Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Hal "Newsweek"-(Lanjutan)

Belum ada kapasitas pelarangan beredar newsweek. yang dilarang beredar terbitan 8 nopember dengan laporan utama tentang indonesia ditulis richard m. smith. para pejabat tinggi belum sependapat. (md)

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI akhir pekan lalu belum ada kepastian apakah majalah berita mingguan Newsweek kini dilarang beredar di Indonesia. Home Service Alf, yang menjadi penyalur tunggal majalah itu -- dan berbagai majalah Amerika dan asing lainnya -- tak bisa memberi keterangan jelas ketika ditanya soal itu. Kepada TEMPO, seorang pegawainya hanya mengatakan: "Masih belum ada clearance dari Kejaksaan Agung kapan Newsweek bisa kembali beredar". Fihak Kejaksaan Agung yang berwenang dalam soal itu juga tak bisa memberi keterangan yang pasti apakah Newsweek untuk selanjutnya distop masuk di sini. Humas Kejaksaan Agung Tomasouw SH dalam keterangannya liwat telepon Sabtu pagi kemarin mengatakan: "Belum tahu ada larangan masuk berikutnya". Kata Tomasouw, "yang saya tahu pasti, memang ada larangan peredaran Newsweek edisi 8 Nopember lalu". Laporan utama Newsweek 8 Nopember lalu tentang Indonesia -- dengan gambar kulit muka Presiden Soeharto -- mengundang banyak reaksi, setelah Letjen Ali Moertopo dan Menlu Adam Malik mengecam isi tulisan yang mengkritik Indonesia, kepemimpinan Presiden dan pribadi Ny. Tien Soeharto itu (TEMPO, 20 Nopember). Sudomo Beberapa hari setelah itu -- yang menyebabkan majalah itu jadi laris di Singapura dan beredar pesat di Jakarta secara gelap -- reaksi keras keluar dari Kas Kopkamtib Laksamana Sudomo. Baik ketika menghadiri HUT Korps Marinir di Cilandak maupun sesaat sebelum dimulainya sidang stabilisasi, politik dan keamanan (Polkam) di Bina Graha 16 Nopember lalu, Sudomo dengan tegas berkata: "Larangan masuk Newsweek ke Indonesia berlaku untuk waktu yang tidak ditentukan, sampai Newsweek mengambil tindakan terhadap wartawan yang menulis berita utama itu". Sudomo juga menyatakan bahwa selain Richard M. Smith, editor regional untuk Asia yang menulis laporan utama itu dilarang masuk ke Indonesia, "semua orang asing yang ada hubungannya dengan Newsweek harus pergi dari Indonesia, kalau benar mereka ada hubungan dengan majalah tersebut", katanya. Seusai sidang Dewan Polkam itu Sudomo memang tak lagi banyak memberi keterangan. Tapi Menlu Adam Malik yang hari itu ikut sidang, tampak mengajak Sudomo ke suatu sudut di Bina Graha dan berbincang-bincang sebentar. Tak diketahui apa yang dibicarakan kedua pejabat tinggi itu. Tapi esoknya Menlu Malik kepada pers menyatakan "tak setuju Newsweek dilarang beredar seterusnya, tapi cukup dengan melarang beredar edisi 8 Nopember yang isinya memang menjelek-jelekkan Pemerintah dan Kepala Negara RI". Adam Malik juga berpendapat, "tak perlu seluruh wartawannya dilarang masuk ke Indonesia, tapi cukup terhadap yang bersangkutan saja, yaitu Richard Smith. Tentang pembantu lepas Newsweek, Judy Bird Williams di Jakarta, Menlu berpendapat tak ada persoalan. Menanggapi komentar Adam Malik, Kas Kopkamtib Jum'at lalu mengatakan, "adalah wajar timbul beda pendapat dalam negara demokrasi". Mengakui bahwa Menlu mengusulkan kepadanya ketika di Bina Graha akan Newsweek tak dilarang, beda pendapat itu menurut Sudomo, "tak berarti di antara pejabat-pejabat pemerintah tak ada kesatuan bahasa. Tapi pak Adam mungkin melihatnya dari sudut lain". Penglihatan dari sudut yang lain, agaknya juga keluar dari Menteri Penerangan Mashuri. Selain mengatakan "wartawannya di Jakarta sudah diberi peringatan keras" (maksudnya Judy Bird Williams - Red), Mashuri juga mengatakan "masih dipertimbangkan untung ruginya" apakah pembantu lepas Newsweek di Indonesia itu akan diusir. Keras? Judy Bird Williams, yang ditemui TEMPO Jumat lalu di rumahnya, tampaknya tenang-tenang saja. Dia memang sudah menghadap Deppen dan Kejaksaan Agung, mewakili Richard Smith. "Surat panggilan dari kedua instansi itu bukan untuk saya, tapi untuk Smith", katanya. Apakah memang anda mendapat peringatan keras? "Samasekali tidak bahkan pejabat Deppen dan Kejaksaan Agung yang saya temui bersikap sopan dan sangat ramah", katanya. Merasa tak ada sangkut pautnya dengan isi tulisan Smith, Judy Williams menerangkan memang membantu Smith dalam membuat perjanjian untuk bertemu dengan para pejabat sesuai dengan yang ingin ditemui atasannya itu. Smith yang sudah ketiga kalinya datang di Indonesia, menurut Judy pada mulanya bermaksud menulis soal-soal yang lebih menyangkut masalah ekonomi: seperti masalah Pertamina, masalah hutang tanker-tanker Samudra, soal LNG dan lainlain. "Tapi soalnya rupanya menjadi lain ketika timbul masalah Sawito dan Fahmi Basya", katanya. "Maka saya pun memberi tahu Smith yang ketika itu masih di Australia tentang perkembangan politik di Indonesia". Smith, yang menurut Menteri Mashuri selalu memenuhi prosedur Deppen, kali inipun memberitahukan kepada Deppen para pejabat mana saja yang ingin dihubungi. Maka Judy Williams mengemukakan lis pejabat yang ingin ditemui Smith: yakni Menteri Ekuin Widjojo Nitisastro untuk hal-hal yang menyangkut pembangunan umumnya dalam Pelita II, Menteri Pertambangan Moh. Sadli tentang negosiasi kembali dengan para kontraktor minyak asing, Menteri Sumarlin tentang masalah hutang tanker samudra, Menteri Dalam Negeri Amirmachmud tentang Pemilu nanti dan Menteri Penerangan Mashuri sendiri. "Bahkan Smith sebulan sebelum masuk Indonesia minta melalui saya agar bisa menemui Presiden Soeharto" kata Williams. "Tapi ternyata setelah diusahakan beberapa kali melalui Sekneg, tak berhasil karena kesibukan dan kesehatan Presiden yang baru dioperasi ibu jarinya". Berusaha Menurut Menteri Mashuri ada beberapa pejabat yang berhasil ditemui Smith. Tapi baik menteri maupun Judy Williams tak bersedia menyebutkannya. Selama 9 hari di Jakarta, menurut Williams, Smith juga berusaha sendiri untuk menemui Letjen Ali Moertopo. Tapi bagaimana sampai tulisan Smith itu diangkat menjadi laporan atama Newsweek? Judy Williams menjelaskan, itu adalah putusan Editor edisi Internasional. "Sebagai editor regional untuk Asia, Smith punya kedudukan yang penting dalam Newsweek. Ada perjanjian bahwa setiap tulisan Smith harus dimuat penuh atau ditolak samasekali. Kalaupun terpaksa harus dipotong, itupun berdasarkan pertimbangan ruangan, tapi sebelumnya harus minta persetujuan dulu pada penulis". Dari lembaran-lembaran Newsweek diketahui Smith -- yang sudah membuat lebih dari 20 laporan utama mengenai berbagai negeri dalam Newsweek adillah lulusan Columbia University. Dia juga ahli masalah-masalah internasional dan duduk sebagai anggota sebuah dewan untuk hubungan LN di New York. Karirnya dalam Newsweek dimulai Oktober 1970 dengan kedudukan sebagai Associated Editor. Tiga tahun kemudian, dia naik pangkat menjadi anggota staf General Editor, kemudian menjabat kedudukannya yang sekarang bermarkas di Hongkong. Kini dia kabarnya berada di Seoul, ibukota Korea Selatan untuk mempersiapkan tulisan panjang tentang negeri itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus