Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Cabut Izin Televisi Tak Netral

Komisi Penyiaran merekomendasikan pencabutan izin dua stasiun televisi. Tidak netral, corong kelompok tertentu.

16 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

REKOMENDASI Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mencabut izin dua stasiun televisi yang menjadi "jubir" pasangan calon presiden dan wakil presiden patut didukung. Sayangnya, rekomendasi itu masih membentur tembok Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Frekuensi merupakan barang milik publik yang jumlahnya terbatas. Orang bisa menerbitkan surat kabar di mana saja dan kapan saja, tapi tak bisa sesukanya memancarkan siaran radio dan televisi, karena frekuensi sudah ditentukan "penyewa"-nya melalui undang-undang. Secara berkala, KPI mengadakan evaluasi untuk menentukan perpanjangan atau pencabutan izin. Tolok ukurnya: ketaatan pada aturan.

Salah satu aturan itu dicantumkan dalam Undang-Undang tentang Penyiaran. Pasal 36 butir 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 menyebutkan: isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

TV One dan Metro TV, dua stasiun yang direkomendasikan dicabut izinnya, jelas melanggar pasal itu. TV One menjadi corong pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, sedangkan Metro TV menjadi penyambung lidah pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pemihakan kedua stasiun ini sudah tergolong kebablasan, tidak mendidik, larut dalam kampanye hitam dan kampanye negatif menyerang pasangan lawan. Masing-masing stasiun televisi sudah mirip alat propaganda pasangan yang dibelanya, tindakan yang bertentangan dengan undang-undang.

Sesungguhnya keberpihakan stasiun televisi swasta sudah dimulai pada pemilu legislatif. "Warna" stasiun televisi mengikuti arah partai politik "pemilik"-nya. KPI pun sudah menegur lima stasiun televisi, yakni TV One "milik" Aburizal Bakrie yang menjadi trompet Partai Golkar, Metro TV dengan "bohir" Surya Paloh yang menjadi instrumen Partai NasDem, dan tiga televisi (MNC, RCTI, dan Global) "punya" Hary Tanoe yang menjadi saluran Partai Hanura. Dewan Pers juga sudah menegur, karena pemegang izin siaran harus tunduk pada kode etik jurnalistik sebagaimana dicantumkan dalam undang-undang.

Semua teguran itu, celakanya, dianggap angin lalu. Bahkan, menjelang dan pada saat kampanye untuk pemilihan presiden kali ini, pelanggaran sudah melampaui batas. TV One sudah seperti kendaraan pasangan Prabowo-Hatta Rajasa lantaran pada kubu itulah Partai Golkar berkoalisi. Metro TV pun seakan-akan menjadi organ Joko Widodo-Jusuf Kalla karena di sanalah Partai NasDem berlabuh. Persaingan sengit dan pemihakan masing-masing televisi sudah sampai tahap kelewatan. Publik sebagai pemilik frekuensi tidak lagi mendapatkan informasi yang seimbang dan netral.

Sudah tepatlah tindakan KPI melayangkan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi sebagai wakil negara yang berhak mengeluarkan izin penyelenggaraan penyiaran. Mengacu pada undang-undang, rekomendasi KPI ini haruslah dianggap sebagai evaluasi karena tugas KPI melakukan pengawasan.

Negara seharusnya segera turun tangan melakukan pemeriksaan. Atas terjadinya pelanggaran berat, demi kepentingan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan bukan untuk semata-mata kepentingan golongan tertentu, Kementerian Komunikasi tak perlu takut mencabut izin penyiaran. Selanjutnya, frekuensi yang sudah kembali ke tangan publik bisa "dilelang" dan pasti diperebutkan banyak peminat. Seleksi mesti dilakukan lebih ketat dan lebih adil, tidak boleh lagi atas dasar kedekatan dengan penguasa seperti "penjatahan" pada zaman Orde Baru dulu. Yang terpenting, perlu dipastikan agar izin tidak jatuh ke tangan pengusaha yang berpolitik praktis.

Berita terkait klik Disini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus