ADAM MA'RIFAT
Oleh: Danarto
Penerbit: PN Balai Pustaka, Jakarta, 1982, 71 hlm.
PENGARANG yang sudah matang, wawasan sastranya tidak lagi
bersoalan dengan apa dan bagaimana ia akan mengarang. Masalah
dasar itu sudah telampaui pada tahap kematangan itu. Yang masih
menjadi kemasgulan adalah soal yang lebih langsung menyentuh
inti kerja sastra: mengapa dan untuk apa dia mengarang.
Pertanyaan itu berkaitan dengan peri laku sebagai seorang
sastrawan dan seniman. Selama belum ditemukan jawaban pertanyaan
itu, kerja sastranya tidak akan bermakna baginya.
Jalan untuk sampai kepada makna kerja sastra itu adalah setia
pada dirinya sendiri yang raut jiwanya dibentuk oleh situasi
pribadi di tengah lingkungan masyarakat dan zamannya. Dalam hal
itu ia harus terus-menerus menjenguk ruang batinnya untuk
menjumpai bayangan dirinya yang paling cerah dan murni. Sebab
ruang batin ItU, penJelmaan dari perkembangan masyarakat dan
zamannya dengan ciri-ciri khas pada watak dan kecenderungannya.
Kumpulan cerita pendek Adam Ma'rifat, juga Godlob (1974), adalah
hasil renungan Danarto ke dalam batinnya.- yang membayangkan
dirinya sebagai manusia Indonesia yang dibesarkan dalam suasana
dan alam berpikir kejawaan. Tapi bukan jiwa kejawaan yang sudah
membeku dalam pola ketat adat dan tata cara, melainkan yang
masih resah untuk menemukan kembali wawasan hidup yang kekal dan
menginti.
Cerita-cerita pendek Danarto itu ahir dari pertanyaan, "apakah
hidup ini pada dasarnya dan bagaimana dapat saya tanggap pada
terasnya?" Hasilnya adalah ragam bercerita yang mengembalikan
kesusastraan pada bentuk pengucapan yang paling sahaja untuk
mengungkapkan tanggapan hidup pada tahap paling awal dan purba.
Cerita-ceritanya lalu berkesan sebagai dongengdongeng, tetapi
bukan untuk didengar oleh anak-anak, melainkan untuk ditangkap
oleh jiwa dewasa yang sudah tersepuh oleh kegetiran pengalaman
dan keguncangan budaya.
Seperti dongeng, di dalam cerita Danarto kategori-kategori
berpikir menurut garis. garis logika dan rasio tidak berlaku.
Juga batas yang memisahkan individu dengan identitas dirinya
menjadi kabur - bahkan lenyap. Demikian juga alam gaib dan alam
kasat mata berbaur mengisi cerita. Penghuninya terdiri dari
manusia, hewan, benda mati, juga zat kimia yang bergaul dan
saling menyapa. Bahkan Tuhan turut terlibat sebagai individu di
alam dongeng itu.
Identifikasi diri yang kabur dan lenyap itu kita lihat dalam
Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat dan Adam Ma'rifat.
Malaikat Jibril adalah juga angin dan embun dan dapat berubah
menjadi seonggok daun pisang kering. Sedang Adam Ma'rifatnya
identik dengan angin, napas, api, darah, tanah, onggokan karung,
bungkus plastik, layang-layang, gerombolan kuli bangunan,
gerombolan gelandangan. Dalam Megatruh, si aku bercakap-cakap
dan bertukar pikiran dengan seekor kadal dan zat asam.
Dalam pergaulan antar berbagai penghuni duniadongengitu, benda
bisa berpengaruh pada manusia seperti layaknya barang hidup.
Pada cerita pendek yang berjudul gambar not balok dengan
tanda-tanda ngung-ngung dan cak-cak kita saksikan bahwa bukan
hanya roh yang dapat merasuki orang-orang yang menari kecak,
juga komputer bisa menyebabkan orang kesurupan. Dalam cerita itu
juga ditunjukkan bahwa waktu dan kejadian dapat bertukar tempat
seakan-akan tidak ada urutan detik demi detik atau peristiwa
demi peristiwa. Kejadian di Prancis dan di Bali sekaligus
tertangkap oleh komputer pengurai.
Dan apakah peristiwa? Yang disaksikan sebagai tarian Bedoyo pada
suatu pesta sebenarnya tidak pernah terjadi. "Tidak ada sesuatu
pun yang pernah terjadi hingga pesta itu terganggu. Apa itu?
Jadi yang tadi itu kejadian apa? Kejadian yang mana? Yang itu
tadi! Tadi mana? Allah, yang barusan itu, apa? Jangan
mengada-ada, ah!" (Cerita pendek Bedoyo Robot Membelot). Dalam
cerita ini peristiwa yang sungguh dan tidak sungguh terjadi
berbaur dan rancu. Dan hidup hanya sulapan, satu ilusi, satu
maya.
Itulah tanggapan hidup Danarto yang dapat disimpulkan dari
cerita itu.Tanggapan itu satu aspek dan kelanjutan dari
pandangan filsafat-religius yang lebih pokok: pandangan
panteistis yang beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada,
berupa benda mati atau hidup, nampak atau tak nampak, adalah
perwujudan dan penjelmaan dari Yang Mahatunggal. Alam panteisme
Danarto, di mana segala yang ada turut berperan, mengalir dan
berkembang dari kepercayaan mistik Jawa akan manunggalnya
Kawula-Gusti - yang diceritakan secara manis dan puitis dalam
bentuk cerita pendek.
Seperti halnya hikayat lama, di mana dewa-dewa berperanan dan
berhubungan dengan manusia, demikian juga di dalam dongeng
Danarto, Tuhan masih akrab pergaulannya dengan
makhluk-makhluknya di bumi. Bahkan terhapus batas-batas
identifikasi Khalik dan makhluk. Sehingga si "aku", yang
tiba-tiba muncul pada akhir cerita pendek Lahirnya Sebuah Kota
Suci, dapat berkata: "aku telah menulis kitab suci begitu
banyak. Kitab-kitab suciku."
Kesadaran akan manunggalnya Kawula Gusti itu tidak hanya
diterima dengan mengikuti tradisi berpikir saja. Tetapi timbul
pada Danarto dari kegetiran pengalaman dan keguncangan budaya.
Seperti dikatakan oleh "aku" di dalam cerita tersebut: "aku
telah menciptakan cermin-cermin begitu banyak. Cermin-cerminku.
Lalu aku pecahkan semua cermin itu, hingga aku bisa melihat
diriku sendiri."
Cerita-cerita pendek dalam ragam dongeng ini mengandung
tanggapan hidup Danarto. Tanggapan itu merupakan kebenaran yang
memberi makna kepada hidup dan kerja sastra pengarang itu. Kita
bisa menerima, atau menganggap dunia dongengnya hanya omong
kosong belaka. Itu tergantung dari tafsiran kita masing-masing.
Adam Ma'rifat sendiri di dalam dongeng Danarto cenderung
membiarkan adanya kesimpulan yang beragam tentang dirinya.
Bahkan di dalam satu bagian pernyataannya Adam Ma'rifat
bersabda: "ya akulah omong kosng."
Subagio Sastrowardoyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini