Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di atas pentas di Taman Budaya Solo, aktor asal Jakarta, Hendra Setiawan, bermonolog membawakan cerita pendek berjudul "Labyrinth". Dalam pertunjukan sekitar satu jam itu, Hendra menyajikan sebuah monolog dengan memerankan beberapa karakter sekaligus.
Monolog "Labyrinth" menggunakan tata panggung sederhana. Hendra meletakkan beberapa balok kayu hitam dengan panjang berbeda yang ditata tidak beraturan di atas panggung. Dalam panggung yang terkesan kelam itu, Hendra bercerita tentang mitos pengembaraan Ahasveros. Pada bagian awal, dia mencoba membangun cerita dengan memperkenalkan sebagai Ahasveros. Ahasveros yang penuh kesengsaraan lantaran tidak seorang pun bersedia membukakan pintu dan memberikan segantang air yang sangat dia butuhkan.
Di sisi lain, Hendra membangun cerita dengan berperan sebagai penduduk yang memprovokasi penduduk lain agar tidak membukakan pintu untuk Ahasveros. Dia juga memerankan seorang tentara yang mengejar Ahasveros dalam bagian yang lain. Hendra memilih kostum sederhana sehingga bisa menggantinya di atas panggung. Dalam pementasan tersebut, tata artistik digarap oleh seniman asal Solo, Caroko Tri Hananto.
Hendra merupakan satu di antara delapan aktor yang bermonolog menyajikan sejumlah cerpen Danarto dalam perhelatan Mimbar Teater Indonesia yang digelar di Taman Budaya Solo di Jalan Sutami, Kentingan, Solo, Jawa Tengah, 21-23 September lalu. Selain Hendra, Dalif Palipoi asal Mandar, Sulawesi Barat, memilih cerpen berbeda. Dia menggarap cerpen "Sandiwara di Atas Sandiwara". Pementasan itu digarap bersama sutradara pertunjukan Muhammad Rifai Husdar.
Proses adaptasi Dalif dalam penggarapan naskah cerpen itu hampir sama dengan Hendra. Dia mengambil prinsip dasar yang berlaku pada kaidah interpretasi, memberikan makna terhadap simbol-simbol berupa teks. Dalif juga mencoba menelusuri latar belakang budaya penulis cerpen yang kemudian dia selaraskan dengan latar belakang budayanya. Dalam pementasannya, Dalif memilih menggunakan pakaian tradisional Mandar, berupa sejenis jas hitam dengan sarung terlilit di pinggang. Selain mereka, Ade Ceguk dari Jakarta memainkan "Abracadabra", Jamaluddin Latif (Yogyakarta) mementaskan "Mereka Toh Tidak Menjaring Malaikat", Ida Ayu Putu Bulan Wijayanti (Singaraja, Bali) menampilkan "Rintrik", Wahyu "Inong" Widayati (Solo) menyajikan "Kecubung Pengasihan", Akbar Siregar menyajikan "Ngung Ngung Cak Cak", dan Hamrin Salad (Makassar) mementaskan "Godlob".
Kurator Mimbar Teater Indonesia, Halim H.D., menyatakan cerpen Danarto memiliki ciri khusus yang beraliran realisme-magis yang sangat kuat. Terutama cerpen yang terhimpun dalam kumpulan "Godlob" dan "Adam Makrifat". Danarto sebenarnya juga dikenal sebagai penulis lakon. Ia menulis naskah drama Obrok Owok-Owok Ebrek Ewek-Ewek dan Bel Gedubel Beh. Namun dia tidak khusus menukis monolog. Berbeda dengan Putu Wijaya, selain menulis cerpen dan naskah drama, dia sampai menulis lebih dari seratus monolog. Betapapun demikian, penggarapan cerpen Danarto menjadi monolog sangat memberikan tantangan karena banyak lika-liku imajinasi yang sangat dalam di setiap karya cerpennya. "Imajinasi dan tubuh aktor harus mampu mengungkap kedalamannya," ujar Halim.
Menurut Halim, ada lebih dari 40 seniman yang berminat tampil dalam perhelatan tahunan yang digelar kelima kalinya itu. Namun kurator harus memilih delapan karya untuk ditampilkan. Mereka menggunakan beberapa pertimbangan dalam memilih penyaji dalam acara itu. Salah satunya, aktor monolog harus bersedia memilih partner atau sutradara agar proses kerja dan latihan bisa lebih matang.
Memang belum semua penampil mampu menyajikan imajinasi surealis Danarto yang tinggi pemaknaan transendennya itu. Pementasan Hendra, misalnya, masih cenderung verbal. Jauh dari kedalaman. Danarto memandang setiap aktor memiliki kebebasan dalam menafsir setiap cerpennya. Dia melihat tidak ada distorsi substansi cerita saat cerpennya disajikan dalam bentuk monolog. "Justru unsur pertunjukan teater membuat cerpen saya menjadi kaya warna," katanya.
Ahmad Rafiq (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo