Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di bawah sinar lampu kedua penari berdiri mematung. Selembar kain merah tergeletak begitu saja di bawah tubuh mereka. Perlahan mereka mengambil kain merah yang ternyata adalah rok, kemudian memakainya. Keduanya berlari ke ujung panggung dengan ringan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rok merah yang mereka pakai sekaligus menjadi perpanjangan garis yang diciptakan sang koreografer Abderzak Houmi dari Prancis. Seperti terlihat dalam sebuah gerakan ketika tubuh keduanya menghadap arah penonton, kedua kaki mereka terbuka dengan kaki kanan menjinjing bertumpu pada jari dan lutut tertekuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tubuh mereka condong ke samping kanan dengan tangan terbuka lurus ke bawah, sedangkan tangan kiri kerja menarik rok ke atas. Jika dilihat, sudut paha dari tekukan lutut dengan tarikan rok seperti garis lurus. Garis itu sejajar dengan garis tangan yang lurus.
Kedua penari itu, Julia Flot dan Sophie Lozzi, memainkan koreografi berjudul Parallalels yang dipentaskan sebagai penutup Salihara International Performing Art Festival di Salihara, Sabtu-Ahad, 8-9 September 2018. Festival itu menyuguhkan sejumlah pertunjukan karya seniman dari Indonesia dan luar negeri, ceramah seni, hingga lokakarya. Pertunjukan karya Abderzak Houmi itu atas dukungan dari Institut Francais Indonesia (IFI).
Kelompok Compagnie X-Press ini menampilkan gerakan yang juga menonjolkan garis-garis melalui tubuh. Lihatlah ketika dalam gerakan lain yang lebih maskulin, saat mengenakan celana mereka berjumpalitan di lantai. Kaki-kaki mereka menjulur ke samping atau ke atas dengan tubuh bertumpu pada tangan dan kekuatan perut. Mereka melepas celana yang mereka pakai dengan gerakan yang artistik dan kostum, sekali lagi, menjadi elemen yang memperindah gerak.
Gerak mereka pada mulanya seperti memperlihatkan sebuah proses kelahiran. Ketika cahaya lampu temaram menyorot punggung kedua penari yang menelungkup membelakangi penonton. Punggung itu perlahan bergerak, tulang belikat mereka bergerak cepat, seperti gerakan makhluk asing yang hendak keluar dari tubuh dan punggung itu menjadi tegak.
Dengan iringan musik hip hop, mereka memadukan gerak-saling menopang atau berkelindan. Cahaya lampu diatur sedemikian rupa untuk menampilkan sisi artistik yang mendukung gerak tubuh mereka.
Koreografi ini berangkat dari kegemaran Abderzak Houmi terhadap matematika. Houmi lalu mengejawantahkannya dalam gerakan tubuh. Koreografinya menjadi titik kulminasi dari tiga karya lainnya yang berhubungan dengan garis. Karya sebelumnya adalah After 3 AU Cube (2009) dan Face a face (2011).
Houmi terobsesi oleh geometri, yang dia sebut sebagai area bermain. Seolah-olah ia ingin memotong panggung dengan garis-garis koreografinya. Ketika dua garis geometri lahir, ia tumbuh dan melebur dalam gerak yang sama.
Para penari menyuguhkan gerakan-gerakan presisi, yang kadang-kadang terpisah dan cepat tanpa mengabstraksikan pendekatan yang intim dan rapuh. Penonton pun bisa menafsirkan koreografi ini tentang kelahiran dan bertumbuh dalam maskulinitas dan feminitas. "Pada kelahiran, kemudian berpakaian. Saat kostum laki-laki seperti permainan, pada kostum perempuan seperti perpanjangan garis," ujar Houmi. Dengan karya yang menonjolkan kekuatan fisik ini, Houmi juga memperlihatkan beragam kepribadian perempuan.
Houmi mengawali kariernya sebagai koreografer dan mendirikan kelompok Compagnie X-Press. Penari kelahiran 6 Agustus 1979 itu memulai pengayaan kosakata gerakan dengan mengekspresikan kesukaannya pada geometri dan kurva sejak kecil.
Ia menjadi sutradara artistik dan koordinator dari Urban Dance Meeting pada periode 2010-2017. Karya koreografinya umumnya diperuntukkan bagi penari amatir dan disajikan dalam presentasi forum tari internasional. Dalam lawatan ke Indonesia kini, selain di Salihara International Performing Art Festival, Paralleles juga dipentaskan di Makassar pada Rabu, 12 September lalu, dan diikuti dengan diskusi esok harinya. DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo