MUSIK Asia untuk Masa Depan. Begitulah tema Konperensi/Festival
Komponis Asia VI di Seoul, 11-19 Oktober. Mungkin karena tema
itu topik seminar yang paling menarik ialah tentang pendidikan
musik anak-anak. Bukan soal mengajar anak memainkan gubahan.
Tapi bagaimana mendorong anak untuk mencipta sendiri musiknya.
Masalah ini antara lain dilontarkan oleh pembicara tamu, Ronald
B. Thomas, Kepala Departemen Musik dari Virginia Commonwealth
Univeristy, Amerika Serikat.
Menurut Thomas, mencipta adalah pengalaman yang sangat unik. Dan
sesemua anak, katanya, memiliki bakat mencipta. Selama ini para
pendidik musik hanya menekankan kemahiran teknis, simbol dan
fakta-fakta. Padahal aspek kreativitas itulah, yang tidak
mendapat perhatian sewajarnya, merupakan jiwa utama dalam
memahami musik.
Tentu saja pemikiran musik untuk masa depan tidak melulu
menyangkut dunia anak-anak. Di Hongkong, 1973, Liga Komponis
Asia dibentuk. Tujuannya: memperkenalkan, mempererat kerja sama
dan merangsang kreasi musik Asia. Kemudian berturut-turut
diadakan konperensinya ke-II, ke-III, sampai yang ke-VI kali ini
di Seoul. Kenyataan yang tampak menonjol ialah: selama itu masih
saja musik garda depan avant garde merajai acara-acara
konsernya. Agaknya sebagian besar komponis Asia memang terbawa
arus ini.
Hanya saja satu hal masih menimbulkan kebanggaan: di antara
karya-karya garda depan ada juga yang memang bertolak dari musik
tradisi. Jepang atau Korea (Selatan) misalnya. Betapapun melodi
absen, dan suara datang dari alat-alat elektronik, kejepangan
masih tetap bisa dicium.
Kecenderungan baru yang bisa dicatat ialah: hadirnya kembali
melodi. Musik tanpa melodi, yang "abstrak", agaknya mulai
menjemukan. Orang mulai merindukan kembali "cerita" -- seperti
halnya dalam sastra -- atau merindukan kembali hadirnya figur
seperti dalam seni rupa.
Tentu musik tradisional di Asia masih ada dan dihormati --
bahkan dalam forum "modern". Terbukti dihadirkannya juga musik
tradisi Korea dalam acara konser konperensi ini. Institut Musik
Klasik Nasional Korea Selatan adalah lembaga yang memelihara
musik tradisional Korea sejak zaman seribu tahun yang silam. Di
zaman Dinasti Silla itu institut semacam ini memang pernah ada.
Puisi Seruling
Adapun institut yang sekarang didirikan tahun 1951, dengan
tujuan memelihara dan mengembangkan musik istana. Pengaruh
musik istana sendiri memang ada: beberapa ciptaan komponis Korea
masa kini terasa bertolak dari sana. Misalnya Puisi untuk
Seruling Tunggal karya Kyung-Sun Suh. Ada suasana meditatif,
dengan warna ketimuran sangat jelas terasa, dengan seruling yang
melagukan nada-nada yang statis.
Adakah gunanya pertemuan semacam ini bagi dunia musik kita?
Indonesia memang belum menjadi anggota penuh, karena sedikitnya
komponis di negeri kita -- setidaknya begitulah resminya. Ikatan
Komponis Indonesia, berdiri 12 Januari 1978, anggotanya belum
sepuluh orang. Betapapun kita tak mungkin menutup diri
--khususnya dari dunia Asia, karena negara-negara Asia kurang
lebih menghadapi masalah musik yang sama. Berpijak pada musik
klasik Barat, sementara musik tradisi masih hidup, menimbulkan
pertanyaan: adakah identitas kita akan kita biarkan lenyap?
Dan Liga Komponis Asia (penulis ini salah seorang anggotanya,
red.) memang memperhatikan sekali masalah tersebut. Konperensi
tahun depan yang direncanakan diadakan di Hongkong, diharapkan
acara konsernya lebih berciri Asia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini