BIENNALE DKJ '89 ke-8 sedang berlangsung 24 Juli sampai 24 Agustus. Tampaknya, pranata seni lukis yang menyusut ke ukuran mini pada 1987 - menampilkan hanya 26 pelukis waktu itu--sedang berbenah untuk bangkit mengembang lagi. Kali ini pesertanya 43 oran, dengan 86 karya terpajang di Ruang Pameran Utama dan Ruang Pameran Lama Taman Ismail Marzuki. Pembenahan pameran tanding dua tahunan ini dimungkinkan berkat kerja sama Dewan Kesenian Jakarta dengan seorang maecenas, Setiawan Djody. Di tengah perkembangan kehidupan seni lukis dewasa ini dipacu oleh pertumbuhan pasar -orang berharap akan tumbuh sebuah biennale sebagai pranata atau institusi yang dapat memberikan gambaran lngkap tentang seni lukis di tanah air kita, di samping menjaga dan meningkatkan mutunya. Pranata yang representatif dan berwibawa. Yang segera menarik perhatian dalam Biennale DKJ '89 ialah menurunnya peserta pelukis tua (senior) di satu pihak, sedang di pihak lain, kebangkitan pelukis muda (yunior). Bukan saja beberapa pelukis senior mengirimkan karyanya terlambat melewati tenggat (batas waktu) yang ditetapkan. Banyak yang tidak ikut serta meskipun diundang. Sebaliknya, yang muda bersemangat, dan prestasi mereka menyusul yang lebih tua. Agaknya, begini pula pandangan para juri, yang diketuai Umar Kayam dan beranggotakan Rusli (berhalangan), Mochtar Lubis, Sudjoko, But Muchtar, Alex Papadimitriou, dan Sanento Yuliman. Dari 4 hadiah "horisontal" - tidak bertingkat-tingkat - 3 hadiah dimenangkan oleh pelukis usia 30-an. Seperti diumumkan dalam pembukaan pameran, Hadiah DKJ dimenangkan oleh Boyke Aditya Krishna, 31 tahun, kelahiran Pontianak, lulusan Sekolah Tinggi Seni Rupa ASRI 1985, bertempat tinggal di Yogyakarta. Karyanya Massa Merah, 1988, akrilik pada kanvas 130 x 160 cm, fantasi biomorfik - tumbuhan, hewan, atau rancu antara keduanya - bercorak dekoratif halus, rumit, kaya dengan rinci renik. Tiga hadiah lainnya Hadiah Djody, diraih oleh Amang Rahman Jubair, 58 tahun, Dwijo Sukatmo, 32 tahun, dan Ivan Sagito, 32 tahun. Amang Rahman, otodidak terkenal dari Surabaya, adalah pelukis yang setia kepada panggilan seninya, dan tidak sedikit menyumbangkan jasa kepada pengembangan bakat-bakat muda. Lukisannya, Mencari Yang Tak Tahu, cat minyak di kanvas 90 x 100 cm, mantap dalam isi, pengungkapan, dan pewarnaan. Dwijo Sukatmo dari Surabaya, alumnus Akademi Seni Rupa Surabaya 1972, mendapat hadiah berkat Kuda-Kuda, 1988, 87 x 87 cm, cat minyak di kanvas. Lukisan ini menampilkan dinamika kuda, dalam corak yang langka dalam seni lukis kita. Ivan Sagito, lulusan STSR ASRI 1985, pelukis Yogyakarta, adalah penerima penghargaan untuk karya pilihan dalam Biennale DKJ yang lalu. Dalam Biennale sekarang, ia memenangkan Hadiah Djody untuk lukisan sapi-sapi, Sesapinya Dalam Makro Dan Mikrokosmos, 1989, 140 x 110 cm, cat minyak pada kanvas, impasto dan glasir. Sapi-sapi yang ia lukis ialah jenis lembu Benggala seperti yang menarik gerobak-gerobak di daerah Yogyakarta. Dalam lukisan Ivan, lembu-lembu itu tampak berwajah tenang, ikhlas, sabar. Hewan-hewan itu kurus, kelihatan tinggi dan monumental. Dalam Biennale ini dapat dilihat Srihadi Sudarsono dengan horison dan sapuannya yang lancar dan hemat, A.D. Pirous dengan lempeng batu dan tulisan Arabnya, dan Mochtar Apin dengan eksperimen warna lajur, dar bidang. Kita juga bertemu dengan Handrio dengan konstruksi geometrik dan warna-warninya, Nyoman Gunarsa dengan bingkai berukir dan penari-penari Balinya, dan Irsam dengan karya dekoratifnya yang apik serta wanita-wanitanya. Bagong Kussudiardjo mengasyiki rupaan acak yang dikembangkannya tahun-tahun terakhir ini. Yusuf Affendi menggarap media campur pada kertas, warna-warni minim (hampir hitam-putih), dan tema berat dan aktual, misalnya peperangan. Ada sejumlah wanita. Di samping yang telah sering muncul, seperti Farida Srihadi Nunun W.S., dan Erna Pirous, terdapat ' Ieyi Ma'mun, Tintin, dan Reni Hoegeng. "Surrealisme Yogya" diwakili hanya oleh Ivan Sagito, Sutjipto Adi, Lucia Hartini, dan I Gusti Nengah Nurata. Sejumlah lukisan dekoratif, di samping karya Irsan, dapat dilihat: Sarnadi Adam, Putut Pramana, Nyoman Erawan, Natalini, dan lain-lain. Hadir pula M. Roeslan, Nasjah Djamin, Lian Sahar, Amri Yahya, A.S. Budiono, Nuzurlis Koto, Sukamto. Di samping itu, ada Hardi, Aming Prayitno, Bonyong Munny Ardhie, Suatmadji, Adi Munardi, Djokopekik, dan lain-lain.Sanento Yuliman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini