Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Forum Komponis Muda (FKM) Sumatera Barat kembali menggelar pertunjukan musik yang dilabeli dengan Buni-bunian pada Rabu, 21 Februari 2024. Sebelumnya FKM juga telah menggelar pertunjukan di Kota Padang dan Padang Panjang.
Diskusi Komposisi dan Komponis Sumatera Barat
Ketua FKM Sumbar, Jumaidil mengatakan, forum ini awalnya diinisiasi oleh sejumlah komponis muda Sumatera Barat pada pertengahan tahun 2018. Sejak saat itu, forum ini aktif membuat diskusi seputar komposisi musik dan komponis Sumbar. Tahun lalu, FKM Sumbar merasa perlu untuk mengagendakan showcase kecil yang berkelanjutan. Showcase tersebut diberi nama Buni-bunian. Kegiatan ini dilaksanakan setiap dua bulan sekali pada kota yang berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia melanjutkan, buni-bunian merupakan penyebutan untuk kata musik bagi orang Minangkabau. Kata buni-bunian tidak hanya merujuk pada bunyi ansambel alat musik tradisional yang ada di acara perhelatan saja. Tetapi juga kepada bunyi yang bersifat fungsional seperti bunyi canang, tong-tong, atau yang lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Buni-bunian sengaja tidak digelar pada ruang pertunjukan yang eksklusif, melainkan di ruang publik. Musik lahir dari realita sosial, sudah semestinya karya komposisi musik dihadirkan pada ruang yang tidak berjarak dari masyarakat,” kata Jumaidil.
Pertunjukan musik FKM dengan judul Buni-bunian #3 di Kota Padang pada 21 Februari 2024. Foto FKM Sumbar.
4 Komponis Unjuk Kebolehan
Jumaidil menyebutkan, gelaran Buni-bunian ke-3 menampilkan empat komponis muda berbakat asal Padang, Solok dan Padang Panjang. Mereka adalah Uswatul Hakim dan Avant Garde Dewa Gugat asal Padang Panjang, Hendri Koto asal Padang serta Muhammad Rizky asal Solok.
“Pada sesi pertama, setiap komponis akan menampilkan karya komposisi musiknya. Di sesi dua, setiap komponis diminta untuk memaparkan ide dan gagasan mereka dalam berkarya,” ujar musisi dari Orkes Taman Bunga ini.
Uswatul Hakim menjadi penampil pertama dengan judul karya Revival. Karya ini terinspirasi dari tradisi musik pesisir, budaya masyarakat Minangkabau dan dialektikanya pada masa kini. Perpaduan bunyi yang muncul dari drum, gitar elektrik dan akordion mencoba mengungkap perkembangan tradisi pesisir Minang pada masa kini.
Selanjutnya ada Avant Garde Dewa Gugat yang membawa karya dengan judul Konsummaswn. Karya ini berangkat dari perenungan si komposer terkait ingatan bunyi dan sentuhan, lalu diterjemahkan dalam bentuk garapan komposisi musik elektro akustik yang noise experimental.
Hendri Koto menyuguhkan karya komposisi musik yang berjudul Uban to Urban. Karya ini mengungkap perjuangan kaum tua untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan digitalisasi. Pada penampilannya, Hendri mengkombinasikan bunyi dari kecapi Payakumbuh sebagai representasi kaum tua dan gitar elektrik (elektro musik) sebagai representasi perkembangan digitalisasi.
Sedangkan, Muhammad Rizki membawa karya berjudul Sunah Kultural. Ia menangkap tentang fenomena kebiasaan masyarakat urban di ruang tongkrongan. Bunyi dan suara menjadi media komunikasi semua kalangan untuk berinteraksi di ruang kota yang hiruk pikuk. Kemudian Rizki menerjemahkan kembali dalam sajian komposisi musik interlocking. Ia menggabungkan bunyi dari elektroakustik seperti gitar dan bass dengan saluang dan talempong menjadi karya yang layak untuk disuguhkan.
Setelah penampilan 4 komponis, acara dilanjutkan dengan diskusi. Satu persatu, setiap komponis memaparkan terkait ide gagasan dan proses kreatif penciptaan karya. Di ruang yang sama pula, penonton bisa menanggapi karya tersebut secara langsung.