Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dari Kompleks Cikini

Pemilihan anggota dkj kisruh. 6 anggota dph dkj mengundurkan diri. susunan anggota dkj yang baru sudah dibuat oleh akademi jakarta (aj) tapi belum dikukuhkan oleh gubernur.

14 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KURSI-KURSI di kantor Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) memang kosong. Diketahui, sejak awal Februari ke-6 anggota DPH (Dewan Pekerja Harian) DKJ, yang duduk di tingkat II kompleks TIM itu, mengundurkan diri. Mereka adalah Ajip Rosidi, sastrawan, Irawati Sudiarso, musikus, Wahyu Sihombing, dramawan, Sal Murgiyanto, penari, Asrul Sani, orang film dan Nursjamsu Nasution, sastrawan. Toh Sihombing dan Sal, untuk menghindari kemacetan, tetap bekerja sementara. Lembaga kesenian yang dibentuk 1968 itu, yang mendapat subsidi Pemda DKI Jakarta, sudah agak lama memang dikritik ramai oleh para seniman. Mungkin karena keanggotaan DKJ periode kini dianggap terlalu lama tak diganti. Sehingga tak ada penyegaran. Keanggotaan DKJ periode 1977 - 1979, memang diperpanjang dan kurang jelas sampai kapan -- menunggu pengukuhan DKJ yang baru. Dalam permintaan pengunduran diri DKH -- yang diterima sidang pleno anggota DKJ, terdiri dari kira-kira 25 orang, alasannya memang: mereka tak lagi betah dengan "keadaan terkatung-katung' lebih dari setahun. Dan yang harus mengukuhkan para anggota ialah Gubernur DKI -- berdasar nama-nama calon yang dipilih oleh lembaga lain, Akademi Jakarta. Akademi ini (yang bukan sekolah) memang dahulu dibentuk Gubernur dengan tugas terpenting mengangkat anggota DKJ. Keanggotaan AJ ditetapkan seumur hidup, dengan manfaat terpenting, tentunya, pemilihan anggota DJ setiap kali tidak terganggu gugat. Demikian pun untuk periode ini AJ sudah menyusun daftar yang dimaksud. Tapi pengukuhan yang ditunggu dari Gubernur, sejak akhir 1979, belum kunjung dilakukan. Mengapa? "Tentu ada persoalannya," kata Tjokropranolo kepda TEMPO, akhir Januari lalu. "Akademinya (AJ red) yang menjadi persoalan pokok. Yang kedua, saya hanya mengukuhkan tapi tidak punya pendapat, ya kurang baik. Saya 'kan gubernur. Jadi kalau saya punya usul orang ini, ya diterima. Jangan hanya mereka. Atau saya jangan disuruh mengukuhkan." Suatu Tanda Tanya Bukan rahasia lagi, sewaktu AJ menyusun anggota DKJ periode 1980-1982, Gubernur mengusulkan Tino Sidin, pelukis yang suka mengajar menggamhar kepada anak-anak itu, dan Widyapranata, untuk "dinilai". (Widyapranata beberapa hari lalu telah menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan sebagai anggota DKJ). "Saya minta mereka dinilai. Tanpa dinilai, orang lain yang diajukan. Apa itu benar?" kara Tjokropranolo pula. Sementara di kantornya, di Jl. Sahardjo Ketua AJ Sutan Takdir Alisjahbana membantah bahwa AJ tidak memberi penilaian. Surat AJ kepada Gubernur, 31 Oktober 1978, memang jelas mempertimbangkan mengapa dua calon tersebut tak diterima "Dua calon yang diajukan oleh Saudara Gubernur mungkin memiliki potensi seni yang dapat berkembang, dan sayang sekali mereka belum pernah berpameran, hingga masyarakat seniman dan masyarakat umum belum mengenal mereka dengan baik, dan karena itu wibawa dan bobot mereka di mata masyarakat seniman juga masih merupakan suatu tanda tanya." Surat ditandatangani (almarhum) Moh. Said Reksohadiprodjo, Wakil Ketua AJ. Takdir pun menuturkan, bahwa pelukis Affandi, anggota AJ, pernah pula diminta bertemu langsung Gubernur DKI, untuk lebih menjelaskan alasan penolakan AJ. "Saya tak begitu ingat lagi cerita Saudara Affandi sesudah ketemu Gubernur," kata Takdir. "Yang jelas, sampai kini gubernur tak bersedia mengukuhkan DKJ yang baru." Korsluiting & Feeling Sumber TEMPO di Gubernuran DKI mengatakan surat AJ memang telah diterima. Tapi agaknya terjadi 'korsluiting', hingga persoalan meluas. Prosedur pengangkatan anggota DKJ oleh AJ, dan anggota AJ oleh AJ sendiri, menurut Takdir patut dipertahankan. Sebab itu "mencerminkan otonomi bagi seniman dan budayawan." Bagi para seniman sendiri, baik sebagian anggota DKJ maupun lebih-lebih yang di luar, "otonomi" itu belum pula digunakan secara yang diharap. Para anggota AJ -- yang 10 orang itu -- adalah para budayawan lanjut usia atau yang tak selalu mengikuti perkembangan medan untuk bisa memilih para anggota DKJ yang segar dan mungkin penuh ide. "Akademi sudah minta beberapa orang yang sudah ada feeling dengan kita, untuk masuk menjadi anggota Akademi," kata Gubernur kemudian. "Setelah itu mereka akan menyusun akademi baru yang dasarnya tidak lagi seumur hidup. Itu saja. Kalau itu selesai, selesai semuanya." Itu dibenarkan Takdir. Disebutnya nama bekas Menteri Agama Mukti Ali dan bekas Menteri Penerangan Budiardjo. Mereka direncanakan sebagai pengganti Moh. Said, yang meninggal 1979 lalu, dan Dr. Sudjatmoko yang kini menjadi Rektor Universitas PBB di Tokyo. Itulah tentunya yang sedang ditunggu oleh.kompleks di Cikini Raya 73. Sementara tugas DPH-DKJ ditangani dua anggota AJ, Mochtar Lubis, wartawan yang juga seorang sastrawan dan pelukis Rusli. Pertunjukan TIM sendiri tetap lancar -- berdasar program yang disusun DKJ jauh-jauh hari -- setidaknya sampai April mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus