Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mendingan Genteng Buatan Tasik

Dimanfaatkan untuk membuat genteng dan semen blok, mesin dan alatnya diciptakan oleh DPMB, hasilnya telah diuji. (ilt)

11 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU sudah lama tak ke Tasikmalaya, anda mungkin heran melihat perubahan wajah kota itu sekarang. Debu dan pasir, bekas semburan Gunung Galunggung, masih kelihatan di beberapa rumah, dan di banyak tempat lainnya, bukit-bukit pasir seolah merupakan hiasan mode baru di halaman penduduk. Onggokan pasir ini bukanlah peragaan atas banyaknya pasir yang menimpa rumah mereka sejak Galunggung pertama kali meletus April lalu, tapi suatu bidang usaha yang mereka sebut sebagai "tambang emas baru." Pasir mereka kumpulkan dengan cuma-cuma dari Kaii Ciloseh, dan debu dari jalan atau atap rumah, untuk kemudian diangkut bahkan ke Bandung dan Jakarta sebagai bahan bangunan. Di suatu daerah aliran Kali Cilosch, sepanjang 2,5 km yang membelah dua kota itu, sekurang-kurangnya ada 15 pengusaha bangunan beroperasi. Mereka mempekerjakan sekitar 750 orang pemikul pasir yang masing-masing menerima Rp 20 sampai Rp 30 sepikulan. Pada gilirannya, sang juragan pasir menjualnya ke kota-kota lain. Di Jakarta, pasir itu bisa mencapai harga sekitar Rp 9.000 per m3. Tapi akhir-akhir ini, mereka tampaknya lebih cenderung menunggu pembeli yang datang sendiri ke Tasikmalaya. "Ongkos angkut dan biaya 'pungli' di jalan terlalu besar! sehingga keuntungan cuma Rp '.000 per m3-" kata seorarg pedagang pasir Galunggung "pembeli dari Bandung dan Jakarta cukup banyak," katanya lagi. Galunggung menyediakan lebih dari 20 juta m3 pasir dan debu yang praktis bisa diperoleh secara cuma-cuma. Semua itu bisa dijadikan bahan bangunan, kata Ir. Karman Somawidjaja. Kepala Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (DPMB) itu mengumpulkan sekitar 85 pengusaha bangunan baru-baru ini. Kepada mereka dia memperagakan sebuah alat sederhana berkerangka besi untuk mencetak semen blok dan genteng yang bahan dasarnya adalah pasir dan debu Galunggung. Mesin atau alat ini diciptakan oleh DPMB dan bisa dibuat pandai besi mana saja. Dioperasikan oleh tiga orang termasuk seorang sebagai pengaduk bahan alat ini bisa menghasilkan 800 buah semen blok atau 300 lembar genteng sehari untuk 7 jam kerja. Alat ini hanya berukuran tinggi 1 m, panjang 50 cm dan lebar 80 cm. Pasir yang digunakan untuk genteng ini terdiri dari pasir kasar yang dimuntahkan Galunggung dan debu dari gunung itu yang berserak di jalan-jalan . Perbandingannya, menurut Zulkarnain Aksa, Kepla Laboratorium DPMB, adalah 5 bagian pasir dan 3 bagian debu. "Ini dimaksudkan untuk mendapatkan kekedapan air," katanya. Pembuatannya sederhana saja. Bahan diaduk sampai rata, dicetak, kemudian diangkat dan dibiarkan selama 24 jam pada udara biasa, tanpa sinar matahari langsung. Setelah. dilepas dari cetakannya, genteng ini direndam di air selama 3 hari, kemudian dianginkan (bukan dijemur) di tempat yang lembab selama dua minggu. Pengujian pernah dilakukan atas 22 buah contoh yang berumur seminggu. Genteng itu dipanaskan sampai suhu setinggi 105ø, kemudian direndam di dalam air biasa (proses pengujian ini dilakukan dua kali). Hasilnya tidak ada keretakan pada genteng itu, menurut penelitian DPMB. Dan ternyata genteng Galunggung (dengan campuran 20% semen dan 80% pasir) mempunyai kekuatan 75 kg beban patah. Artinya, genteng itu baru patah jika menanggung beban lebih dari 75 kg. Persyaratan minimal adalah 60 k. Genteng ini :berukuran panjang 380 mm, lebar 220 mm dan tebal 15 mm dengan tebal gelombang 40 mm., Zulkarnain menunjukkan bahwa genteng biasa (Seperti Palentong) yang terbuat dari tanah liat itu rata-rata berukuran 300 x 240 x 10 mm, dan diperlukan 25 buah untuk tiap m2, sedangkan genteng Galunggung hanya diperlukan 15 buah. Unsur lain yang menarik ialah genteng Galunggung tidak susut setelah keluar dari cetakan. Pembuatan semen blok, menurut Ir. Karman, meminta perbandingan 1 bagian Portland Cement dengan 7 bagian pasir. Menggunakan teknologi madya dan sistem tekan seperti pada pembuatan genteng itu, semen blok ini juga tidak dibakar, hanya dikeringkan. Dengan ukuran 40 x 20 x 10 cm, berat semen blok ini hanya 165 kg per kg per m2, atau 5 kg lebih ringan daripada berat satuan m2 batu-bata. Dan "ini bisa menghemat fondasi," kata Zulkarnain. Harganya? Di Bandung tiap m2 batu bata berkualitas sedang menelan biaya Rp 3.280 termasuk ongkos plesteran dan upah tukang tembok, tapi jika semen blok, digunakan, biaya seluruhnya sekitar Rp 2.500 saja. Untuk satu m2 bangunan, lebih sedikit jumlah semen blok yang diperlukan. "Lagi pula bisa dikerjakan lebih cepat dan hemat adukan," kata seorang pedagang bahan bangunan di Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus