Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Jika anda penggemar film horor, suspense, atau thriller, sensasi naiknya adrenalin berkat pancingan adegan-adegan yang menegangkan pasti bukan hal yang asing. Tayang lewat digital platform Klik Film, Green Room, tak sekadar menghadirkan ketegangan kepada penonton, tapi juga teror.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Green Room digarap oleh sutradara Jeremy Saulnier,. Kisahnya dimulai dengan hadirnya sebuah band punk dengan personil Pat (Anton Yelchin), Reece (Joe Cole), Sam (Alia Shawkat), dan Tiger (Callum Turner). Band yang sudah cukup dikenal ini kerap manggung di sejumlah tempat dengan bayaran tak seberapa.
Hingga suatu hari, mereka menerima tawaran manggung dari sebuah bar di tengah hutan. Dari sinilah, kejadian menegangkan dimulai. Tempat itu ternyata markas para neo nazi, kaum skinhead yang memegang teguh supremasi kulit putih.
Usai manggung, keempatnya tak sengaja menyaksikan pembunuhan di ruang ganti pemain band. Mereka, bersama satu saksi lain, yakni Amber (Imogen Poots), lantas dikurung oleh pegawai bar tersebut, dengan alasan menunggu polisi datang. Tapi semakin lama, mereka makin yakin bahwa hanya persoalan waktu saja sampai gerombolan skinhead yang dipimpin Darcy (Patrick Stewart) ini menghabisi mereka.Film Green Room. (Dok. Klik Film)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teror mulai dibangun Jeremy Saulnier. Lima anak muda minim senjata yang terperangkap dalam ruangan tertutup itu berhasil lolos dari kepungan skinhead bersenjata parang dan senapan. Penonton ikut merasa sesak dalam nuansa klaustrofobik Green Room.
Green Room adalah satu film yang menegangkan. Hampir setiap detik di paruh kedua film ini, ketegangan dijalin secara sangat ketat dan intens. Pertarungan antara protagonis dan antagonis berjalan dengan liar dan tak terkontrol.
Adegan laga film ini juga tidak menghadirkan koreografi pertarungan yang memanjakan mata ala film laga di sini. Di sini, semua berjalan dengan ‘berantakan’, chaos, seperti sengaja dibuat alami, layaknya pertarungan jalanan. Namun justru hal ini yang membuatnya makin terasa nyata dan membetot saraf penonton.