Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maleficent
Sutradara: Robert Stromberg
Skenario: Linda Woolverton
Pemain: Angelina Jolie, Elle Fanning, Sharlto Copley, Sam Riley, Lesley Manville
Produksi: Walt Disney Studios Motion Pictures
Nun di tengah hutan, di balik barisan pohon besar dan semak belukar yang rapat, kerajaan kecil bernama Moors itu berdiri. Di sana, para peri, kurcaci, dan penyihir hidup dalam kedamaian. Kalaupun ada pertengkaran, seorang peri kecil cantik bakal mendamaikannya. Peri kecil dengan tanduk di kepala dan sayap hitam di punggungnya itu bernama Maleficent. Setiap hari dia terbang berkeliling menyapa para penghuni hutan dengan senyum terkembang. Dengan kekuatan sihirnya, dia memperbaiki dahan-dahan pohon yang patah.
Maleficent menjadi peri penjaga hutan yang dicintai penduduk Moors. Hingga suatu hari, di pinggir hutan, dia bertemu dengan Stefan, bocah lelaki yang tinggal di desa dekat hutan. Maleficent jatuh cinta pada bocah yatim piatu itu. Sampai kemudian Stefan tak pernah datang lagi. Mereka baru bertemu kembali bertahun-tahun kemudian. Tapi Stefan telah berubah. Dia memperdaya Maleficent, mengambil sayapnya, dan menyerahkannya ke Raja Henry (Kenneth Cranham). Raja Henry yang nyaris terbunuh ketika hendak menyerang Moors memang berjanji mengangkat siapa saja sebagai raja bila berhasil membunuh Maleficent.
Bagi yang pernah membaca dongeng klasik Sleeping Beauty karya Charles Perrault tentu masih ingat penyihir jahat yang mengutuk Aurora, putri raja, di hari pembaptisannya. Penyihir yang tak diundang itu bersumpah, pada hari ulang tahun ke-16, sang putri akan tertusuk jarum pemintal yang membuatnya tidur untuk selamanya.
Siapa penyihir jahat itu?
Jangan kaget. Di film Maleficent ini, ternyata sang penyihir sesungguhnya adalah Maleficent yang patah hati gara-gara pengkhianatan Stefan (Sharlto Copley). Aurora, si Putri Tidur, ternyata putri Stefan. Di film ini, penonton diajak memahami motif sang penyihir, yang belum pernah kita lihat atau dengar di versi mana pun. Film Maleficent berani "menggugat" kebenaran kisah Putri Tidur yang selama ini dikenal orang. "Jangan percaya begitu saja. Ini kisah yang sebenarnya," demikian suara narator di pengujung film. "Ciuman dari seorang pangeran tampan bisa membangunkan sang putri? Ah, itu cerita basi."
Sosok Maleficent dingin dan rapuh. Ia mengutuk Aurora untuk membalas sakit hatinya. Tapi ia mudah tersentuh ketika Aurora kecil memeluknya. Pertemanan Maleficent dengan si burung gagak yang bisa berubah wujud bahkan kerap mengundang tawa penonton. Acungan jempol pantas diberikan untuk Angelina Jolie, yang memainkan Maleficent. Secara garis besar, Maleficent memang tetap merujuk pada Sleeping Beauty. Kita bisa menyaksikan tiga peri bersaudara yang gemar bertengkar: Knotgrass, Thistletwit, dan Flittle.
Maleficent bisa dibilang bagian dari tren di Hollywood, yang beberapa tahun belakangan kembali mengadaptasi dongeng klasik ke layar lebar. Sebut saja Alice in Wonderland, Snow White and the Huntsman, Red Riding Hood, atau Hansel & Gretel: Witch Hunters, yang dibuat lebih dewasa dan "gelap". Berbeda dengan pendahulunya, yang cenderung setia dengan versi aslinya, Maleficent menawarkan sebuah tafsir yang mengejutkan.
Tapi, sebagaimana film-film keluarga ala Disney lainnya, film ini tetap berakhir membahagiakan, tanpa klimaks yang benar-benar kuat. Nilai plus dari film ini justru pada sinematografi yang tertata apik. Stromberg, yang memboyong Piala Oscar untuk kategori tata artistik terbaik lewat film Avatar dan Alice in Wonderland, benar-benar detail memperhatikan urusan ini. Maleficent menampilkan visualisasi yang memikat. Apalagi jika menonton dalam format 3D: terasa seperti terbang ke negeri dongeng.
Nunuy Nurhayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo