Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Belanja Hemat sebelum Lengser

Pemerintah semestinya berani memangkas subsidi minyak ketimbang memotong anggaran. Proyek penting terpaksa dihentikan.

16 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEGAGALAN pemerintah mengendalikan lonjakan subsidi energi akhirnya menuai badai. Lima bulan sebelum lengser, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan pemangkasan besar-besaran bujet pengeluaran yang diplot 86 kementerian dan lembaga negara. Bedanya, tradisi tahunan pemotongan serentak terhadap bujet belanja kali ini dirinci angkanya per instansi dan ditargetkan bisa menghemat Rp 100 triliun.

Langkah ini terpaksa ditempuh lantaran defisit anggaran kelewat tinggi. Semula, defisit anggaran diperkirakan aman, yakni Rp 175,4 triliun atau 1,69 persen dari produk domestik bruto. Ternyata angka itu membengkak menjadi Rp 472 triliun atau 4,6 persen dari PDB. Padahal ketentuan perundang-undangan hanya membolehkan defisit maksimal 3 persen.

Mari kita tengok postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014 yang diajukan ke DPR belum lama ini. Belanja subsidi bahan bakar minyak dan elpiji, yang semula dianggarkan Rp 210,7 triliun, ternyata menghabiskan Rp 285 triliun. Subsidi listrik melonjak dari Rp 71,4 triliun menjadi Rp 107,1 triliun. Sektor pajak yang ditargetkan meraup Rp 1.280,4 triliun meleset hampir Rp 50 triliun. Total penerimaan negara berkurang sekitar Rp 70,4 triliun.

Ada dua opsi untuk mengatasi kejadian buruk ini. Anggaran dipotong atau subsidi energi dikempiskan dengan cara menaikkan harga BBM bersubsidi.Sayangnya, pemerintah memilih opsi pertama. Presiden Yudhoyono lalu menandatangani Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2014 pada 19 Mei lalu. Kebijakan belanja irit ini, kalau sukses, akan menghemat sekitar 16 persen dari total belanja Rp 637,841 triliun.

Opsi pertama dipilih lantaran gampang dan tanpa risiko politik. Presiden cukup memberi instruksi yang harus dipatuhi semua kementerian dan lembaga. Kebetulan ada beberapa pos yang kesannya menghambur-hamburkan duit, semisal belanja iklan-dipakai para menteri narsis untuk mejeng di baliho dan televisi. Bujet pemilihan presiden bisa dipangkas hampir Rp 3 triliun karena hanya akan berlangsung satu putaran.

Kebijakan "populis" ala SBY ini bisa mewariskan bom waktu bagi penggantinya. Selain berimbas pada kinerja kementerian, juga memerosotkan potensi penerimaan negara, dan pada akhirnya rakyat jua yang menderita. Bayangkan jika bujet Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disunat Rp 3 triliun. Pengadaan kapal baru untuk pengawasan pelabuhan dan wilayah perbatasan laut bakal terhambat. Pemotongan anggaran secara simultan ini justru menurunkan penerimaan negara.

Kementerian Pekerjaan Umum, yang bujetnya dipenggal paling banyak, bisa celaka dua belas. Dana pagu yang awalnya Rp 84,1 triliun dipangkas Rp 22,7 triliun. Perbaikan jalan di jalur pantura mungkin tak terganggu karena memang diprioritaskan. Tapi program infrastruktur penting seperti pembangunan waduk dan irigasi puluhan ribu hektare untuk menyokong ketahanan pangan bakal tertunda. Proyek pengendalian banjir yang sangat ditunggu-tunggu rakyat juga terhambat.

Tradisi buruk ini tak boleh terulang. Demi kepentingan politik, sedari dulu pemerintah tidak berani menekan laju konsumsi bahan bakar bersubsidi yang terus saja dibiarkan melambung. Kebijakan konversi minyak ke gas gagal total. Pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas sangat lamban. Sistem monitoring dan pengendalian BBM tak kunjung diputuskan Presiden. Ironisnya, kita malah asyik membakar rupiah dengan mengkonsumsi minyak bersubsidi yang banyak disalahgunakan dan tidak tepat sasaran.

Berita terkait klik Disini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus