"DI Eropa, paduan suara sudah menjadi tradisi berabad-abad. Di
sini kita baru memulainya 6 tahun yang lalu, kata Pranajaya
kepada TEMPO -- menjelang keberangkatannya ke Negeri Belanda.
Bina Vokalia yang dipimpinnya sejak 7 tahun lalu, akan ikut
dalam 'International Koor Festival' yang kesembilan di Den Haag
-- 23 s/d 30 Juni ini. Ini adalah acara yang -- hampir tak
pernah terdengar di sini -- diselenggarakan dua tahun sekali,
oleh satu yayasan swasta yang khusus bergerak di bidang itu.
Sejak April Pranajaya telah mengerahkan anak buahnya untuk
bertanding. Latihan seminggu tiga kali, dengan beberapa kali
percobaan pergelaran -- termasuk 26 April dan 30 Mei yang lalu
di Studio V RRI Jakarta.
Festival Den Haag juga akan melibatkan peserta dari AS, Kanada,
Polandia dan Perancis. Indonesia merupakan satu-satunya peserta
Asia. Selain kompetisi yang berlangsung tiap malam, juga ada
lokakarya. Lalu bagaimana kans Indonesia? "Ah, kita tidak bisa
terlalu berharap. Tipis sekali. Keikutsertaan kali ini hanya
bisa dianggap sebagai usaha memperkecil gap, " kata Prana.
Bina Vokalia semula merencanakan untuk mengikuti kompetisi klas
ibu-ibu serta klas anak-anak. Berarti dua buah grup. Para ibu
dengan cepat bisa dikumpulkan: 64 orang. Tapi anak-anak, yang
diharapkan berjumlah 60 orang, hanya terkumpul sepuluh. Kenapa?
Soalnya setiap kepala harus mengongkosi dirinya sendiri Rp 1
juta. Untung TV Jerman Barat meminta Bina Vokalia tampil di
sana, dalam rangka Tahun Anak-Anak Internasional -- jadi tak
usah ada syarat kwalitas. Lalu Prana mengundang siapa saja dari
anak asuhannya -- yang berduit. Terkumpul 40 orang, yang bisa
menyanyi dan menari. Itulah akhirnya yang jadi modal.
Seperti Diperkosa
Festival membebankan 2 lagu wajib. La Scia Filli Mia Cara karya
Sweelink dari Italia dan Ach Sorg du Musst Zurrucke karya
Badings dari Jerman. Sebagai lagu pilihan diberikan keleluasaan
-- dan untuk itu Prana memilih 3 lagu daerah: Cente Manis
(Jakarta), Soreram (Riau), dan Warung Pojok (Priangan). Yang
terakhir diaransir oleh L. Pohan, sedang dua lagu yang lain oleh
Binsar Sitompul. Ketiga lagu itu diajukan kepada panitia.
Ternyata yang terpilih Warung Pojok yang rupanya sangat memikat
bule-bule itu.
Rombongan Pranajaya juga akan singgah di Brussel dan Paris. Ia
sebenarnya bukan misi resmi Pemerintah. Panitia di sana itu
berhubungan langsung dengan grup-grup yang ada mereka dengar,
dan sekarang ini juga grup Prana. Tapi karena banyaknya bantuan
dari instansi pemerintah (sayang tak dijelaskan bantuan apa),
grup ini toh membawa nama Indonesia. Panitia di Den Haag sendiri
kelihatan amat gembira oleh partisipasi ini: barangkali mereka
berharap di masa datang akan lebih banyak lagi peserta Asia mau
ikut nimbrung (asal punya duit, tentu) sehingga kata-kata
"internasional" benar-benar ada buktinya.
Bina Vokalia merupakan wadah dari lebih 1000 orang anak-anak dan
500 ibu yang gemar menyanyi. Tidak semua orang Indonesia
menyukainya, karena anak-anak yang menyanyi di sana sering
seperti diperkosa spontanitas dan kewajarannya demi soal-soal
teknis suara. Lihatlah penampilan mereka di TVRI misalnya. "Itu
mungkin karena lagu yang dibawakan membutuhkan konsentrasi.
Dalam lagu-lagu gembira, mereka sangat riang dan bersemangat!"
kata Pranajaya. "Kebebasan tetap diberikan, tetapi mereka juga
'kan harus belajar berdisiplin."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini