Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Mencoba mandarin lie sing

Painted wafes of love adalah film terbaru lie sing yang memasuki pasaran indonesia. penataan artistiknya bagus, tetapi penokohannya kurang baik, kurang serapi karya lie sing yang dulu. (fl)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAINTED WAVES OF LOVE Sutradara: Lie Sing *** FILM Mandarin yang masuk di Indonesia dan dipandang dengan tak enak oleh orang film dan para pejabat -- sekarang ini berasal dari Hongkong dan Taiwan. Kerja sama antara kedua pusat pembikinan film berbahasa Cina itu bukan jarang terjadi, tapi ciri khas Taiwan dan Hongkong sering kali masih tetap bisa dilihat. PaRa aHli film Mandarin pada umumnya cenderung melihat Hongkong sebagai pusat film-film produksi massal yang menyebarkan perkelahian Kung Fu, sedang Taiwan banyak menghasilkan film-film yang lebih bermutu. Hongkong memiliki sutradara-sutradara yang ahli dalam film action, sedang Taiwan mempunyai sejumlah sutradara yang lihay dalam membuat film-film drama. Diukur dengan kaca mata Asia, film-film buatan Taiwan itu barangkali cuma dlatasi oleh film-film buatan Jepang dahulu.ÿ20 Bahkan sebuah film Taiwan, Touch of Zen, tahun silam berhasil menggondol sebuah piala di festival film di Cannes. Maka agaknya menarik untuk melihat film dari sana, yang biasanya pola ceritanya tak banyak beda dengan kita -- bahkan terkadang lebih konyol, meskipun teknik lebih baik. Kali ini karya Ue Sing, yang filmnya pernah diputar Kineklub, bulan lalu, dan mendapat sambutan hangat para kritisi dan penggemar: Execution in tbe Autumn. Penjara Dalam film Execution in the Autumn, tokoh wanitanya menyediakan diri untuk kawin dengan cucu orang yang memeliharanya demi kelanjutan keturunan. Orang yang dikawininya itu adalah pesakitan yang hanya menanti musim gugur -- musim dijatuhkannya hukuman di Tiongkok -- untuk mengakhiri hidupnya. Seluruh hubungan suami isteri mereka berlangsung dalam kamar penjara yang sempit dan apek dalam bulan-bulan menjelang datangnya maut bagi sang suami. Painted Waves of Love adalah film terbaru Lie Sing yang memasuki pasaran Indonesia. Sutradara terkemuka Taiwan ini kali ini pun tampil dengan kebiasaan lamanya. Tokoh utama film ini adalah pelukis yang telah jadi janda (Lle Siang). Ia hidup dari lukisannya, dan bersama dia ikut pula keponakannya, seorang gadis (Lin Fung Chiao) yang pernah terlibat permainan sex, hamil dan menggugurkan pada usia 16 tahun. Cerita mendapatkan bentuknya ketika janda bertemu dengan pemilik toko barang-barang kesenian (Kho Chun Siung). Lelaki kaya usia empat puluhan ini kebetulan pula dekat dengan kesepian, sebab meskipun mempunyai keluarga -- dengan dua anak yang menjelang dewasa -- isteri yang mendampinginya cuma sibuk dengan kartu ceki dengan kawan-kawannya. Tidak mengherankan jika pemilik toko. yang rada seniman -- pengagum lukisan sang janda -- kemudian bersibuk dengan janda manis itu. Cerita jadi lebih berbelit-belit oleh terlibatnya keponakan sang janda dengan putera si pemilik toko. Bukan cuma itu. Anak gadis si pemilik toko tersangkut pula permainan cinta dengan seorang oknum yang sehari-harinya montir mobil yang berbakat sastra. Bisa dibayangkan betapa kacau-balaunya fikiran isteri sang pemilik toko ketika ia mengetahui ini fasal. Radikal Namanya saja orang sedang jatuh cinta. Si pemilik toko bahkan sudah siap menceraikan isterinya untuk kemudian kawin dengan sang janda. Dan sebagai seorang yang rada seniman, radikalnya bahkan tidak tanggung-tanggung. Kebiasaan masyarakat Tionghoa yang mengutamakan menantu orang terpelajar -- artinya orang sekolahan -- serta merta dilabraknya ketika ia mendukung hubungan puterinya dengan si montir yang pengarang itu. Ia juga bisa mengerti keadaan gadis keponakan pacarnya yang konon hamil lantaran keinginan tahunya saja di usia muda. Bagi perempuan macam isteri pemilik toko itu, keluarga adalah segala-galanya, maka ia pun meraung mendengar putusan suaminya. Segala pengakuan rasa bersalahnya -- lantaran cuma sibuk main ceki dan membiarkan babu mengatur keluarga -- nyaris saja menjadikan dirinya janda kedua yang muncul dalam film ini. Ada juga ratapan puterinya ikut ambil peranan, tapi yang lebih menentukan gagalnya perceraian itu adalah hati mulia janda yang pelukis itu. Setelah memberi nasehat secukupnya kepada pemilik toko, janda itu menghilang. Katanya ia akan ke Pilipina bersama seorang saudagar kaya. Nyatanya ia cuma ke suatu pantai, itu pun ketahuan oleh anak-anak muda yang cinta beramai-ramai itu direstui oleh si pemilik toko. Nah, si janda cantik itu telah berkorban. Ini memperlihatkan kemuliaan hati seorang yang cantik. Dan para pelukis boleh bangga (terutama yang perempuan), sebab meski pun jenis manusia yang suka berseni-seni itu kabarnya amat egois, dalam film ini ia digambarkan sebagai mahluk Tuhan yang terbilang boleh juga fiilnya. Tontonan Taiwan muncul dalam kisah sedikit ramai. Meski pun muaranya satu, keterlibatan banyak orang dalam urusan cinta-cintaan rasanya ada juga dirasa menyesakkan. Di layar memang muncul gambar-gambar yang baik, lantaran permainan yang terjaga dan penataan artistik (art directing) yang rapi. Tapi itulah Banyak tokoh, dengan urusan yang serupa dari keluarga yang sama, sehingga ini film kurang serapi karya Lie Sing yang dulu dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus