Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Film Darah dan Doa atau Long March of Siliwangi garapan Usmar Ismail merupakan film lokal pertama yang disutradarai dan diproduksi perusahaan film Indonesia pada 1950. Sehingga kehadirannya dijadikan peringatan Hari Film Nasional, 30 Maret 1950, tepat di hari pertama pengambilan gambar film Darah dan Doa. Penetapan 30 Maret sebagai Hari Film Nasional turut dikukuhkan melalui Keputusan Presiden nomor 25 tahun 1999, di era Presiden BJ Habibie.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film Darah dan Doa sendiri merupakan film hitam putih yang mengisahkan perjalanan prajurit divisi Siliwangi dari Yogyakarta menuju Jawa Barat. Di perjalanan mereka tak hanya melawan penjajah Belanda, tapi juga pemberontak. Kisah dalam film ini menyoroti tokoh Kapten Sudarto (diperankan Del Juzar) selaku pemimpin pasukan yang ditemani sahabatnya, Adam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam beberapa hal, Sudarto selaku kapten digambarkan sebagai orang yang peragu dalam mengambil keputusan. Alih-alih digambarkan sebagai sosok pahlawan, film ini justru lebih menyoroti Sudarto sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan. Ia juga tak lepas dari yang namanya penghianatan. Dalam sepanjang perjalanan film, Sudarto diceritakan terlibat perselingkuhan dengan dua wanita, pertama wanita keturunan Jerman dan Widya, seorang perawat, padahal saat itu Sudarto sudah memiliki istri.
Adam kerap geram akan sikap Sudarto yang dalam beberapa hal membuat suasana tidak kondusif karena urusan pribadi Sudarto kerap dijadikan bahan gunjingan awak divisi Siliwangi. Diceritakan pada 1950, perjalanan Sudarto dan awaknya sudah usai, karena Republik Indonesia sudah berdaulat penuh atas negaranya.
Saat situasi negara sudah damai Sudarto dihadapkan pada situasi yang mengaharuskannya mengikuti penelitian, namun karena adanya bocoran dari salah seorang anak buahnya, ia memilih tidak mengikuti penelitian dan memutuskan hengkang dari tentara.
Film ini diakhiri dengan ditembak matinya Sudarto oleh anggota PKI, golongan yang diperanginya pada peristiwa pemberontakan PKI 1948 di Madiun. Padahal perang ini sendiri sebenarnya ditentang Sudarto, karena sama saja perang melawan bangsa sendiri. Di film ini juga Sudarto turut kehilangan anaknya akibat perang revolusi. Film Darah dan Doa, menjadi tonggak adanya Hari Film Nasional.
DELFI ANA HARAHAP