USAHA memasukkan keramik ke rumah-rumah tangga semakin terlihat. Sementara itu, berbagai jenis keramik pakai terlihat semakin banyak mengisi dapur, kamar idur, hmgga ruang tamu, dan kamar mandi. Keadaan ini agaknya akan makin tampak di waktu-waktu mendatang, sehingga mendorong Asosiasi Aneka Keramik Indonesia Asaki mengadakan pameran di Pekan Raya Jakarta, Kamis pekan lalu. Dibuka Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri, Ir. Ginanjar Kartasasmita, pameran empat hari itu menampilkan produksi 17 anggota asoslasi darl seluruh Indonesla. Yang menonJol tentu saja, keanekaragaman alat-alat rumah tangga yang tertuang dalam bentuk keramik. Mutu? Itulah yang tetap menjadi persoalan panjang. Seperti diakui Ketua Asaki, Ir. Thamrin Tedja, proses penolahan dan segi-segi pemasaran sudah cukup diberikan kepada para perajin melalui Balai Besar Industri Keramik, Bandung. Daya tarik alat-alat keramik sebagai benda-benda rumah tangga itulah yang barangkali belum terlihat. Cangkir, piring, kap lampu, teko, tempat nasi, cobek, dan jambangan bunga tetap dengan desain yang begitu-begitu saja. Sehingga hampir tak ada motif baru yang tampak, apalagi apik dipandang. Masalahnya, ternyata, menurut beberapa perajin, mereka memang belum terpikat pada desam-desain yang sedap dipandang. Rahasia sebenarnya, baik pengusaha "keramik pabrik" maupun "keramik rakyat" sudah puas dengan desain yang dibuat secara massal. "Keramik seperti ini sedang laris," kata Pratopo Soemitro, kepala Balai Besar Industri Keramik, Bandung. Demam keramik, yang pesat sejak tahun 1970-an, memang diakui sejumlah pengusaha. Di Klampok, Banjarnegara, Jawa Tengah, terdapat empat pengusaha keramik, dan semuanya kewalahan menerima pesanan. "Keramik produksi kami setiap hari selalu habis terjual," kata Yuwono Hidayat, direktur Perusahaan Keramika Banjarnegara, Desa Klampok. Tentu saja yang diserbu itu keramik yang dibuat secara kodian - biasanya keramik dekoratif, sepertl vas bunga, patung kecil, dan celengan. Juga dengan desain yang begitu-begitu saja. Bukti lain bisa dilihat di Jakarta, di toko serba ada Sarinah. Pojok lantai dasar Sarinah seluas 3 x 6 meter, dijadikan pojok keramik. "Kebanyakan vas bunga, karena ini yang selalu dicari orang," ujar Partono, kepala Bagian Kerajinan Rakyat di toserba ini. Omset penjualan terus meningkat, walau yang dijual hampir seluruhnya keramik hias buatan Surabaya, Malang, dan Jawa Barat. Para industriawan keramik - dengan sejumlah pabrik besar - juga asyik memenuhi pesanan yang sebagian dilempar ke luar negeri. Di Singapura, keramik sanitari dan jenis-jenis ubin produksi Indonesia tergolong laku. Di dalam negeri, pemasaran keramik pabrik untuk bangunan ini juga berkembang pesat. Menurut Pratopo Soemitro, gejala munculnya keramik ubin dan pemakaian. yang luas seperti jenis wastafel, W.C. duduk, dan lantai- dimulai sekitar tahun 1980-an. Dengan masa panen seperti ini, masuk akal juga jika pengusaha industri dan perajin keramik tidak melirik keramik yang didesain secara - katakanlah eksklusif. Lagi pula, seperti yan direkam TEMPO di perusahaan keramik rakyat Jawa Tengah dan Jawa Timur, ada semacam ketakutan memproduksikan "keramik eksklusif" - khawatir tidak laku, karena keramik dengan desain khusus itu berarti harus dijual dengan harga cukup mahal. Bagi pabrik, keramik eksklusif ini seperti barang mustahil. Sebab, di pabrik setiap desain biasanya sudah ada cetakannya. Maka, seorang "seniman keramik" seperti Hildawati Siddhartha lebih menaruh harapan akan munculnya seni keramik-pakai dari perajin lulusan akademi seni rupa. Dosen seni keramik di Institut Kesenian Jakarta ini, bersama mahasiswanva. ikut membuka stand pameran di Pekan Raya Jakarta. Di sini Hilda memberi contoh bagaimana kreasi pada pembuatan keramik bisa diciptakan. Ia memamerkan sejumlah vas bunga dan cangkir yang hukan hanya sekadar alat millum dan tempat menaruh kembang. Benda itu sendiri, dalam keadaan tidak dipakai, tetap layak sebagai barang pajangan yang artistik. Tetapi Hilda mengakui, "Membuat keramik seperti itu, selama membutuhkan waktu dan perlu eksperimen bahan, ya, tentu saja biayanya mahal." Biaya yang mahal, tentu, membuat harganya juga mahal. Ini semakin kentara, karena toko keramik yang khusus memasarkan keramik eksklusif jumlahnya sedikit. Kebanyakan toko keramik campur baur. Pembeli piring keramik kebanyakan melihat apakah bahannya kuat, mutu pembakarannya baik, dan harganya murah. Belum pada desain atau nilai artistiknya. Tidak berarti bahwa pembeli yang, katakanlah, berselera tinggi tidak ada. Di Bandung ada sebuah toko milik keluarga yang khusus menjajakan keramik eksklusif dengan desain yang dikerjakan salah seorang anggota keluarga itu. Pembelinya lumayan. Sayang sekah, sementara peminat keramik pakai yang berdesain khusus ada dan bimbingan desain dari Balai Besar Industri Keramik diadakan secara berkala, pameran pertama Asaki di Jakarta ini lebih menekankan pada bisnis keramik dan menularkan demam keramik kodian. Yang diabaikan, keramik sebagai barang artistik yang berfungsi ganda: dipajang dan dipergunakan sehari-hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini