Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warna-warna biru toska mendominasi lembar-lembar kanvas yang terpasang di dinding. Warna-warna itu mengingatkan pada beningnya laut dan birunya awan. Dalam warna biru ini seniman Antonella Pedetti menuangkan mimpi dan imajinasinya dalam pameran bertajuk "Rootless: A Dream of Water and Distance" di Galeri Salihara 7-16 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berasal dari Italia tapi tumbuh besar dan bersekolah seni dan arsitektur di Argentina, lalu hidup di Jerman dan Jakarta, membuatnya merasa kehilangan akar budayanya. Ia mencoba menghidupkan lagi ingatan, imaji akan ‘akar’-nya dengan goresan akrilik di kanvas dan resin dalam patung-patung perempuan yang seperti dialiri air. Karya-karyanya terinspirasi oleh alam dan budaya tempat ia tinggal: gunung, sungai, sawah, hujan, laut, gletser, binatang, hingga manusia yang ia temui.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lihatlah, misalnya, Quebrada dan Reisende. Karya itu kental dengan siluet pegunungan dan garis-garis geometris yang membentuk kontur naik-turun dalam goresan strok akrilik di kanvasnya. Ia seperti menuangkan memori tentang pegunungan di Ekuador, Amerika Selatan.
Sedangkan dalam A Dream of Water and Distance, Oceans of Distance, Blue Dreams, dan Wax of Dream, ia membuat karya dengan teknik berbeda. Pedetti seperti menggoreskan akrilik dalam lapisan-lapisan dan membiarkannya seperti air hujan, mengalir dari atas ke bawah dan membekukannya dalam tetesan itu. Pada Wax of Dream, ada nuansa puitis dan liris dalam karyanya. Pada Blue Dreams, ia seperti menyiramkan akrilik itu pada tubuh patung perempuan.
Air dipilih mewakili mimpi, imajinasi, dan akar budaya. Ia terinspirasi ketika menemukan tulisan penulis Argentina, Jorge Luis. Borges. Ia menulis bahwa dalam mimpi seseorang akan selalu menciptakan akar yang kuat. Hal itu menggelitiknya, seperti terbangun dari mimpi hidupnya. "Inilah kemudian impian saya, sebuah garis air. Menjadi akar yang sesungguhnya, air tidak dapat dihentikan dalam sebuah karya," ujar Pedetti.
Bagi dia akar budaya itu seperti sebuah jalan setapak dari goresan pensil yang dimulai dari Buenos Aires ke Pegunungan Andes, lalu ke Eropa, hingga kemudian berakhir di Indonesia. Ia merepresentasikan karyanya terutama sebagai seorang perempuan, sebagai karakter dirinya. Karyanya juga menjadi bagian dari luka, nostalgia, rasa kehilangan, dan kejayaan dirinya.
Karya lain seperti mencampurbaurkan leleran akrilik dengan paduan sapuan dan goresan berlapis-lapis dalam satu kanvas berjudul Land of Return dan Nordic. Land of Return, seperti ada kelok sungai, hujan. Karya ini sesungguhnya memperlihatkan siluet bentuk negara Argentina. Gambaran ini membuat istri Duta Besar Argentina menitikkan air mata, berhenti, dan menatap lukisan itu lekat-lekat saat pembukaan pameran.
"Bagi mereka yang berasal dari Argentina, karya ini seperti mengingatkan kampung halaman. Tapi bagi mereka dari luar Argentina, bisa bebas menafsir apa saja," ujar Pidetti kepada Tempo, di sela pembukaan pameran.
Dengan teknik berbeda ia mengungkapkan bagaimana kehilangan akar budaya hidupnya dengan riak air, atau gletser dalam dominasi biru dengan sentuhan cat putih atau pusaran angin yang menerpa sosok tubuh. Lihatlah pula ketika ia menggoreskan cat membentuk "aliran air" dalam batik. Persentuhan Pidetti dengan dengan batik di Indonesia menginspirasinya berkarya. Ia menimpali motif batik dengan sapuan akriliknya.
Tak hanya lukisan, dalam karya fotografinya ia pun tetap merujuk biru hijau toska dan beningnya lautan di bawah akar pohon bakau. Namun ia menambahkan minifigure dalam karya tersebut. Seperti dalam karya berjudul Migration, ia menghadirkan suasana bawah laut dengan obyek seperti celana panjang atau plastik yang terbawa arus.
Foto itu seperti menggambarkan seniman ini tinggal di berbagai tempat di berbagai negara. Jika diperhatikan, minifigure orang ini pun dia letakkan di hampir semua karyanya. Ia menggambarkan bahwa minifigure ini adalah keluarga besarnya yang senantiasa hidup dalam mimpi dan imajinya.
Asikin Hasan, kurator pameran, mengatakan karya Antonella Pedetti seperti catatan fenomena alam dari satu benua ke benua lain. Menciptakan beragam imaji garis, geometri, dan sudut. Karya-karyanya mengingatkan pada energi laut, sungai, gunung, hutan, sawah, air terjun, hujan, dan sebagainya. "Termanifestasikan dalam bentuk yang unik dan bebas, hadiah tak terduga dari realitas alam itu sendiri." DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo