KALAU sudah lama tak ke Tasikmalaya, anda mungkin heran melihat
perubahan wajah kota itu sekarang. Debu dan pasir, bekas
semburan Gunung Galunggung, masih kelihatan di beberapa rumah,
dan di banyak tempat lainnya, bukit-bukit pasir seolah merupakan
hiasan mode baru di halaman penduduk.
Onggokan pasir ini bukanlah peragaan atas banyaknya pasir yang
menimpa rumah mereka sejak Galunggung pertama kali meletus April
lalu, tapi suatu bidang usaha yang mereka sebut sebagai "tambang
emas baru." Pasir mereka kumpulkan dengan cuma-cuma dari Kaii
Ciloseh, dan debu dari jalan atau atap rumah, untuk kemudian
diangkut bahkan ke Bandung dan Jakarta sebagai bahan bangunan.
Di suatu daerah aliran Kali Cilosch, sepanjang 2,5 km yang
membelah dua kota itu, sekurang-kurangnya ada 15 pengusaha
bangunan beroperasi. Mereka mempekerjakan sekitar 750 orang
pemikul pasir yang masing-masing menerima Rp 20 sampai Rp 30
sepikulan.
Pada gilirannya, sang juragan pasir menjualnya ke kota-kota
lain. Di Jakarta, pasir itu bisa mencapai harga sekitar Rp 9.000
per m3. Tapi akhir-akhir ini, mereka tampaknya lebih cenderung
menunggu pembeli yang datang sendiri ke Tasikmalaya. "Ongkos
angkut dan biaya 'pungli' di jalan terlalu besar! sehingga
keuntungan cuma Rp '.000 per m3-" kata seorarg pedagang pasir
Galunggung "pembeli dari Bandung dan Jakarta cukup banyak,"
katanya lagi.
Galunggung menyediakan lebih dari 20 juta m3 pasir dan debu yang
praktis bisa diperoleh secara cuma-cuma. Semua itu bisa
dijadikan bahan bangunan, kata Ir. Karman Somawidjaja. Kepala
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (DPMB) itu mengumpulkan
sekitar 85 pengusaha bangunan baru-baru ini. Kepada mereka dia
memperagakan sebuah alat sederhana berkerangka besi untuk
mencetak semen blok dan genteng yang bahan dasarnya adalah pasir
dan debu Galunggung.
Mesin atau alat ini diciptakan oleh DPMB dan bisa dibuat pandai
besi mana saja. Dioperasikan oleh tiga orang termasuk seorang
sebagai pengaduk bahan alat ini bisa menghasilkan 800 buah semen
blok atau 300 lembar genteng sehari untuk 7 jam kerja. Alat ini
hanya berukuran tinggi 1 m, panjang 50 cm dan lebar 80 cm.
Pasir yang digunakan untuk genteng ini terdiri dari pasir kasar
yang dimuntahkan Galunggung dan debu dari gunung itu yang
berserak di jalan-jalan . Perbandingannya, menurut Zulkarnain
Aksa, Kepla Laboratorium DPMB, adalah 5 bagian pasir dan 3
bagian debu. "Ini dimaksudkan untuk mendapatkan kekedapan air,"
katanya.
Pembuatannya sederhana saja. Bahan diaduk sampai rata, dicetak,
kemudian diangkat dan dibiarkan selama 24 jam pada udara biasa,
tanpa sinar matahari langsung. Setelah. dilepas dari cetakannya,
genteng ini direndam di air selama 3 hari, kemudian dianginkan
(bukan dijemur) di tempat yang lembab selama dua minggu.
Pengujian pernah dilakukan atas 22 buah contoh yang berumur
seminggu. Genteng itu dipanaskan sampai suhu setinggi 105ø,
kemudian direndam di dalam air biasa (proses pengujian ini
dilakukan dua kali). Hasilnya tidak ada keretakan pada genteng
itu, menurut penelitian DPMB. Dan ternyata genteng Galunggung
(dengan campuran 20% semen dan 80% pasir) mempunyai kekuatan 75
kg beban patah. Artinya, genteng itu baru patah jika menanggung
beban lebih dari 75 kg. Persyaratan minimal adalah 60 k.
Genteng ini :berukuran panjang 380 mm, lebar 220 mm dan tebal 15
mm dengan tebal gelombang 40 mm., Zulkarnain menunjukkan bahwa
genteng biasa (Seperti Palentong) yang terbuat dari tanah liat
itu rata-rata berukuran 300 x 240 x 10 mm, dan diperlukan 25
buah untuk tiap m2, sedangkan genteng Galunggung hanya
diperlukan 15 buah. Unsur lain yang menarik ialah genteng
Galunggung tidak susut setelah keluar dari cetakan.
Pembuatan semen blok, menurut Ir. Karman, meminta perbandingan 1
bagian Portland Cement dengan 7 bagian pasir. Menggunakan
teknologi madya dan sistem tekan seperti pada pembuatan genteng
itu, semen blok ini juga tidak dibakar, hanya dikeringkan.
Dengan ukuran 40 x 20 x 10 cm, berat semen blok ini hanya 165 kg
per kg per m2, atau 5 kg lebih ringan daripada berat satuan m2
batu-bata. Dan "ini bisa menghemat fondasi," kata Zulkarnain.
Harganya? Di Bandung tiap m2 batu bata berkualitas sedang
menelan biaya Rp 3.280 termasuk ongkos plesteran dan upah tukang
tembok, tapi jika semen blok, digunakan, biaya seluruhnya
sekitar Rp 2.500 saja. Untuk satu m2 bangunan, lebih sedikit
jumlah semen blok yang diperlukan. "Lagi pula bisa dikerjakan
lebih cepat dan hemat adukan," kata seorang pedagang bahan
bangunan di Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini