Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Kisah dari siberia hijau

Pengarang: i.f.m. chalid salim jakarta: bulan bintang, 1977 resensi oleh: s.i. poeradisastra. (bk)

24 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA BELAS TAHUN DIGUL KAMP KONSENTRASI DI NIEUW GUINEA--TEMPAT PERSEMAIAN KEMERDEKAAN Oleh: I.F. M. Chalid Salim Penerbit: Bulan Bintang Cetakan I, Jakarta, 1977 536 hlm, 20,5x 14cm. SOETAN Sjahrir ada menulis satu hal di dalam risalahnya Periuangan Kita--awal Oktober 1945 . Bahwa lama sebelum Adolf Hitler membangun tempat tawanan Auswitz dan Buchenwald pemerintah Belanda telah membangun Boven Digoel (Digul Udik). Sjahrir sendiri pernah kebagian didigulkan--bersama Drs. Mohammad Hatta -- meski hanya dari Maret 1935 sampai Februari 1936 (h. 284). Chalid Salim, saudara sepupu Sjahrir, mengamati kehidupan dan derita manusia di Siberia Hijau ini dengan cermat. Gaya penulisannya memang biasa-bias saja tidak sekuat gaya Sjahrir di dalam Indonesiscbe Overpeinzingen (Renungan Indonesia). Tapi di dalam satu hal ada kesamaan. Yakni sikap mereka memaafkan, upi tidak melupakan (vereven, maar niet vergeten). Terlalu Tegang Sebagai pengamat, Chalid Salim mempunyai tilikan tajam--tapi tak punya pengungkapan sastra. Hal terakhir ini diakuinya sendiri dalam kata pengantarnya. Meski demikian, bukunya sebagai dokumen insani sarat dengan kisah para pejuang kemerdekaan yang umumnya bertulang punggung baja. Di tengah neraka kolonial mereka masih giat membaca, mengikuti berbagai kursus bahasa dan pengetahuan umum. Saraf mereka mungkin terlalu tegang, sebagaimana dibuktikan oleh perkelahian-perkelahian berdarah sebagian dari mereka. Tapi sebagai pejuang sebagian besar mereka tetap orang-orang berkebudayaan, sebagaimana dinyatakan penulis (h. 284-285). Buku Chalid Salim istimewa karena bukan buah renungan dan daya citra, melainkan gumpalan keringat dan pengalaman. Dan meski penuturannya bertolak dari aku, hakikatnya kita menghadapi kami--semua pejuang dengan kaki terbenam di lumpur rawa-rawa Digul, kepala berarak cita-cita kemerdekaan. Sebagian buangan Digul disertai keluarga. Sesuai dengan pedoman filsafat kesetiaan wanita Jawa kepada suami (suarga nunut, neraka katut = ke surga ikut, ke neraka terbawa), sebagian istri memilih ikut ke Digul. Di antara wanita yang ikut pada angkatan pertama termasuk istri-istri Mas Marco Kartodikromo, Ali Archam dan Sardjono. Tapi ketika Ali Archam tahu bahwa ia kejangkitan TBC, ia mendesak istrinya, Ny. Salamah, pulang ke Madiun beserta anak-agar mereka tetap sehat. Ketika anak-anak Sardjono yang lahir di Digul (seorang lelaki, yang lain perempuan) berangkat besar, ia mengirimkan istrinya, Ny. Mintarsih, pulang untuk menyekolahkan mereka. Sebelum terbit buku Chalid Salim tentang Digul satu-satunya sumber adalah karya Dr. L.J.A. Schoonheyt, Boven Digoel (1936) -- yang juga dimanfaatkan penulis sebagai sumber data dan informasi. Tapi sepanjang keterangan yang saya peroleh dari wawancara dengan banyak bekas Digulis, sebagian besar buku Schoonheyt ditulis oleh penulis-penulis siluman (ghostwriters) yang hasilnya dikompilasi dan diedit oleh dokter teosof human tapi naif-kolonial itu. Berbeda dengan buku Schoonheyt, buku Chalid Salim adalah karyanya sendiri. Ia bukan dokter yang dapat membayar tapol-upol untuk menulis. Tapi waktu yang memisahkan antara pengalaman- dan penulisan cukup besar, sehina ingatannya di sana-sini luput--dalam detil-detil. Sebagai sekedar contoh Toebagoes Ahmad Chatib (h. 283) yang disebut penulis anak Kiai Caringin, sebenarnya menantu Kiai Caringin. Moehammad Ali (H. 282) yang disebutnya berasal dari Jawa Tengah, sebenarnya dari Banten (Pandeglang). Seorang antara 15 wanita yang dibuang dengan putusan pembuangan (interneringsbeluit) sendiri, bukanlah Soekaisih (h. 303/310/ 487/517), melainkan (Nyi Raden) Soekaesih dari Jakarta Pusat (Batavia Centrum). Thomas Najoan (h. 282) bukan dari VSTP (Vereniging van Staatsspoor--en Tramweg Personeel = Perhimpunan Pegawai Kereta Api dan Trem), melainkan ketua Pengurus Besar Sarekat Buruh Percetakan. Kurang Patut Mengenai terjemahan buku ini ke dalam bahasa Indonesia, umumnya baik. Tapi terdapat juga beberapa kesalahan. Misalnya h. 317 Injil bukan terjemahan Bible (Biblia), karena Injil adalah terjemahan Gospel (New Testament). Penggunaan kata pendeta untuk pastor (h. 320) juga takkan diterima baik oleh umat Katolik, karena pendeta sekarang ini khas Protestan. Demikian pula kata ulama Katolik (h. 320) untuk pastor atau frater. Mengapa tidak pastor atau rohaniawan? Kata pendakwah Protestan (h. 318) juga dirasakan kurang patut. Mereka biasa mempergunakan istilah penginjil atau pengabar injil (evangelist). Rendah diri (h. 512) bukan terjemahan bescheiden, melainkan terjemahan minderwaardig. Terjemahan bescheiden adalah rendah hati. Betapapun buku ini berjasa menggambarkan -- secara pada umumnya setia kepada fakta --suatu segi yang kurang dikenal dari perjuangan kemerdekaan kita. Kesabaran Sjahrir menunggu waktu di dalam politik, misalnya. Atau, kecenderungan Hatta kepada filsafat di Tanah Merah. Sebagai bahan baku untuk roman sejarah atau roman kehidupan, buku tentang Siberia Hijau yang bernama Boven Digoel (Digul Udik) ini alangkah kaya. K. Wiranta (Buron dari Boven Digoel) dan Kwee Tek Hoay, Boven Digoel mencoba menggarap tema itu pada taraf sastra yang rudimentet. Tapi manusia Chalid Salim sendiri menyodorkan aspekaspek tertentu sesosok prototip tokoh sebuah roman. Bagaimana melalui jalanan derita ia sampai kepada suatu penyebalan dati rel iman yang dipilih semua kerabatnya, misalnya. Kalau ada kritik saya terhadap bulcu itu adalah nada-bawah rujuknya (reconclatory undertone) yang kadang terasa dicari-cari. Apa yang menjadi dasar pertimbangannya maka demikian, hanya dapat dijawab dengan entah. S.I. Poeradisastra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus