ASMAT tanpa karya ukir hilang uniknya, kata orang. Tapi Asmat tanpa musik bagi kehilangan jiwa. Dan untuk menapilkan profil masyakarat Asmat secara utuh di Eropa, Yayasan Kemajuan & Pengembangan Asmat lalu menghimpun 28 penduduk Asmat. Mereka dipilih dari empat kecamatan. Ada pengukir. Ada penyanyi. Semua mereka bisa menari, meski sehari-hari buruh bangunan, atau ada yang pensiunan anggota DPRD Kabupaten Marauke. Musik dan nyayian yang padu dalam tarian, bagian dari ritual masyarakat Asmat di Irian. Dan itu memancarkan pukuan dahyat tatkala digelarkan. Apalagi dengan imbuhan musik alam: kicauan beribu aneka burung, desau angin, dan bisikan serangga malam. Sajian serupa itulah diangkat Deddy Luthan (koreografer tari) bersama Harry Roesli yang menata musiknya. "Luar biasa," komentar seorang penonton di Tropen Museum, Amsterdam. "Saya ini biolog, sudah keliling ke pelbagai tempat tersuruk di dunia. Baru kali ini saya menyaksikan sesuatu yang hebat, amazing. Ah, rasanya tak cukup kata untuk memujinya." Pak Tua ini berjanji datang lagi memboyong keluarganya, nonton, besok malam. Itu ditepatinya. "Tak ada cara lain. Saya akan datang sendiri ke Asmat," kata Pak Tua ini seusai pertunjukan. Orang Asmat menyebutkan dirinya Asmat Nak. Arti harfiahnya: "Manusia Sejati". Sungguh, bukan nama kosong. Mereka datang dari lingkungan lumpur abadi, masuk di negeri mirip mimpi. Tak ada tanda-tanda mengidap cultural shock yang lazim pada orang pertama kalinya keluar dari kampung halamannya--apalagi ke luar negeri. Mereka malah tangkas menyesuaikan dirinya, dalam segala cuaca. Penampilan mereka bulan Juni lalu di London, Amsterdam, Delft, Den Haag, Brussels, dan Wina telah mengundang publik berdecak. Ya kagum, ya terharu. Selesai menonton, di antara delegasi IGGI ada yang mengulas, "Boleh dipertimbangkan supaya bantuan IGGI diberikan juga untuk bidang kebudayaan." Perjalanan misi muhibah Budaya Asmat 89 yang "dikawal" Ketua Umum Yayasan, M. Kharis Suhud, agaknya tak sia-sia. Biaya perjalanannya, sekitar Rp 500 juta, merupakan sllmbangan para dermawan. Cowuci cowak, ew kos ciweyl yetema umuwamanl yuwi winey uluiyiwitl ayahomen okos benimaporya ewelainam .... Demikian senandung "Manusia Sejati" di dalam bis antarkota menuju pulang. Suara yang mendayu. Tetapi jangan tanyakan arti kata demi kata, kecuali tangkaplah intinya: mereka melantunkan hubungan suasana hati yang amat mesra dengan lingkungannya. Dan dari hati, biasanya, memang sampainya ke dalam hati juga.Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini