Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitektur

Jembatan Pelindung Nelayan

Jembatan Suroboyo menjadi ikon baru Kota Surabaya. Dibangun untuk melindungi kampung nelayan.

8 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ribuan orang berkumpul memandang titik yang sama di kawasan Pantai Kenjeran, Surabaya, Sabtu malam dua pekan lalu. Tepat pukul 20.00, anak-anak hingga orang dewasa yang tumplek di tempat itu siap dengan telepon seluler masing-masing, mencari posisi terbaik untuk mengambil gambar. Tak lama kemudian, musik mengalun dan berkumandanglah lagu yang akrab di telinga warga ibu kota Jawa Timur itu, "Rek, ayo rek, mlaku-mlaku nang Tunjungan." Dan pertunjukan pun dimulai.

Bukan konser musik atau pentas teater yang mereka tonton, melainkan air mancur menari di Jembatan Suroboyo, yang terletak di Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Bulak, Surabaya. Selama 60 menit, pengunjung disuguhi liukan air yang dipadu dengan pendar lampu warna-warni.

Jembatan Suroboyo adalah jembatan anyar kebanggaan warga Surabaya, yang diresmikan Wali Kota Tri Rismaharini pada 9 Juli lalu. Sejak diresmikan, jembatan ini tak pernah sepi. "Sangat spektakuler, serasa bukan di Surabaya," ujar Muhammad Ilham, pengunjung asal Rungkut, Surabaya. Bukan hanya warga Surabaya yang rajin berkunjung, masyarakat dari luar kota pun ikut datang menyaksikannya.

Desain jembatan sepanjang 800 meter ini merupakan buah karya sang Wali Kota sendiri. Ide ini berawal dari keinginan Badan Pengelolaan Jembatan Suramadu (BPJS), yang ingin membangun jalan untuk menghubungkan Jembatan Suramadu ke selatan menuju Malang, Pasuruan, dan daerah lain melalui jalan lingkar luar timur. Jalan tersebut juga menghubungkan Kenjeran dengan Bandar Udara Internasional Juanda di Kabupaten Sidoarjo.

Masalahnya, pembangunan jalan akan menggusur kampung nelayan di Bulak. Sesungguhnya tak sulit membebaskan tanah di pesisir Kenjeran karena sebagian besar nelayan yang tinggal tak memiliki surat kepemilikan tanah. Hanya sekitar satu persen penduduk yang surat-suratnya lengkap.

Fakta tersebut justru membuat Risma ragu karena berarti ia hanya akan membayar ganti rugi bangunannya. "Kalau aku bayar bangunannya memang lebih murah, tapi terus mereka pindah ke mana?" kata Risma, Jumat pekan lalu.

Risma mengatakan nelayan adalah tipe masyarakat yang sulit beradaptasi. Ketika tempat tinggalnya jauh dari laut, nelayan tak bisa serta-merta berubah profesi jadi tukang batu atau petani. "Jadi kan malah menjauhkan mereka dari sumber ekonominya," kata Risma.

Tapi, menurut dia, jembatan harus tetap dibangun. Risma setuju pembangunan, tapi tak ingin merusak kampung nelayan. Jalan tengah pun diambil. "Wis, kita bikin saja jalan di atas laut," ujar Risma.

Maka lahirlah Jembatan Suroboyo. Meskipun biaya pembangunannya lebih mahal, Risma memilih opsi ini demi nasib nelayan di masa depan. Atas usaha melestarikan kampung nelayan itulah, Kota Surabaya diganjar Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan penghargaan penyelamatan perikanan Indonesia. "Saat saya presentasikan ini ke Kementerian Pertanian juga Kementerian Perikanan, saya bilang tujuannya untuk melindungi nelayan. Eh, mendapat penghargaan, padahal saya tidak ikutkan lomba," kata Risma.

Setelah sepakat, Risma tak ingin jembatan seharga Rp 200 miliar tersebut hanya berfungsi sebagai jalan penghubung. Ia ingin jembatan tersebut menjadi destinasi wisata. Tujuannya agar kawasan Bulak dan Pantai Kenjeran berkembang. Selama ini kawasan kampung nelayan di pesisir Kenjeran terkenal kotor, kumuh, dan berantakan. "Saya gambar jembatan ini, dikasih air mancur menari biar nelayan dapat tambahan pendapatan di luar melaut," ujarnya.

Ide air mancur itu, kata Risma, di antaranya terinspirasi dari air mancur menari di Cina dan Korea Selatan. "Tapi kan belum ada yang dibangun di atas laut. Saya cari caranya dan ternyata bisa."

Gagasan tersebut kemudian dibawa ke konsultan yang ikut serta dalam proyek itu. Konsultan dan tim teknis gabungan BPJS dan Dinas Pekerjaan Umum kemudian mendetailkan desain kasar yang dibuat Risma. "Yang gambar dari konsultan, tapi idenya dari saya," Risma mengungkapkan.

Risma berharap, dengan adanya air mancur menari yang menjadi magnet pariwisata, para nelayan bisa memperoleh pendapatan tambahan dengan menyewakan perahu kepada wisatawan dan berjualan cenderamata.

Air mancur hanya menyala pada Sabtu pukul 20.00-21.00. Menurut Risma, pemilihan jam itu bukan tanpa alasan. Ia sengaja "menjebak" pelancong agar bermalam di Surabaya dan menyempatkan berwisata ke Pantai Kenjeran, sementara penerbangan terakhir dari Bandara Juanda adalah pukul 21.00. "Sengaja itu saya jebak. Kalau saya nyalain jam 19.00 sampai jam 20.00, mereka masih bisa pada pulang," katanya.

Pakar tata kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Johan Silas, mengaku diajak Risma berdiskusi mengenai pembangunan jembatan ini. Setelah desain rampung, Risma ingin menjadikan jembatan ini sebagai ikon baru Surabaya.

Sebagai ikon baru, jembatan ini memang dirancang agar ramah Instagram. Risma menyadari akan banyak orang datang untuk berfoto dan selfie di jembatan. Karena itu, ia menyiapkan jalur pejalan kaki di kiri-kanan jalan. Para pengunjung dapat berfoto sepuasnya tanpa khawatir bikin macet dan diprotes pengguna jalan.

Primadona jembatan ini ada di bagian tengah. Terdapat anjungan berbentuk setengah lingkaran di sana. Di anjungan, mata pengunjung akan dimanjakan oleh pemandangan yang terhampar di sekitarnya. Pada pagi hari, pengunjung bisa melihat matahari terbit. Sedangkan pada sore hari dapat memandang matahari yang perlahan terbenam. Saat malam tiba, pengunjung juga dapat menikmati keindahan lampu Jembatan Suramadu, yang berjarak sekitar dua kilometer dari Jembatan Suroboyo.

Untuk mencapai anjungan, pengunjung harus berjalan hingga ke tengah jembatan dan naik tangga di sebelah kiri dan kanan. Anjungan terpasang menggunakan model jembatan kabel dilengkapi pedestrian bridge di antara dua anjungan. Pagar anjungan terbuat dari baja berukir, sedangkan lantai anjungan menggunakan grating steel (kisi-kisi baja). "Bu Risma bilang desain itu untuk mengakomodasi keinginan orang, karena banyak yang suka foto-foto di jembatan," ujar Johan.

Setelah jembatan jadi, kini pekerjaan Risma berikutnya adalah mengedukasi nelayan untuk mempersiapkan diri menghadapi gelombang wisatawan. Sebagai permulaan, ia mengecat rumah nelayan dengan cat warna-warni supaya terlihat lebih bersih dan ceria. "Saya ingin kampung di sini seperti di Brasil," kata Risma.

Camat Bulak, Suprayitno, mengakui bahwa mendidik nelayan untuk sadar kebersihan dan cinta lingkungan tak mudah dan perlu waktu. Namun, setelah mulai banyak wisatawan datang, masyarakat perlahan-lahan mulai berubah karena sadar mereka jadi pusat perhatian. "Kami pelan tapi pasti terus berusaha mengangkat derajat serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nelayan," ujarnya.

Adapun Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Wiwiek Widayati berharap Jembatan Suroboyo mendatangkan lebih banyak wisatawan ke Surabaya. Pada 2015, tak kurang dari 15 juta wisatawan domestik dan 1 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke kota itu. Adapun rute pariwisata yang ditawarkan di kawasan Kenjeran adalah Taman Hiburan Pantai Kenjeran-Jembatan Suroboyo-Sentra Ikan Bulak-Kenpark Kenjeran.

Saat ini Pemerintah Kota Surabaya sedang membangun tambahan destinasi di sekitar Jembatan Suroboyo, tepatnya di depan Gedung Sentra Ikan Bulak, yakni patung Suro dan Boyo. Ukurannya bakal lebih besar dari dua patung Suro dan Boyo sebelumnya di depan Kebun Binatang Surabaya di Jalan Setail dan di Taman Skateboard, Jalan Ketabang Kali. Patungnya setinggi 25 meter dan dibangun 30 meter di atas tanah. "Itu mbahnya patung Suro dan Boyo," kata Wiwiek. Tika Primandari, Mohammad Syaraffah (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus