Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kesan Kesan Dalam

Pelukis nashar, rusli dan oesman effendi mengadakan pameran sketsa di tim. seluruhnya berjumlah lebih dari 142 buah. sketsa ditampilkan sederhana. menunjukkan kesan yang dalam.

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SKETSA adalah kesan dalam yang mendasar dari dunia visuil seorang pelukis", tulis Oesman Effendi dalam folder pameran yang berlangsung di Ruang Pameran TIM -- 16 s/d 20 Nopember. Puluhan sketsa yang lebih suka dinamakan "kesan dalam" milik pelukis Nashar, Rusli dan Oesman Effendi sendiri dengan hitam putih dan berwarna dihadirkan sebagai sesuatu yang unik. Ketiganya mempunyai persamaan dan perbedaan yang menarik untuk dilihat. Ke-3 pelukis senior ini seakan-akan hendak memberikan variasi baru dalam kegiatan rutin Ruang Pameran, di samping juga mengingatkan bahwa dari hal-hal yang spontan dan sederhana dalam sketsa harus ada perhatian yang lebih layak. "Adakah sesuatu yang tak beres dalam dunia sketsa pelukis atau senilukis Indonesia?" demikian Oesman Effendi bertanya. Pertanyaan yang baik sekali untuk dijawab oleh sketsa-sketsa itu sendiri. Tak Terasa Kita melihat dalam pameran bahwa sketsa-sketsa ditampilkan sedemikian rupa sederhananya, sehingga lebih menyerupai sebagai "persiapan" dari lukisan yang akan datang. Memang, mungkin pelukisnya tetap hendak mengatakan bahwa sketsa kadangkala memiliki dunia tersendiri yang berdiri sendiri, artinya setaraf nilainya dengan lukisan biasa. Meski begitu, di pameran ini hal itu tak terasa oleh kita. "Kesan-kesan dalam" tersebut rasanya tak diperlakukan sebagai barang yang sudah selesai dengan bulat. Meskipun sketsa-sketsa dari Rusli cukup menunjukkan penghormatan dari pelukisnya sendiri terhadap karyanya itu. Pada pelukis ini ada tercium sesuatu yang selesai dari "kesan dalam"nya. Sementara pada Nashar kita melihat "kesan dalam" tersebut bagaikan semacam proses pengamatan batin dan tanjakan emosi yang sifatnya intuitif. Sementara pada Oesman Effendi kita melihat kesan dalam tersebut seperti "analisa", yang kadangkala menyerupai catatan-catatan kemungkinan terhadap sesuatu subjek, entah "kota", "kapal" atau "bulan". Tak kurang dari 62 buah sketsa hitam putih milik Nashar (lahir di Pariaman 1928) menunjukkan perkembangan paling baru pelukis yang terkenal ini. Kalau dahulu sumber lukisannya adalah bentuk nyata dalam kehidupan, kini kita hanya melihat sisa-sisa bentuk tersebut. Sketsa Nashar telah membebaskan garis sebagai batas dari wadag. Garis tersebut telah dibiarkannya hidup sebagai garis, menjadi wadag itu sendiri, dalam hubungannya dengan kesan-kesan yang diperoleh batinnya. "Kalau dalam pertunjukan bisa ditontonkan sesuatu tanpa berdasarkan sebuah cerita, kenapa dalam lukisan tidak bisa ditampilkan sesuatu bentuk-bentuk yang tertentu sebagaimana yang sebelumnya saya lakukan?" kata Nashar memberikan penjelasan apa yang sedang ditemuinya pada saat ini. Kadangkala garis-garis tersebut menjadi ornamen, kadangkala menyarankan bentuk-bentuk yang samar tetapi dramatik. Proses peralihan ini rupanya masih gencar berlangsung sehingga kesan-kesan dalam itu hampir semuanya memenuhi format kertas. Dari segi ini skets Nashar terasa lebih menyerupai catatan pribadi yang menunggu penuangan kembali ke atas kanvas yang sebenarnya, untuk dikerjakan kembali sebagai lukisan yang selesai dan bulat. Kendatipun pelukisnya seringkali sempat menyodorkan beberapa buah sketsa yang memang mampu berdiri sendiri dalam kesederhanaan hitam putih itu. Wanita Selanjutnya lebih dari 30 buah kesandalam Rusli (dalam format yang rata-rata lebih besar) menunjukkan sesuatu yang lebih selesai. Tak bedanya dengan lukisan-lukisan Rusli yang bermaterial cat minyak di atas kanvas, sketsa Rusli juga memiliki efisiensi yang amat memperhitungkan komposisi serta kekuatan dari ruang kosong, untuk menampilkan suara-suara dari sesuatu yang sunyi, dari garis-garis yang pelit, dari sodokan-sodokan ujung kwas yang lihai. Di sini kita melihat beberapa figur wanita, suasana rituil dan kehidupan sehari-hari di Bali. Rusli telah menunjukkan bagaimana dia sempat mempergunakan garis sebagai sesuatu yang cantik dan sederhana dalam menampilkan beberapa segi kehidupan, sehingga kita tak sempat lagi menuntut soal warna. Dengan hitam putih garis-garisnya telah mampu berbicara menggantikan warna. Sketsa-sketsanya yang berwarna, yang juga hadir dengan format sangat kecil, lebih menunjukkan catatan emosi, yang merupakan kesan-kesan spontan mungkin sekali masih menuntut kanvas yang lain untuk penyelesaiannya lebih lanjut. Kemudian sekitar 50 buah kesan dalam dari Oesman Effendi muncul sebagai catatan analisa pelukisnya terhadap suasana kota. Kita melihat gerak, tanggapan pribadi pelukis terhadap kehidupan kota yang ribut yang hampir berubah menjadi rimba gedung dan lalu-lintas. Dalam selembar kertas kadangkala dihadirkan pula beberapa buah kesan terhadap satu subjek dalam pandangan yang berbeda-beda. "Ingat, sketsa tetap lontaran pertama atau pada tahap pertama dari suatu pengungkapan yang berkesan pada pelukis", tulis O.E. Dan ini memang tercermin dalam sketsa-sketsanya. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus