Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisah Malin Kundang dihidupkan lagi. Handry Satriago mengisahkan anak durhaka dari tanah Minang itu dengan iringan orkestra Ananda Sukarlan. Sebelum bercerita, CEO GE Indonesia ini mengatakan, meski berasal dari Sumatera Barat, ia meyakini ada banyak cerita sejenis. "Saat ini banyak orang menjadi batu. Bagaimana mungkin menjadi batu karena mata hatinya buta. Cerita ini mengajarkan kita menjadi manusia," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengawalinya dengan tempo sedang tapi dengan artikulasi yang jelas dan tegas. Nada dari alat musik tiup diikuti orkestra dengan sentuhan dentuman timpani dan drum menimpali kisah Handry. Begitu musik berhenti, Handry kembali berkisah, begitu ekspresif. Sesekali musik mengalun lambat mengiringi cerita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di antara jeda cerita, orkestra kembali mengalun. Tembang Gelang Sipatu Gelang dieksplorasi sedemikian oleh Ananda Sukarlan. Kadang dengan tempo yang cepat, tapi ada pula saat ia menghadirkan komposisi dengan pelan, lembut. Elaborasi lagu itu mulai terdengar dari tiupan flute, bassoon, disambung dengan orkestra lalu berhenti sebentar. Selanjutnya berfokus kembali pada Handry yang melanjutkan kisah si Malin.
Puncak cerita ini ketika ibu Malin bertemu dengan sang putra yang tak mengakuinya. Si ibu ditendang hingga terjengkang dan ditinggalkan begitu saja. Orkestra menyambut dengan musik bertempo agak cepat, tapi kemudian melambat dengan reff tembang Gelang Sipatu Gelang sebentar lalu berhenti.
Namun, saat ibu berdoa untuk putranya agar menjadi batu, iringan konser mengusung lagi lagu tersebut dengan tempo lambat. Pianis yang juga bermukim di Spanyol ini memilih memberi sentuhan yang kalem dan tidak meledak saat Malin membatu. Aransemen tembang ditebalkan setelah kisah selesai.
Kisah Malin Kundang menjadi suatu suguhan konser Milennia Marzukiana di Ciputra Artpreneur Theatre, Jakarta, Ahad malam, 13 Januari lalu. "Ismail Marzuki komponis besar dan layak menginternasional. Konser milenial ini juga untuk mengenalkan kepada generasi milenial," ujar Ananda Sukarlan.
Sebelum menuju pada tembang-tembang sang maestro, pertunjukan menghadirkan sejumlah karya lain. Ada orkerstra Arias & Intermezzi dari opera Erstwhile, yang didasarkan pada novel Rio Haminoto. Karya ini bercerita tentang sepasang lelaki dan perempuan, Rafael dan Madame Vaillant, yang bertemu di tempat boarding pesawat hingga pesawat tinggal landas.
Tembang Love Song of Picaro and Solene dan Aria: God Creates diantarkan oleh Mariska Setiawan dengan suara soprannya yang melengking dan Widhawan Aryo Pradhita dengan suara tenornya. Pada bagian ini, Ananda memberi sentuhan dengan nada yang bernuansa musik Jawa dan di sela-selanya terdengar dentingan senar harpa.
Selanjutnya, tembang-tembang dari sang komposer Ismail Marzuki mengalun, antara lain Concerto Marzukiana No. 2 yang diiringi biola dan orkestra. Concerto Marzukiana No. 2 didasarkan pada tiga tembang, yakni Wanita, Gugur Bunga, dan Halo-halo Bandung. Memang, aransemen yang disuguhkan bukan tiga tembang secara utuh, melainkan dipotong dan dipadukan.
Solo biola Finna Kurniawati memimpin orkestra dengan tembang Wanita. Setelah aransemen yang mendayu, elaborasi dari lagu Halo-halo Bandung disuguhkan dengan tempo yang agak cepat dan aransemen agak berbeda, yang diberi sentuhan perkusi serta biola yang kembali melengking dengan gesekan kuat. Lalu kembali dalam irama lembut dan diakhiri oleh aransemen bertempo sedang.
Nomor itu ditutup oleh gesekan biola yang menyambungkan tiga lagu. Terkadang telinga penonton disuguhkan oleh potongan nada dari Wanita. Namun, di saat lain, terdengar nada dari Gugur Bunga dan Halo-halo Bandung. Elaborasi aransemen yang cukup rumit itu disuguhkan selama 18 menit.
Komposisi lain yang diperdengarkan adalah Concerto No. 3. Concerto ini disuguhkan dengan tampilan harpa oleh Jessica Sudarta dan orkestra. Jessica Sudarta saat ini sedang mendalami keahlian musiknya di Universitas Baltimore.
Nomor tersebut menyajikan elaborasi tembang Melati di Tapal Batas. Gesekan biola dan dentuman perkusi mengawali tembang yang berkisah tentang romantika pada masa perjuangan ini. Barulah petikan senar harpa Jessica mengantarkan nada yang mendayu disambut oleh gesekan biola dan orkestra.
Ananda menutup konser dengan Concerto No. 1, diiringi piano dan orkestra. Ia mengelaborasi tembang Ismail Marzuki dari lagu Selendang Sutra dan Indonesia pusaka. Pianis muda Anthony Hartono, pemenang Ananda Sukarlan Award 2014, membuat tembang ini menjadi tak biasa. DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo