Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SOLITARY MAN
Sutradara: Brian Koppelman dan David Levien
Skenario: Brian Koppelman
Pemain: Michael Douglas, Susan Sarandon, Danny DeVito, Mary-Louise Parker, Imogen Poots.
Sudah waktunya Michael Douglas diganjar penghargaan Lifetime Achievement seperti yang diperoleh ayahnya, Kirk Douglas. Dalam setiap penampilan Michael Douglas, kita selalu disedot oleh karisma seni peran aktor ini. Entah sebagai suami yang terperangkap dalam sebuah perselingkuhan akhir pekan dalam Fatal Attraction (Adrian Lyne, 1987); seorang konglomerat yang meng agungkan sifat rakus dan keji dalam Wall Street (Oliver Stone, 1987); seorang detektif yang terlibat dalam hubungan panas dengan seorang novelis dalam Basic Instinct (Paul Verhoeven, 1993); seorang ahli komputer yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap atasannya dalam Disclosure (Barry Levinson, 1994); atau seorang lelaki yang kehilangan pekerjaan, istri, dan keluarganya dalam film Falling Down (Joel Schumacher, 1992); atau seorang jaksa agung pemburu jaringan narkoba yang putrinya sendiri adalah pecandu kokain dalam Traffic (Steven Soderbergh, 2000).
Dalam setiap filmnya, kita melihat Michael Douglas selalu berhasil menjadi lelaki yang tengil, angkuh, dan merasa berhak mendapatkan segalanya; tetapi kita tetap merasakan jiwa yang ringkih dan sepi di balik kesombongannya itu. Dalam film Solitary Man, Michael Douglas berperan sebagai Ben Kalmen, seorang ayah, kakek, mantan suami, dan seorang kekasih dari perempuan kaya raya bernama Jordan (Mary-Louise Parker). Sehari-hari Kalmen dikenal sebagai penjual mobil terkemuka yang sukses dan penakluk perempuan segala usia.
Suatu hari, dokter menyatakan ada sesuatu di jantungnya yang perlu diperiksa lebih lanjut. Bukannya menjalani tes lanjutan, Kalmen memutuskan untuk menekan gas dalam kehidupannya yang selama ini dianggap terlalu stabil dan mudah ditebak. Dia mencari kegairahan dan kegilaan. Kalmen bermain perempuan; menghabis-habiskan uangnya hingga terpaksa terus-menerus meminjam duit kepada anaknya, Susan (Jenna Fischer). Dalam situasi yang sudah terpuruk, Kalmen tetap merasa dirinya masih lelaki sukses yang mampu menaklukkan perempuan. Dalam perjalanan menuju ke almamater kampusnya untuk menemani anak dari Jordan, kekasihnya, Kalmen seperti menyusuri sebuah masa lalu ketika dia masih muda, berkilat-kilat, dan lelaki penakluk perempuan.
Itu pula yang kemudian mendorong Kalmen merayu anak kekasihnya, Allyson (Imogen Poots), hingga ke tempat tidur. Skandal ini yang akhirnya betul-betul menjatuhkan dia ke lapisan paling bawah dari kemanusiaan. Seorang lelaki tidur dengan anak dari kekasihnya?
Michael Douglas membawa seluruh keangkuhan, ketengilan, kedunguan itu sekaligus diramu dengan wajah seorang lelaki yang menolak hari menjadi senja. Di balik sisa ketampanan dan kepandaiannya merangkai kata, kita melihat tokoh Kalmen yang tampak begitu renta dan lelah pada pagi hari. Tubuhnya yang seolah begitu perkasa pada malam hari, setelah bercinta, ternyata sebatang tubuh yang dibalut kulit yang keriput dan sepasang jantung yang sudah keropos direnggut keangkuhan.
Kalmen mewakili para lelaki yang menolak keterbatasan manusia. Menolak usia yang semakin senja (betapa lucu adegan Kalmen yang dengan cerewet menolak dipanggil ”kakek” oleh cucunya, karena ada gadis cantik lewat) dan menolak kenyataan bahwa hidupnya sudah hancur lebur. Duo sutradara Brian Koppelman dan David Levien telah berhasil membawa Michael Douglas pada sebuah titik puncak seni peran dia selama kariernya. Ketika akhirnya ada juga seorang mahasiswi cantik yang dirayunya berani menolak Kalmen ini jarang sekali terjadi barulah Kalmen ditabrak kenyataan: tak semua orang sebejat dia.
Adegan akhir, ketika mantan istrinya, Nancy (diperankan dengan sangat manis dan mulus oleh Susan Sarandon), menawarkan untuk mengantar dia ke dokter, kita kemudian cepat sekali tersentuh. Sang lelaki akhirnya tahu, dia harus berdiri menerima bahwa hari sudah senja dan matahari akan tenggelam.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo