa lima lantai dari gedung itu, karena penjualan sudah hampir mencapai titik jenuh, dan kita sudah berhasil mendiversifikasikan usaha. Dan karena diversifikasi itu tepat dan berhasil, maka lima belas tahun lagi kita sudah harus membangun gedung sendiri yang bertingkat 25. Untuk itu kita akan memerlukan lima kantin dan satu restoran di tingkat paling atas. Tiap kantin menyediakan jenis makanan yang berbeda: Padang, Jawa, Sunda, Manado, Banjar. Tetapi impian itu harus dibayar mahal bagi setiap mereka yang menginginkannya menjadi kenyataan. Mereka yang lima belas tahun lagi ingin berwisata dari kantin Padang ke kantin Sunda harus mulai sekarang memastikan bahwa volume penjualan akan terus meningkat dengan laju yang sama. Dan untuk memastikan hal itu. mereka harus bekerja keras tanpa kenal lelah. Karena itu, mimpi lalu menjadi sah, halal. "Saya yakin," tulis Konosuke, "bahwa manajemen tidak hanya berkewajiban mengumumkan angka-angka rugi-laba perusahaan kepada para karyawannya, tetapi juga menjelaskan sasaran, cita-cita, dan harapan perusahaan di masa depan. Dan hal-hal itu acap kali merupakan impian para pemimpin perusahaan." Bila seorang pemimpin terlalu pelit menyampaikan impiannya kepada para bawahannya, ia bakal kehilangan dedikasi, semangat, dan keterlibatan karyawan dalam masa depan perusahaan. Menyampaikan impian adalah menanam benih minat dan motivasi. Mereka yang dapat menggagas suatu gambaran masa depan adalah seorang manajer yang baik. Tetapi harus dibedakan bahwa impian bukanlah wishful thinking. Juga bukan impian di siang hari bolong. Sebab, impian yang dimaksud di sini adalah harapan yang bisa dikuantifikasikan dan dianggarkan biaya serta waktunya. Tegasnya, bisa dijabarkan dalam rencana kerja yang kongkret. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus