Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mengapa yogya ?

Festival tari rakyat tingkat nasional 1977 yang pertama kali diselenggarakan oleh departemen p dan k di jakarta diikuti 20 propinsi dan dimenangkan daerah yogyakarta dengan tarian rakyat "badui".

24 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YOGYAKARTA beruntung dalam Festival Tari Rakyat Tingkat Nasional 1977. Festival pertama ini diselenggarakan Departemen P&K, diikuti 20 propinsi. Hanya Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTT, dan Timor Timur yang tidak ikut. Alasan mereka sangat teknis. "Jadi bukan karena tak punya tari rakyat," kata Parmiadi dari Humas P&K. Dedengkot-dedengkot yang dipasang sebagai juri adalah SD Hulmardani, Sudarsono, D. Djajakusuma, Suwandono, Mamang Suriaatmadja dan Amir. Ketuanya A.P. Suhastjarjo. Tapi mereka hanya menyeleksi suara-suara yang sengaja dipungut dari penonton, untuk menentukan pemenang. Piala tunggal dari Menteri P&K Syarif Thayeb, yang akhirnya dibawa ke Yogya, agak disayangkan oleh beberapa orang. Ketua Juri malah berpendapat penilaian langsung dari penonton sebenarnya kurang adil. "Dari mana mungkin masing-masing tari yang berlainan dinilai menurut baik-buruknya?" Tari Tayub Yogyakarta membawa nolnor keserlian rakyat 'Badui', yang hidup di Kabupaten Sleman dan sekitarnya (TEMPO 12 Nopember 1977). Mereka menjelaskan teater ini berasal dari Arab diimpor nenek moyang kita yang pernah tetirah ke sana dan diberi kepribadian kita sendiri. Temanya tentang sekelompok perajurit yang mengadakan latihan perang. Digiring oleh 3 buah terbang genjring, sebuah jedor, sebuah tambur serta sejumlah vokalis yang menyanyikan ayat-ayat tertentu dari Pitab Qur'an. 14 orang penari Badui itu tampak di Senayan, di mana kegiatan berlangsung tanggal 28 s/d 30 Nopember lalu. Sebagai peserta terakhir, rombongan Yogya telah berhasil mendapat tepuk tangan gegap gempita. Ini sudah pertanda para penonton akan menobatkannya sebagai juara. Ia dianggap meraih prestasi dalam penampilan yang bersifat edukatif. Sementara juri bisik-bisik: pesta yang menggembirakan itu sebenarnya agak berbeda dengan temanya. Betul menggembirakan, tetapi yang diadu sebenarnya banyak bukan tari rakyat, tapi tari klasik. Bagaimana dengan Yogyakarta. Apa ini tari rakyat? Mereka menampilkan kostum seperti Cerita 1001 Malam. Seorang penonton langsung teringat cerita Abunawas, meski mereka juga pakai kain batik yang dililitkan di pinggul. Yang lucu, kelihatan barangkali kaos kaki mereka yang putih-putih, sementara di tangan tergenggam tongkat pendek sebagai senjata. Tari ini kabarnya memang berkembang subur dalam masyarakat. Di tempatnya kini, ia tetap ditanggap terus kalau orang lagi hajat atau pada hari-hari besar. Jadi bukannya seperti tari Joged Pinggitan dari Bali yang mulgkin tidak populer lagi (yang populer Joged Bumbung) Ketua juri sempat bilang kepada TEMPO: kalau ia boleh mengatakan seleranya, yang menang adalah peerta Jawa Tengah, yang membawakan Tari Tayub. Barangkali terlepas dari kenyataan bahwa Tari Badui itu juga salahsatu tarian rakyat Yogya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus