TEKNOLOGI KAMPUNGAN
Collection of Indigenous Indonesian Technologies.
Oleh. Craig Thorburn,
Penerbit: Volunteers in Asia, 1982, 154 halaman.
SEJAK Schumacher, konsep teknologi madya, dan kemudian
teknologi tepat guna, menjadi bahan pembicaraan. Bermunculan
beraneka definisi maupun cara mempraktekkannya.
Buku ini, yang ditulis oleh konsultan LP3ES untuk Program
Pengembangan Masyarakat Desa melalui Lembaga Tradisional
Pesantren, katanya tidak bermaksud lagi-lagi menciptakan
definisi baru. Ia sekedar hendak membuat kumpulan mengenai
teknologi rakyat di Indonesia. Karena ia, bersama
kolega-koleganya, merasa bahwa hanyalah dengan mempelajari
teknologi yang sudah ada, yang dipakai masyarakat, dapat
benar-benar diciptakan program inovasi serta perubahan teknologi
yang sungguh-sungguh.
Dan itulah yang dilakukannya. Belum bisa disebut sebuah
inventarisasi, karena menurut pengakuan penulis sendiri secara
lisan, yang dimuat baru mencapai sebagian kecil dari seluruh
teknologi rakyat yang terdapat di sini. Yang dipilih pun
berdasar kriteria arbitrer apa saja yang dijumpai, yang disukai.
Maka kita menemukan penggambaran berbagai jenis teknologi dalam
bidang-bidang pertanian, perikanan, pengolahan lepas panen dan
perkakas masak, sampai pengangkutan, bangunan, arsitektur,
industri kecil dan sektor informal. Meski sekilas tampaknya buku
ini sekedar teknis, di sana-sini terselip latar belakang
historis, berbagai wawasan, komentar serta usulan yang tersirat
maupun yang jelas dinyatakan.
Misalnya bajak, sebagai alat paling dasar dan utama untuk
pertanian. Ia terdapat di mana-mana di Indonesia. Namun variasi
pada alat sederhana ini begitu banyak dan halus, sesuai dengan
kebutuhan serta kondisi setempat. Ada bajak Aceh, Bali, Madura,
Sunda, Jawa. Kalau petaninya ditanya mengapa berbeda, paling
banter ia menjawab, "Ya, memang seharusnya begitu." Dari gejala
ini tampak bahwa program-program yang berasal dari pusat seperti
Bimas-Inmas atau jambanisasi, yang kurang memperhitungkan
kesesuaian dengan kondisi setempat, tidak efektif.
Tapi sebaliknya juga terdapat teknologi yang baik dan perlu
disebarluaskan, namun tetap terisolasi. Misalnya kincir air
irigasi (hlm. 26), alat yang mudah lagi murah untuk mengangkut
air dan dapat dipraktekkan bila saja ada sungai atau kanal.
Kincir ini hanya ditemukan di dua tempat, Sum-Bar dan Ja-Bar.
Memang banyak yang bisa dibanggakan dari teknologi rakyat kita.
Misalnya peternakan ikan di Ja-Bar (hlm. 31), yang katanya
salah satu yang paling produktif dan berhasil di dunia. Dengan
menggunakan teknologi sederhana, mereka dapat menghasilkan cukup
protein bagi kebutuhan gizi warga desa.
Kepandaian menyesuaikan diri pun cukup menonjol. Misalnya
terlihat pada alat perontok padi (hlm. 51), vang muncul secara
spontan di tempat-tempat berbeda, secara bersamaan dalam
beberapa tahun belakangan ini.
Arsitektur tradisional Indonesia (hlm. 110) mendapat penilaian
pula. Penulis menunjuk gempa bumi di Bali 1976: bangunan yang
tetap utuh hanyalah lumbung-lumbung padi tradisional serta
beberapa rumah gaya lama. Sedang beratus-ratus bangunan lain
yang lebih modern hancur berantakan menimbuni korban manusia.
Dan dalam bagian industri kecil, kerajinan tangan serta sektor
informal, disebutkan bahwa dalam kegiatan-kegiatan ini terjelma
filosofi dari teknologi tepat guna: skala kecil, hemat energi,
sederhana dan mudah dirancang. Pembuatan serta pemeliharaannya
dapat dilakukan dengan menggunakan ketrampilan serta bahan
setempat.
Memang sepanjang sejarah Indonesia, lebih tepat bila dikatakan
terjadi transformation of technology ketimbang sekedar transfer
of technology. Penduduk desa masih menciptakan dan menghasilkan
alat-alat mereka sendiri--selalu dengan menyesuaikan disain atau
pola dan produk baru dengan berbagai cara.
Tetapi,- "teknologi tepat guna sendiri bukanlah seperangkat alat
dan cara. Melainkan lebih merupakan pendekatan yang mencerminkan
sikap tertentu terhadap masyarakat dan teknologi" (hlm.5).
Seperti halnya pendidihan, ilmu pengetahuan atau penelitian,
teknologi pun tidak netral. Pemilihan jenisnya malah "menentukan
bagi pembenNkan identitas kultural serta kemerdekaan politis"
(hlm. 5).
Kecocokan sosial suatu teknologi sering ditentukan sekelompok
orang yang mempunyai kekuasaan tertentu, dan yang merasa
menghayati masalah-masalah yang dianggap perlu dipecahkan saat
itu. Sedang untuk berbicara mengenai jenis teknologi yang bisa
diterapkan, kadang ada kecenderungan membuat generalisasi yang
menjebak. Toh pemupukan serta pengembangan berbagai teknologi
yang sudah ada, merupakan suatu cara untuk dapat melakukan
pilihan yang tepat bagi kondisi ekonomi, biologis serta
kebudayaan setempat.
Seluruh buku ini pun dijiwai asas ketepatgunaan yang
diajukannya. Sebenarnya konsep teknologi tepat guna ini tidak
mengeliminir teknologi muukhir ataupun skala-skala besar. Karena
yang terakhir itu pun relatif, tergantung konteksnya. Buku
"teknologi kampungan" ini sendiri dapat dikatakan intermediate
pula--dalam konteks bacaan mengenai topik ini, yang biasanya
kalau tidak benar-benar teknis macam buku pedoman, hanya
prinsipil teotitis seperti Kecil itu Indah karya Schumacher itu.
Memang dapat memberikan kesan dangkal, sekedar selayang pandang.
Tapi buku ini tidak menyimpang dari tujuan semula.
Setidak-tidaknya, ia suatu pengantar--dan pengantar yang menarik
--yang harus dikembangkan. Mengenai masalah tungku dan sekam
padi misalnya, itu telah dilakukan penulis yang sama dalam buku
Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar, atau Rice Husks as a Fuel karena
memang buku ini sekaligus dalam dua bahasa.
Adapun buku yang ditulis dalam bahasa Inggris yang cukup jelas
ini (kalaupun kurang jelas, bisa dilihat ilustrasi-ilustrasi
buatan penulis sendiri yang memang banyak dan cukup bagus),
agaknya diarahkan ke suatu publik asing, untuk memperkenalkan
teknologi rakyat di Indonesia. Konon sebuah versi bahasa
Indonesia sedang dipersiapkan LP3ES-yang seyogyanya dapat
dipergunakan orang-orang dalam bidang pengembangan masyarakat.
Bagi orang Indonesia yang lebih awam, buku ini sekedar
memperlihatkan warisan bangsa kita yang sangat berguna dan yang
dapat lebih dikembangkan lagi. Ternyata teknologi "kampungan"
itu bagus.
Julia L. Suryakusuma
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini