Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Mungkin sebuah komentar politik

Sutradara: robert aldrich pemain: charles durning, burt lan caster, resensi oleh: salim said. (fl)

28 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TWILIGHT'S LAST GLEAMING Cerita: Walter Wager Skenario: Ronald M. Cohen & Edward Huebsch Sutradara: Fobert Aldrich. MULANYA adalah novel laris Walter Wager. Dengan judul Viper Three. Walter berkisah tentang kepanikan yang melanda pusat pemerintahan Amerika Serikat, tatkala sebuah kelompok kecil berhasil menguasai suatu pusat peluncuran roket antar benua yang berkepala nuklir. Kelompok tersebut mengancam akan meluncurkan roket-roket maut itu -- sasarannya adalah pusat-pusat industri Uni Soviet -- kecuali jika Presiden Amerika memberi mereka jutaan dolar serta jaminan keluar dari Amerika dengan selamat. Untuk yang terakhir ini, Presiden sendiri yang akan dan harus jadi sanderanya. "Kisah itu merupakan cerita achon yang bagus, tapi saya tidak mau memfilmkannya seperti itu. Di situ saya melihat satu kesempatan untuk melakukan perubahan ke arah suatu bentuk yang punya arti penting bagi Amerika." Begitu komentar Sutradara Robert Aldrich. Perubahan memang ia lakukan. Pada versi Aldrich, kelompok kecil itu masih tetap mengambil alih pusat peluncuran, meminta sejumlah uang, dan Presiden harus jadi sandera. Tambahannya: yang memimpin kelompok adalah seorang bekas jenderal, yang menuntut agar Presiden mengungkapkan sebuah rahasia yang menyangkut keterlibatan militer Amerika di Asia Tenggara. Dengan perubahan yang dilakukannya, Aldrich dengan yakin berkata: "Film saya ini bukan sebuah kisah teroris, sebagai yang banyak dibuat orang sekarang ini. Ini sebuah film tentang kebenaran dalam menjalankan pemerintahan, suatu hal yang makin banyak ingin diketahui rakyat." Dan dalam film ini, ternyata "kebenaran" dalam bentuk dokumen rahasia itu, terlambat diketahui bahkan oleh Presiden sendiri. Dalam saat kritis, ketika sang presiden harus mengumumkan putusannya di depan para pembantu dekatnya, setengah berteriak ia berkata: "Bagaimana saya harus bertanggungjawab terhadap apa yang diputuskan pemerintah sebelumnya?" Cerita bermain tahun 1981. Ketika itu presiden Amerika adalah David T. Stevens (Charles Durning). Lewat dialog para pemain diketahui bahwa perang Vietnam masih merupakan trauma yang menghantui bangsa Amerika saat itu. Lawrence Dell (Burt Lancaster) adalah veteran Vietnam yang pernah dipenjarakan secara tak semena-mena karena fikiran-fikiran liberalnya. Bahkan ketika masih menjadi tentara, Dell terus-menerus mengirimkan memo --menceritakan keadaan sebenarnya di medan perang serta sejumlah saran kepada pemerintah -- yang selalu disabot atasannya, Jenderal MacKenzie (Richard Widmark). Maka di samping masalah prinsipil, antara Dell yang veteran dan MacKenzie yang Panglima Angkatan Udara juga ada permusuhan pribadi. Dua masalah itu dengan rapi dan halus terjalin erat dalam sebuah karya yang skenarionya ditulis bersama oleh Ronald M. Cohen dan Edward Huebsch. Presiden Stevens terkejut. Dan pembantunya -- yang juga bekerja untuk pemerintahan sebelumnya -- tenang, dingin dan penuh keyakianan memberi penjelasan. "Keputusan militer itu dulu diambil untuk membuktikan kepada Rusia bahwa kita bisa bertindak melewati batas-batas prikemanusiaan," kata salah seorang dalam ruangan itu. Presiden Stevens bertekad mengakhiri cara pemerintahan yang bersifat rahasia yang mengandung risiko menumpahkan darah banyak anak manusia itu. Berhasilkah dia? Ke Gedung Putih Pertanyaan itulah rupanya yang menjadi tema utama film ini. Dibuat pada masa pemerintahan Nixon (dengan cara memerintah penuh kerahasiaan lewat diplomasi Kissinger) baru saja berakhir, film ini jelas suatu kritik terhadap pemerintahan yang dijalankan dengan tertutup. Ada semangat Daniel Elsberg -- orang yang membocorkan dokumen Pentagon mengenai perang Vietnam -- di sini. Tapi sekaligus, Aldrich -- dikenal di Indonesia lewat The Dirt Dozens melalui karyanya yang satu ini mengecam habis kaum militer Amerika yang selalu mendesakkan jalan fikirannya ke Gedung Putih. Lalu ada sesuatu yang menyentuh. Di Amerika, negara besar yang makin jelimet administrasi dan sistim pengambilan keputusannya itu, hasrat untuk betul-betul terbuka dan jujur tetap hidup dan menyala. Tapi kehendak baik itu nampaknya harus menyadari suatu kenyataan yang barangkali memang tidak bisa tidak, telah dan harus menjadi komponen tak terpisahkan dari suatu pemerintahan negeri yang besar itu. Sutradara Aldrich, setelah secara berapi-api menyerang pemerintahan tertutup dandominasi kaum militer, di akhir cerita tidak bisa berbuat lain kecuali mematikan Dell. Di tengah gegap-gempitanya MacKenzie memberi perintah "tembak", para penonton tidak perlu lagi tahu nasib Presiden yang menjadi sandera. Di sini yang menang adalah Jenderal MacKenie. Di luar pengetahuan Presiden yang juga panglima tertinggi -- ia mempunyai rencana lain terhadap Dell. Sebuah film dengan sebuah problem yang serius? Bisa dilihat demikian. Aldrich, yang terkenal dalam menangani film-film tegang macam ini, kali inipun berhasil mengkombinasikan bintang-bintang besar Widmark dan Lancaster. Pemunculan -- dalam posisi yang berlawanan -- kedua bintang besar ini mengingatkan kita kembali pada pemunculan mereka yang sama dan bersama pada film Judgement At Nuremberg hampir 20 tahun lalu. Salim Said

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus