Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Batal demi Transparansi
Sikap keras ditunjukkan Komisi Perdagangan DPR RI atas hasil lelang gula impor ilegal. Komisi ini meminta Kejaksaan Agung membatalkan hasil lelang gula yang dimenangi PT Angels Product. Tak hanya itu, Komisi juga meminta penghentian proses pembongkaran gula di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sikap itu terungkap dalam kesimpulan rapat dengar pendapat DPR dengan Dewan Gula Indonesia (DGI), Senin pekan lalu.
Di pertemuan itu, DGI diwakili Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Rifana Erni, dan Ketua Badan Komisi Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Abdul Wachid. Turut hadir pula Sekretaris Perusahaan PT Angels Product, Melvin Korumpis.
Pimpinan rapat Constant M. Ponggawa mengatakan, rekomendasi pembatalan diambil lantaran Komisi menemukan adanya indikasi pelanggaran substansial atas prinsip-prinsip transparansi pelelangan, kontroversi landasan hukum, dan kejanggalan menentukan harga dasar lelang. "Selanjutnya DPR meminta klarifikasi Kejaksaan Agung, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Dinas Perdagangan DKI Jakarta."
Pada 4 Januari lalu, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara melelang 56.343 ton gula impor ilegal asal Thailand yang masuk pada pertengahan tahun lalu. Belakangan diketahui gula itu diimpor oleh Nurdin Halid atas nama Inkud. Hasil lelang menyatakan PT Angels Product sebagai pemenang dengan tawaran Rp 2.100 per kilogram. Angka inilah yang menyulut kontroversi karena saat ini harga gula lokal saja Rp 3.400.
Peringkat Indonesia BB-
Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings, menaikkan peringkat utang jangka panjang Indonesia dari B+ menjadi BB-. Peringkat utang jangka pendek juga dinaikkan menjadi B. Kenaikan ini didasarkan atas stabilnya kondisi politik, reformasi hukum dan birokrasi, serta pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik. Fitch yakin Indonesia mampu mengurangi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun ini menjadi 55 persen atau hampir mendekati peringkat BB, yaitu 52 persen.
Dalam siaran pers Kamis pekan lalu, Associate Director Fitch Asia Ai Ling Ngiam mengatakan, fase terbaru dalam siklus politik dan ekonomi Indonesia membuka peluang penting bagi pemerintah menciptakan stabilitas makro-ekonomi dan mengurangi beban neraca pembayaran dan keuangan negara. ”Dengan memprioritaskan pembaruan di bidang struktural, pemerintah Indonesia mengirim sebuah sinyal kuat untuk bertekad mengurangi risiko berinvestasi di Indonesia,” kata Ngiam.
Namun, ada sejumlah soal yang mesti diperbaiki. Investor, menurut Ngiam, meminta pemerintah merevisi undang-undang ketenagakerjaan, kebijakan otonomi daerah, dan memberantas korupsi, termasuk pungutan liar, yang mengakibatkan biaya tinggi. ”Melaksanakan itu sulit, tapi sinyal yang jelas dari pemerintah untuk melaksanakan itu semua dapat membawa sentimen positif bagi investor,” ujar Ngiam. Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2005 mencapai 5 persen dan naik menjadi 5,5 persen tahun 2006.
MoU Cemex Batal
Sengketa pemerintah versus Cemex Asia Holding Ltd. hampir saja berakhir, kalau nota kesepahaman antara kedua belah pihak jadi diteken Selasa pekan lalu, dalam acara BUMN Summit 2005. Pembatalan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) itu sangat tiba-tiba. Buktinya, jadwal acara BUMN Summit 2005 yang dibagikan pada Selasa pagi pekan lalu masih mencantumkan agenda penandatanganan di Istana Negara Jakarta.
Ada bukti lain pembatalan itu sangat mendadak. Dalam acara CNBC Strategic Forum pada Senin pagi pekan lalu, Menteri Negara BUMN Sugiharto masih mengatakan, penandatanganan MoU akan dilakukan Selasa. Namun, malam harinya dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan dan Perbankan (IX) DPR, dia meralat ucapannya. Itu pun setelah Anggota Komisi IX Dradjad Wibowo memperdengarkan rekaman pernyataan Sugiharto dalam acara CNBC Strategic Forum.
Sugiharto menjelaskan, pembatalan MoU itu akibat belum ada kesepakatan antara pemerintah dan Cemex. Kesepakatan itu berkenaan dengan pengurangan kontrol manajemen yang mewakili perusahaan semen asal Meksiko itu di PT Semen Gresik Tbk. Pemerintah meminta Cemex mengurangi kontrol yang dimilikinya untuk menghindari sering terjadinya kebuntuan dalam pengambilan keputusan. ”Pukul dua kemarin (Senin pekan lalu), pemerintah menilai adanya pasal dan hal-hal yang belum bisa dicapai,” kata dia.
Kementerian Negara BUMN, kata Sugiharto, akan mengembalikan pembahasan kelanjutan negosiasi penyelesaian sengketa kepada tim yang dibentuk tim menteri perekonomian. Tim ini terdiri dari Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Negara BUMN. Sugiharto tetap optimistis proses negosiasi dengan Cemex bisa dilanjutkan. ”Prosesnya belum selesai selama proses arbitrase belum dicabut,” ujar Sugiharto.
Lelang Perdana Obligasi
Banjir permintaan terhadap surat utang negara terus berlanjut hingga tahun ini. Lelang surat utang negara perdana tahun 2005 yang digelar Selasa pekan lalu juga ”kebanjiran” penawaran sampai Rp 12 triliun atau enam kali lipat dari target nominal yang akan diterbitkan Rp 2 triliun. ”Akhirnya diputuskan nominal obligasi negara yang diterbitkan Rp 5 triliun,” kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara, Mulia P. Nasution.
Tambahan nilai penerbitan surat utang negara ini, kata Mulia, untuk memenuhi kebutuhan keuangan pemerintah. Obligasi negara seri FR0027 juga diterbitkan untuk menjaga pasar obligasi negara yang saat ini sedang bagus. Pemerintah tahun ini menargetkan penerbitan surat utang Rp 43,5 triliun. Jumlah itu termasuk penerbitan obligasi dalam mata uang dolar (valas) yang ditargetkan sekitar US$ 1 miliar.
Obligasi yang dilelang pekan lalu memiliki tingkat kupon 9,5 persen dan jatuh tempo pada 15 Juni 2015. Pembayaran kupon akan dilakukan dua kali setahun, masing-masing pada pertengahan Juni dan Desember. Permintaan imbal hasil (yield) terendah yang masuk 10,05 persen dan yield yang tertinggi mencapai 11,30 persen. Dan imbal hasil rata-rata tertimbangnya 10,12 persen.
Paket Kebijakan Perbankan
Awal tahun 2005 Bank Indonesia melakukan gebrakan. Bank sentral, Selasa pekan lalu, meluncurkan Paket Kebijakan Perbankan Januari 2005. Paket ini sebagai bagian dari upaya untuk melakukan penyehatan, pemulihan, dan penguatan industri perbankan. Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah mengatakan, paket kebijakan perbankan itu terdiri dari delapan peraturan Bank Indonesia (PBI), baik bersifat baru maupun penyempurnaan dari ketentuan yang telah ada.
Tujuan kebijakan perbankan itu, kata Gubernur BI, antara lain sebagai kelanjutan proses penguatan institusional perbankan dalam menghadapi iklim persaingan yang semakin tajam. Lalu, untuk mengembangkan dan meningkatkan efektivitas peran perbankan dalam proses pembiayaan pada sektor produktif yang mampu mendorong pertumbuhan perekonomian. ”Juga meningkatkan kemampuan perbankan dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dan praktek perbankan yang sehat.”
Delapan PBI yang dikeluarkan, yaitu ketentuan tentang batas maksimum pemberian kredit (BMPK), kualitas aktiva, sistem informasi debitor, sekuritisasi aset, perlakuan khusus terhadap kredit bank umum di Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias, Sumatera Utara, Pinjaman Luar Negeri, Penyelesaian Pengaduan Nasabah, dan Transparansi Informasi Produk Perbankan. Menurut Burhanuddin, paket PBI baru ini merupakan salah satu rangkaian paket aturan yang akan dikeluarkan bank sentral.
Mengecilkan yang Besar
Pekerjaan besar sedang disiapkan oleh Menteri Negara BUMN Sugiharto. Dalam tempo lima tahun, pemerintah akan memperkecil jumlah BUMN di republik ini dari 158 menjadi 70 perusahaan. Caranya, 54 BUMN akan dimerger menjadi 21 perusahaan. Sebanyak 39 perusahaan dipertahankan strukturnya.
Di luar itu, 38 perusahaan lainnya akan diciutkan menjadi 10 perusahaan induk. BUMN yang akan disinergikan itu dikelompokkan dalam 10 sektor industri yaitu jasa keuangan, agroindustri dan konsumsi, energi, pariwisata, telekomunikasi dan media, industri strategis, logistik, pertambangan, konstruksi, serta industri kayu dan kertas. Semua itu tertuang dalam Rencana Induk Revitalisasi BUMN 2005-2009.
Sugiharto berharap model seperti ini dapat melepaskan ketergantungan BUMN pada keuangan negara. ”Pemerintah kelak tak memiliki dana segar untuk menyuntik permodalan BUMN. Padahal BUMN membutuhkan ruang lebih besar untuk investasi dan berkembang. Jadi posisi modal perusahaan membesar, tanpa injeksi baru dana pemerintah melalui APBN.”
Tambang Masih Oke
Rapor industri pertambangan Indonesia 2003 rupanya tak buruk-buruk amat. Bahkan, dari sisi raihan keuntungan, angka yang dicatat perusahaan tambang di republik ini tertinggi di dunia, 15,1 persen pada 2003 dari ukuran margin keuntungan bersih. Angka ini juga terbesar dibanding raihan 30 perusahaan papan atas dunia yang hanya 10,4 persen. Australia saja, sebagai pesaing utama, hanya mencapai 6,9 persen. Rapor ini dibuat konsultan dunia PricewaterhouseCoopers (PwC), yang dipresentasikan pada Kamis pekan lalu.
Menurut Marc Upcroft, partner PwC bidang pertambangan, kondisi ini menyebabkan industri tambang Indonesia di mata investor sangat prospektif. Tapi kondisi ini tak banyak berarti jika problem investasi sektor pertambangan masih menganga. Misalnya soal penambangan liar, tumpang tindih peraturan, stabilitas perpajakan, dan divestasi kepemilikan asing. ”Jika tidak ada perbaikan, industri tambang Indonesia akan semakin kecil pada 2020.”
Indikasinya sudah terlihat. Menurut PwC, tingkat eksplorasi dan investasi pertambangan di daerah baru Indonesia pada 2001-2003 rata-rata hanya US$ 7 juta. Nilai ini kurang satu persen dari total kegiatan eksplorasi di seluruh dunia dan membawa Indonesia di nomor dua dari posisi buncit, yang diduduki Filipina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo