Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Legenda Sang Penunggang Naga

Setelah serial Harry Potter dan The Lord of the Rings, Eragon hadir sebagai fenomena baru novel misteri petualangan. Debut novel penulis remaja yang cukup menghibur.

11 Januari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ERAGON
Penulis: Christopher Paolini
Penerbit: Alfred A. Knopf, New York, Amerika Serikat, 2003
Tebal: 528 halaman

ALKISAH, suatu hari Eragon, remaja 15 tahun putra petani miskin, saat berburu di hutan menemukan sebuah batu biru nan menawan. Karena butuh uang untuk membeli makanan, Eragon menjual batu itu. Namun tak seorang pun yang berminat membelinya. Akhirnya, Eragon membawa batu biru itu ke rumahnya dan meletakkannya di bawah tempat tidur. Mengambil setting abad pertengahan, novel ini bercerita tentang petualangan seorang remaja miskin dengan seekor naga.

Ternyata batu biru itu bukan benar-benar batu, tapi sebutir telur naga. Suatu malam, seekor naga meluncur. Meski awalnya kaget, Eragon senang bukan kepalang atas kelahiran "bayi naga" itu. Ia lalu menamakannya Saphira dan merawatnya dengan penuh kasih. Saphira tumbuh menjadi raksasa. Dan sejak itu, hidup Eragon pun berubah. Nama Eragon terkenal di seantero Kerajaan Alagaesia. Dan pihak Kerajaan meminta Eragon menumpas para penunggang naga yang telah membunuh sang raja. Petualangan Eragon dengan naga raksasa pun bergulir….

Novel misteri bertema kepahlawanan ini merupakan buah karya Christopher Paolini, seorang remaja 19 tahun. Ketika menulis novelnya ini, usia Paolini baru menginjak 15. Dan yang menarik lagi, ketika masih bocah, Paolini sangat benci membaca. Kala sang ibu tercinta mengajarinya membaca, ia malah bertanya, "Buat apa saya diajari membaca?" katanya. "Membaca itu tak ada gunanya, hanya buang-buang waktu," ujar Paolini, yang waktu itu berusia sekitar lima tahun, berkeras tak mau belajar membaca.

Ibunya tak menyerah. Dengan telaten dan penuh kesabaran, ia terus mendorong sang buah hati belajar membaca. Suatu hari, Paolini diajak ke perpustakaan. Paolini kecil ditempatkan di ruang khusus buku cerita anak-anak. Awalnya Paolini bergeming. Hingga akhirnya sampul sejumlah novel—terutama tentang cerita misteri—yang berderet di rak buku begitu memikatnya. Ia tergerak mengambil beberapa, dan kemudian membukainya. Sejak itulah minat bacanya mulai bersemi. Ia pun selalu menenteng, setidaknya, satu atau dua buku cerita misteri. Dan sejak itu pula, kamar tidurnya tak lagi disesaki aneka mainan, tapi digenangi puluhan buku cerita misteri.

Waktu terus bergulir. Paolini ternyata tak cuma kian gemar membaca, tapi juga mulai belajar menulis. Ia mendapat bimbingan langsung dari ibunya—seorang guru sekaligus penulis buku cerita anak-anak. Lantas, untuk menambah pengetahuan tulis-menulis, ia juga melahap sejumlah buku tentang teknik menulis cerita yang baik. Dalam usianya yang relatif muda, sekitar 12 tahun, Paolini telah menulis puluhan cerita pendek dan puisi.

Eragon adalah puncak dari kerja keras Paolini selama beberapa tahun. Menurut dia, novel perdananya itu terinspirasi aneka buku fiksi ilmiah yang dilahapnya, termasuk The Lord of the Rings-nya J.R.R. Tolkien. Sedangkan untuk setting lokasi dan suasana terinspirasi panorama alam kampungnya nan menawan: Paradise Valley, Montana, Amerika Serikat. Lalu seekor naga yang menjadi "tokoh" dalam novelnya itu merupakan impiannya. Paolini mengaku, sejak kecil ia memiliki impian terbang bersama seekor naga rakasasa.

Novel setebal 528 halaman itu dikerjakan Paolini ketika baru lulus dari sekolah menengah. Ia memulai dengan membuat bagan alur ceritanya. Setelah itu, ia baru mulai menulis. Paolini bekerja keras. Tiada hari tanpa menulis naskah Eragon. Pada akhir 1999, naskah Eragon rampung. Tapi Paolini menganggap naskahnya itu masih kasar, terutama dalam pilihan kata dan tata bahasanya. Paolini lalu memolesnya dengan bimbingan orang tuanya. Naskah Eragon hasil polesan itu kelar pada pertengahan 2001. Selain menyusun naskah, Paolini juga menggarap sendiri ilustrasi sampul dan peta Alagaesia.

Sebetulnya, Eragon sempat diterbitkan pertama kali pada awal 2002 oleh penerbit milik orang tua Paolini, Paolini International LLC. Tapi Eragon keluaran "penerbit keluarga Paolini" itu hanya dicetak puluhan eksemplar. Dan novel setebal 475 halaman itu diedarkan untuk kalangan terbatas. Hingga akhirnya Paolini bersua dengan Michelle Frey, editor di perusahaan penerbit buku remaja, Alfred A. Knopf, New York, Amerika, yang kemudian mengantarkan Eragon menjadi novel terlaris. Dalam waktu tak lebih dari dua minggu, cetakan pertama sekitar 500 ribu eksemplar terjual habis.

Paolini kini tengah berjuang keras merampungkan Eldest—jilid kedua dari novel triloginya itu. Yang jelas, "Menulis sudah menjadi jantung dan jiwa hidup saya," kata Paolini menegaskan.

Nurdin Kalim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus