Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Di Balik Layar Dirty Vote

Dirty Vote, film dokumenter soal kecurangan Pemilu 2024, ditonton lebih dari 13 juta kali dalam sehari. Dibuat dalam dua pekan.

13 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Film dokumenter "Dirty Vote" karya sutradara Dandhy Dwi Laksono. YouTube/ PSHK Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Dirty Vote karya Dandhy Dwi Laksono baru dirilis di YouTube pada Ahad lalu dan langsung ditonton lebih dari 6,1 juta kali.

  • Film dokumenter ini menguak kecurangan Pemilu 2024 yang menguntungkan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo.

  • Para narasumber dan sutradara membantah tudingan partisan serta menyatakan film ini dibuat hanya dalam dua pekan.

Dirty Vote menjadi bola panas. Hanya sehari setelah dirilis pada Ahad siang, 11 Februari 2024, film dokumenter ini ditonton lebih dari 6,1 juta kali. Angka itu berlipat ganda jika ditambahkan penayangan di kanal milik pakar hukum tata negara Refly Harun, sebanyak 2,1 juta kali, serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, 5,4 juta kali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dirty Vote merupakan film dokumenter eksplanatori karya Dandhy Dwi Laksono. Selama hampir dua jam, sinema yang ditayangkan gratis di YouTube itu membeberkan setumpuk kecurangan Pemilu 2024. Dari kejanggalan putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan calon presiden dan wakil presiden berusia kurang dari 40 tahun—sehingga Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, ikut dalam kontestasi politik—penunjukan 20 penjabat gubernur dari orang-orang dekat presiden, mobilisasi aparat, hingga penggunaan fasilitas negara oleh presiden serta sejumlah menteri untuk mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zainal Arifin Mochtar (kanan) dan Feri Amsari dalam film dokumenter "Dirty Vote". YouTube/PSHK Indonesia

Semua kecurangan pemilu disampaikan oleh tiga pakar hukum tata negara. Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, dan Feri Amsari dari Universitas Andalas, Padang.

Dalam hitungan jam setelah film ini mengudara, kubu Prabowo menggelar konferensi pers. Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran menyebut film itu sebagai fitnah dan tidak ilmiah. Mereka juga menuding Dirty Vote dibuat untuk mendegradasikan Pemilu 2024.

Feri Amsari mengatakan inspirasi awal film ini adalah An Inconvenient Truth, film dokumenter soal kerusakan lingkungan yang dibawakan oleh Al Gore, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat. "Mas Dandhy lalu ingin membuat film soal kerusakan politik dan meminta kami menyusun konsep," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako), Fakultas Hukum, Universitas Andalas, tersebut.

Bivitri Susanti mengatakan para narasumber dihubungi sutradara sekitar dua pekan lalu. "Enggak ada formalitas karena kami semua berteman. Enggak ada dana juga," ujar pendiri PSHK tersebut. Dia mengatakan pembuatan film berlangsung serba cepat. Pengambilan gambar selama sekitar dua hari pada dua pekan lalu. "Dihubungi langsung mulai pembacaan naskah."

Bivitri cs tidak menjalani riset karena telah bolak-balik membahas kecurangan pemilu ini dalam berbagai kesempatan. Materi dan data yang ditayangkan disajikan oleh tim produksi yang bersumber dari situs web Kecuranganpemilu.com, Indonesia Corruption Watch, serta media massa.

Bivitri Susanti dalam "Dirty Vote". YouTube/PSHK Indonesia 

Menurut Bivitri, film merupakan pelengkap dari upaya mengabarkan kecurangan Pemilu 2024 yang sebelumnya mereka lakukan lewat tulisan di media massa dan media sosial. Lewat film, mereka berharap pemikiran para ahli hukum tata negara itu bisa terangkum secara lebih paripurna. Selama ini, dia melanjutkan, mereka banyak menyuarakan soal manipulasi politik ini, tapi terserak. "Misalnya, kami ngomongin soal putusan Mahkamah Konstitusi, lalu ada bantahannya," kata Bivitri. "Dengan disatukan lewat film, harapannya, orang bisa melihat secara lebih jernih bahwa siapa pun yang memegang kekuasaan bisa menyalahi kekuasaan."

Feri Amsari berharap Dirty Vote bisa membangun kesadaran politik publik dengan tidak memilih kandidat yang melakukan kecurangan dalam Pemilu 2024. Maksud itu ditangkap oleh pendukung Prabowo sebagai kampanye hitam yang diluncurkan pada minggu tenang, 11-13 Februari 2024, seperti yang disampaikan Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar, partai pendukung Prabowo-Gibran.

Feri Amsari dalam "Dirty Vote". YouTube/PSHK Indonesia 

Feri menampik tudingan itu. Dia mengatakan, secara kebetulan, film ini memang baru rampung pada Sabtu, 10 Februari 2024. "Tidak ada keinginan dirilis pada minggu tenang. Tujuannya semata agar pemilih mendapat informasi baru," ujarnya.

Sutradara Dandhy Dwi Laksono kena tudingan main politik lewat Dirty Vote. Apalagi pendiri rumah produksi Watchdoc ini juga merilis Sexy Killers yang membeberkan peran elite politik dan jenderal TNI di balik kepemilikan tambang batu bara pada minggu tenang Pemilu 2019. "Ada atau enggak ada pemilu, saya bikin film, karena itu pekerjaan saya," ujar Dandhy lewat kanal YouTube Indonesia Baru yang ditayangkan pada Senin malam, 12 Februari 2024.

Dandhy mengatakan Dirty Vote berangkat dari keresahannya mendapati kecurangan pemilu, termasuk menteri yang tanpa malu menyebutkan bantuan sosial datang dari Presiden Jokowi, menjadi konsumsi harian publik. "Itu hal yang tidak normal, tapi karena muncul setiap hari, lama-lama kita merasa itu normal," katanya. "Puncaknya adalah kasus di Mahkamah Konstitusi."

REZA MAULANA | JIHAN RISTIYANTI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mohammad Reza Maulana

Mohammad Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus