Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Elektra di Sebuah Pagi

Film yang diangkat dari komik Marvel tentang seorang pembunuh bayaran.

31 Januari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ELEKTRA Sutradara: Rob Bowman Skenario: Zak Penn, Stuart Zicherman, Raven Metzner Pemain: Jennifer Garner, Goran Visnjic, Terence Stamp Produksi: Twentieth Century Fox

Pagi bukan milik Elektra, tak seperti yang dikatakan Eugene O'Neill kepada para pembaca sastra. Elektra dalam film rekaan Rob Bowman—yang diangkat dari komik Marvel—adalah seorang pembunuh bayaran yang tak pernah menginginkan pagi karena dia dirundung insomnia dan hidup yang muram. Syahdan, sosok Elektra dikenal para pembaca komik dan penonton film Daredevil (2003), superhero Marvel yang buta, sebagai sang kekasih yang merancang kesumat bagi pembunuh orang tuanya.

Di dalam film baru ini, Elektra tampil sebagai seorang perempuan yang dingin dan napas yang suram. Dia tumbuh dengan dendam bukan hanya karena menemukan sang ibu tergeletak bersimbah darah di tempat tidur, tetapi juga karena digilas kedisiplinan tak terkira oleh sang ayah. Maka, "OCD" (obsessive-compulsive disorder), sebuah kelainan yang diidapnya, tersalur melalui kedisiplinan melatih bela diri di bawah pimpinan Guru Stick (Terence Stamp), seorang sensei yang mampu "melihat" apa yang akan terjadi sebelum peristiwa itu terjadi, dan bahkan mampu "menghidupkan" orang yang sudah mati. Tetapi Terence, seperti juga para guru besar di dalam ilmu persilatan mana pun, kemudian memutuskan Elektra harus "dilepas" karena sebuah "tugas" yang tak dipahami Elektra. Di sinilah film dimulai: Elektra ditugasi para "bos" The Order of the Hand untuk membunuh seorang ayah, Mark Miller—diperankan oleh aktor ganteng Goran Visnjic—dan anak, Abby (Kirsten Prout). Karena Elektra sudah telanjur "jatuh cinta" pada bapak-anak ini, tugas itu diabaikan. Dia bahkan berbalik membela dan menemukan latar belakang para "bos" (yang mengenakan jas seperti para direktur di "dunia biasa", namun berkantor di pucuk sebuah pagoda).

Film ini dimulai dengan sebuah semangat yang tepat: dramaturgi komik. Mereka juga sudah memasang aktris yang tepat: Jennifer Garner, seorang pemain cantik, tinggi, seksi, sekaligus berwajah cerdas dan andal berkelahi seperti yang sudah disaksikan pemirsa dalam serial Alias (baca: Kisah Intel Seksi Bertubuh Permai). Namun, sayangnya, sejak awal para penulis skenario dan sutradara Bowman (melejit karena serial The X-Files) tak jelas dengan keinginannya. Bahwa Elektra adalah seorang penderita OCD—ditunjukkan dengan kebiasaannya menghitung langkahnya dan menata buah-buahan dengan rapi di atas garis lurus—mungkin menarik untuk menunjukkan sebuah kedisiplinan. Tapi Bowman tak menunjukkan sisi "tragedi" dari kecenderungan itu dalam perjalanan hidup Elektra. Bahwa Bowman ingin menunjukkan sebuah kecenderungan dramaturgi komik—anak buah The Hand yang bisa melahirkan ular, elang, atau serigala dari dalam tubuhnya—mungkin suatu teknik yang menarik. Tetapi, meski senjata mereka tampak begitu mematikan dan brutal, penonton tak kunjung jeri barang sehelai rambut pun karena kehadiran mereka lebih mirip sebuah mimpi buruk ketimbang "kekuatan jahat" yang perlu dibasmi.

Lalu, ada momen-momen ketika Bowman tampak kepingin banget mengikuti jejak master macam Zhang Yimou atau Ang Lee. Ada puluhan lembar seprai putih yang entah kenapa melayang-layang saat Elektra berhadapan dengan pimpinan The Hand. Penonton sudah deg-degan mengira bakal ada tontonan dahsyat. Tapi detik-detik berlalu, seprai yang beterbangan itu cuma melayang ke sana kemari seperti iklan detergen.

Jennifer Garner, yang kini tengah menjadi favorit dunia karena karakter Sydney Bristow, agen CIA yang humanis itu, juga setengah mati menunjukkan perbedaan dalam sosok Elektra. Tentu mereka sama-sama tinggi, seksi, jago kickboxing. Tetapi, Saudara-saudara, Elektra adalah pembunuh berdarah dingin. Itulah sebabnya dia cemberut melulu. Dan oh yeah, dia punya seragam seksi berwarna merah yang agak mirip paduan antara kemben Dewi Kunti dan Wonder Woman. Dia juga menggunakan sepasang trisula yang rajin digosok-gosok di kala insomnia mendera.

Jika sudah begini, para penggemar film laga (dan penggemar Jennifer Garner) jadi garuk kepala dan kembali pada DVD serial Alias saja. Meski serial itu adalah sebuah glorifikasi profesi intelijen, paling tidak para sineasnya mempunyai keinginan yang jelas: membuat film yang seru dan keren.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus