Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Dunia bisu salman rushdie

Penulis : salman rushdie london : granta books, 1990. resensi oleh : leila s. chudori.

9 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAROUN AND THE SEA OF STORIES Penulis: Salman Rushdie Penerbit: Granta Books, London, 1990, 218 halaman TETAPI, kenapa engkau begitu membenci dongeng-dongeng?" tanya Haroun Khalifa. Khattam-Shud, Pangeran Penutup Mulut yang memusuhi segala bentuk cerita, menjawab, "dunia ini bukan untuk bersenang-senang. Kehidupan di dunia untuk mengontrol ..." dan bagi Khattam-Shud, dunia dongeng tak mudah dikontrol seperti halnya dunia nyata, kecuali dengan jalan membunuhnya. Haroun Khalifa, tokoh utama cerita ini, bersedih. Ayahnya, Rashid Khalifa adalah seorang pendongeng terkemuka di negeri Alifbay (sebuah kata Hindustan berarti: Abjad). Haroun dan kedua orangtuanya tinggal di sebuah kota yang "begitu menyedihkan, hingga mereka sendiri lupa apa sesungguhnya nama kota itu ..." demikian pembukaan Salman Rushdie dalam bukunya, Haroun and the Sea of Stories (Haroun dan Lautan Cerita). Seperti beberapa karya sebelumnya, termasuk Midnight's Children dan novel kontroversial The Satanic Verses, Salman memang menunjukkan dirinya sebagai seorang tukang dongeng yang mabuk bercerita. Meski tak seruwet dan setebal The Satanic Verses, novel terbarunya ini penuh dengan simbol, nama, dan makhluk asing serta berbagai peristiwa yang hampir mustahil dari waktu ke waktu. Dikisahkan, Rashid Khalifa menghidupi Soraya (istrinya) dan anaknya dengan lidahnya -- dan ludahnya -- yang penuh dengan bualan memikat. Begitu menariknya hingga ia disebut Ocean of Notion (Samudera Khayal). Sementara itu, musuhnya menjulukinya sebagai The Shah of Blah (Raja Omong Kosong). Tiba-tiba, kesedihan kota merayap lewat jendela rumahnya. Soraya berhenti bernyanyi dan kabur bersama seorang lelaki kerempeng bersuara datar, Sengupta, si pembenci segala dongeng. Dan pada saat itulah kemampuan Rashid bercerita mendadak hilang. "Ark! Ark!" bunyinya dengan suara parau di muka ribuan penggemarnya. Haroun pun bertekad mengembalikan kemampuan bapaknya. Dan ia pun memasuki sebuah dunia keajaiban. Bersama bantuan sebuah burung mekanik yang membawanya terbang ke mana-mana But the Hoopoe, pertemuan Haroun dengan berbagai makhluk aneh akan mengingatkan kita pada dongeng terkenal Alice in Wonderland. Bedanya, Haroun tidaklah bermimpi. Dia bertemu Iff, jin air bertubuh kerdil dan berambut biru yang mengawalnya mengarungi angkasa dan menyeberang Lautan Cerita menuju Gup City atau kota yang disebut Kahani (berarti: cerita). "Siapa saja bisa mendongeng," ujar Iff. "Misalnya para pembohong, penipu, dan bajingan ... namun para pendongeng besar membutuhkan bumbu khusus -- seperti halnya mobil perlu bensin. Ia dinamakan Air Cerita yang bersumber di Lautan Cerita." Dan Haroun tercengang menyaksikan ikan-ikan itu mengeluarkan dan menelan "gelembung-gelembung" cerita yang kemudian "disuplai" untuk orang semacam bapaknya. Haroun kemudian menyadari bahwa keadaan darat dan lautan cerita Kahani tengah dilanda bencana. Kerajaan di bawah pimpinan Pangeran Bolo -- si tukang bicara -- terancam karena tebaran racun di lautan cerita. Kesedihan lain adalah karena Putri Batcheat, kekasih Bolo, diculik. Dan penyebabnya hanya satu: Khattam-Shud, si Pangeran Penutup Mulut atau si Musuh Cerita. Membawahkan Kerajaan Chup yang rakyatnya tak bisa berbicara karena ada Undang-Undang Menutup Mulut, Khattam-Shud seolah punya misi untuk membinasakan apa saja yang terdengar "berisik". Lautan Cerita perlahan diracuninya. Tentara Gup, yang terdiri dari Halaman Cerita di bawah pimpinan Jenderal Kitab, tak mampu melawan racun Khattam-Shud. Harus diakui Rushdie adalah seorang narator "mabuk" seperti tokohnya sendiri Rashid Khalifa. Meski ia mengaku novel ini ditujukan untuk anak-anak, sesungguhnya ia sedang berbicara kepada orang dewasa, atau lebih tepatnya "para penguasa". Setiap menulis novel, Rushdie "mabuk". Ia menabrak semua konvensi realitas dan dengan liarnya menyeruduk dunia imajinasi ke segala arah. Ia seolah tak menggunakan rasio dan perasaan lagi. Namun, setelah novel Satanic Verses yang berlebihan hingga membuat umat Islam murka, agaknya Rushdie sadar dari mabuknya. Kini novel Haroun and the Sea of Stories ditulisnya dengan kemampuan mengekang diri meski ia tetap liar dalam penciptaan tokoh-tokohnya. Lihatlah nama tokoh Khattam-Shud yang berarti "Selesai Semuanya", Tuan Bezaban (julukan KhattamShud) yang berarti "dilarang bicara", atau Pangeran Bolo yang artinya "bicara". Dan tengok pula cara Rushdie memberi nama tempat semacam Alifbay yang berarti Abjad atau Kerajaan Chup yang artinya diam. Mungkin hanya penulis sekaliber Rushdie, Gabriel Garcia Marquez, dan Gunter Grass bisa menciptakan karakter yang diberi nama-nama dengan arti di baliknya serta terjalin rapi dengan jalan cerita. Rushdie memang mempertanyakan persoalan kebebasan berbicara dan keindahan dunia dongeng dalam novelnya, tetapi ejekannya terhadap para penguasa (yang diwakilkan oleh Khattam-Shud) sangat jenaka dan sekadar "mencubit". Seperti halnya pada dongeng anak-anak, Rushdie ingin memberi kemenangan pada pahlawannya. Khattam-Shud meleleh. Dan Rushdie menyelesaikan novel ini dengan happy ending. Ayahnya bisa mendongeng kembali dan ibunya yang dilarikan Sengupta -- yang seperti kembar spiritual dari Khattam-Shud -- kembali ke pelukan keluarga. Dengan akhir yang begitu enteng dan menyenangkan, Rushdie seperti sengaja mengingatkan bahwa itu semua adalah sebuah dongeng. Dan ia sudah mengalami, tidak semua orang akan menyukai dongengnya. Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus