Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH pantai pasir putih panjang di Dunkirk, pesisir Prancis. Ratusan ribu tentara Inggris dan Prancis berbaris di sepanjang pantai hingga ujung dermaga menunggu diselamatkan ke daratan Inggris, yang samar-samar dapat terlihat di seberang. Di tengah Selat Inggris, seorang ayah beruban (Mark Rylance) dan putranya (Tom Glynn-Carney) dalam kapal kayu kecil bernama Moonstone bergabung bersama ratusan kapal sipil lain dalam misi menjemput pulang para tentara. Sementara itu, di udara, pilot pesawat tempur Spitfire (Tom Hardy) mencoba menjatuhkan pesawat musuh agar tak membombardir para tentara di bawahnya dalam waktu satu jam.
Ada tiga satuan waktu dalam Dunkirk yang hebatnya dapat dibuat berkelindan oleh sutradara Christopher Nolan tanpa mengundang pusing: sepekan, sehari, dan sejam. Tiga satuan waktu itu bergerak kronologis di jalurnya sendiri, tapi pada gilirannya bertemu. Mengacaukan waktu memang keahlian Nolan, dari film Memento hingga Inception. Kali ini tiap waktu mewakili peristiwa yang terjadi di darat, laut, dan udara.
Tokoh dalam film ini hampir semua tak diberi nama. Bila pun ada, nama mereka tak mencolok dan gampang dilupakan. Dengan dialog yang minim, Nolan menunjukkan kemampuan story telling yang kemilau hingga kita akan terseret dalam kisah tiap tokoh tanpa perlu tahu nama mereka. Ini adalah cerita perang yang bukan tentang kemenangan, hanya tentang manusia yang bertahan hidup dan rindu pulang.
Seorang tentara muda (Fionn Whitehead) digunakan Nolan untuk merepresentasikan ratusan ribu tentara yang terjebak di pantai tanpa perlindungan. Whitehead mencoba berbagai cara untuk mendapatkan tempat di kapal yang akan mengangkut mereka pulang. Lewat matanya, kita melihat kemuraman, ketidakpastian, kelelahan, dan ketakutan yang menyelimuti para tentara.
Wujud tentara Nazi tak sekali pun diperlihatkan. Namun ancaman kematian begitu dekat-bisa lewat berondongan senjata penembak tak kelihatan atau pesawat yang mondar-mandir di atas dan bisa menjatuhkan bom kapan saja. Tapi kematian tak dihadirkan sebagai sesuatu yang brutal dan penuh darah seperti dalam film perang lain semacam Hacksaw Ridge. Cukup lewat kaki yang tak terkubur sepenuhnya atau mayat-mayat mengambang yang menubruk pelan tentara yang sedang berbaris di tengah pasang. Subtil tapi begitu mencekat.
Tatkala Rylance dan putranya bersiap menyeberangi lautan menuju bahaya, itu adalah sudut pandang paling dekat dengan peristiwa nyata yang menjadi dasar film ini. Pada 1940, terjadi peristiwa yang dikenal dengan Perahu-perahu Dunkirk atau Mukjizat Dunkirk ketika 700 kapal nelayan dan sipil menyeberangi Selat Inggris untuk mengevakuasi 400 ribu tentara Sekutu yang terjebak di pantai Dunkirk. Di atas kapal, teror kematian tak sebesar di pantai, tapi sarat momen berarti yang menyuarakan pesan bahwa berbuat sesuatu yang benar tak butuh banyak alasan.
Pencapaian visual dalam film ini mencengangkan. Kita dibawa berakrobat bersama pesawat Spitfire. Dari kokpitnya, terlihat keluasan langit dan lautan yang begitu nyata tanpa bantuan green screens ataupun efek digital. Nolan berupaya merekam sejarah serealistis mungkin dan menolak berbagai trik komputer.
Ia memilih menggunakan ribuan orang pemeran pendukung serta berbagai kapal dan pesawat dari era tersebut. Pemandangan dari atas barisan manusia tanpa ujung di pantai yang dingin dan ratusan kapal kecil yang terombang-ambing di tengah ombak menunjukkan seberapa besar skala film ini. Jangan abaikan pula musik latar yang dibuat oleh Hans Zimmer. Sayatan biola dan ketukan pelan yang intens di tengah pertempuran udara atau hujan bom melengkapi film ini sebagai sebuah karya seni level tinggi. Calon pemenang Oscar telah diluncurkan.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Dunkirk
Sutradara: Christopher Nolan | Skenario: CHRISTOPHER NOLAN | Pemeran: Tom Hardy, Fionn Whitehead, Harry Styles, Jack Lowden, Mark Rylance
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo