KURSI-KURSI di kantor Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) memang
kosong. Diketahui, sejak awal Februari ke-6 anggota DPH (Dewan
Pekerja Harian) DKJ, yang duduk di tingkat II kompleks TIM itu,
mengundurkan diri. Mereka adalah Ajip Rosidi, sastrawan, Irawati
Sudiarso, musikus, Wahyu Sihombing, dramawan, Sal Murgiyanto,
penari, Asrul Sani, orang film dan Nursjamsu Nasution,
sastrawan. Toh Sihombing dan Sal, untuk menghindari kemacetan,
tetap bekerja sementara.
Lembaga kesenian yang dibentuk 1968 itu, yang mendapat subsidi
Pemda DKI Jakarta, sudah agak lama memang dikritik ramai oleh
para seniman. Mungkin karena keanggotaan DKJ periode kini
dianggap terlalu lama tak diganti. Sehingga tak ada penyegaran.
Keanggotaan DKJ periode 1977 - 1979, memang diperpanjang dan
kurang jelas sampai kapan -- menunggu pengukuhan DKJ yang baru.
Dalam permintaan pengunduran diri DKH -- yang diterima sidang
pleno anggota DKJ, terdiri dari kira-kira 25 orang, alasannya
memang: mereka tak lagi betah dengan "keadaan terkatung-katung'
lebih dari setahun.
Dan yang harus mengukuhkan para anggota ialah Gubernur DKI --
berdasar nama-nama calon yang dipilih oleh lembaga lain, Akademi
Jakarta. Akademi ini (yang bukan sekolah) memang dahulu
dibentuk Gubernur dengan tugas terpenting mengangkat anggota
DKJ. Keanggotaan AJ ditetapkan seumur hidup, dengan manfaat
terpenting, tentunya, pemilihan anggota DJ setiap kali tidak
terganggu gugat.
Demikian pun untuk periode ini AJ sudah menyusun daftar yang
dimaksud. Tapi pengukuhan yang ditunggu dari Gubernur, sejak
akhir 1979, belum kunjung dilakukan. Mengapa?
"Tentu ada persoalannya," kata Tjokropranolo kepda TEMPO, akhir
Januari lalu. "Akademinya (AJ red) yang menjadi persoalan
pokok. Yang kedua, saya hanya mengukuhkan tapi tidak punya
pendapat, ya kurang baik. Saya 'kan gubernur. Jadi kalau saya
punya usul orang ini, ya diterima. Jangan hanya mereka. Atau
saya jangan disuruh mengukuhkan."
Suatu Tanda Tanya
Bukan rahasia lagi, sewaktu AJ menyusun anggota DKJ periode
1980-1982, Gubernur mengusulkan Tino Sidin, pelukis yang suka
mengajar menggamhar kepada anak-anak itu, dan Widyapranata,
untuk "dinilai". (Widyapranata beberapa hari lalu telah
menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan sebagai anggota
DKJ). "Saya minta mereka dinilai. Tanpa dinilai, orang lain yang
diajukan. Apa itu benar?" kara Tjokropranolo pula.
Sementara di kantornya, di Jl. Sahardjo Ketua AJ Sutan Takdir
Alisjahbana membantah bahwa AJ tidak memberi penilaian. Surat
AJ kepada Gubernur, 31 Oktober 1978, memang jelas
mempertimbangkan mengapa dua calon tersebut tak diterima "Dua
calon yang diajukan oleh Saudara Gubernur mungkin memiliki
potensi seni yang dapat berkembang, dan sayang sekali mereka
belum pernah berpameran, hingga masyarakat seniman dan
masyarakat umum belum mengenal mereka dengan baik, dan karena
itu wibawa dan bobot mereka di mata masyarakat seniman juga
masih merupakan suatu tanda tanya." Surat ditandatangani
(almarhum) Moh. Said Reksohadiprodjo, Wakil Ketua AJ.
Takdir pun menuturkan, bahwa pelukis Affandi, anggota AJ,
pernah pula diminta bertemu langsung Gubernur DKI, untuk lebih
menjelaskan alasan penolakan AJ. "Saya tak begitu ingat lagi
cerita Saudara Affandi sesudah ketemu Gubernur," kata Takdir.
"Yang jelas, sampai kini gubernur tak bersedia mengukuhkan DKJ
yang baru."
Korsluiting & Feeling
Sumber TEMPO di Gubernuran DKI mengatakan surat AJ memang
telah diterima. Tapi agaknya terjadi 'korsluiting', hingga
persoalan meluas.
Prosedur pengangkatan anggota DKJ oleh AJ, dan anggota AJ oleh
AJ sendiri, menurut Takdir patut dipertahankan. Sebab itu
"mencerminkan otonomi bagi seniman dan budayawan."
Bagi para seniman sendiri, baik sebagian anggota DKJ maupun
lebih-lebih yang di luar, "otonomi" itu belum pula digunakan
secara yang diharap. Para anggota AJ -- yang 10 orang itu --
adalah para budayawan lanjut usia atau yang tak selalu mengikuti
perkembangan medan untuk bisa memilih para anggota DKJ yang
segar dan mungkin penuh ide.
"Akademi sudah minta beberapa orang yang sudah ada feeling
dengan kita, untuk masuk menjadi anggota Akademi," kata Gubernur
kemudian. "Setelah itu mereka akan menyusun akademi baru yang
dasarnya tidak lagi seumur hidup. Itu saja. Kalau itu selesai,
selesai semuanya."
Itu dibenarkan Takdir. Disebutnya nama bekas Menteri Agama Mukti
Ali dan bekas Menteri Penerangan Budiardjo. Mereka direncanakan
sebagai pengganti Moh. Said, yang meninggal 1979 lalu, dan Dr.
Sudjatmoko yang kini menjadi Rektor Universitas PBB di Tokyo.
Itulah tentunya yang sedang ditunggu oleh.kompleks di Cikini
Raya 73. Sementara tugas DPH-DKJ ditangani dua anggota AJ,
Mochtar Lubis, wartawan yang juga seorang sastrawan dan pelukis
Rusli. Pertunjukan TIM sendiri tetap lancar -- berdasar program
yang disusun DKJ jauh-jauh hari -- setidaknya sampai April
mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini